Menilik Mal Pelayanan Publik
Masyarakat masih merasakan rendahnya kualitas pelayananan publik. Kecepatan, kemudahan dan kenyamanan dalam mengakses pelayanan, belum menyentuh harapan masyarakat. Mengurus perizinan harus bolak-balik dari satu kantor ke kantor lain. Apalagi jaraknya cukup berjauhan. Terkadang, hal demikian membuat masyarakat malas berurusan. Akhirnya, memilih jalan pintas. Menyuap petugas atau menggunakan calo. Penyenggaraan pelayanan publik yang belum teritegrasi dalam satu kantor, menyebabkan pelayanan lambat diproses. Timbul anggapan, pelayanan publik di Indonesia, tinggi biaya, tidak mudah dan membutuhkan waktu yang lama.
Stigma negatif pelayanan publik di Indonesia, harus dihilangkan, dengan melakukan berbagai inovasi penigkatan kualitas pelayanan publik. Pemerintah perlahan mulai menata perangkat daerah, agar memberikan kemudahan dalam pelayanan publik. Mulai dari Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap. Biasa kita kenal dengan SAMSAT. Sistem pelayanan administrasi ini dibentuk untuk memperlancar dan mempercepat pelayanan, yang kegiatannya diselenggarakan dalam satu gedung. Pelayanan ini mempermudah masyarakat dalam mengurus balik nama kendaraan bermotor, registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor, pembayaran pajak kendaraan hingga Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Di dalamnya terdapat Badan Keuangan Daerah Provinsi, Kepolisian dan PT Jasa Raharja.
Banyaknya perizinan dan non perizinan yang tersebar di instansi teknis, menyebabkan proses keluarnya izin kadang terlambat. Masyarakat juga tidak mudah dalam mengurus layanan. Harus keluar masuk, dari satu kantor ke kantor lain. Mengatasi persoalan ini, kemudian digagas pembentukan Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), sebagai generasi kedua pelayanan terpadu. Keberadaan PTSP, sangat dirasakan manfaatnya, karena memperpendek proses perizinan. Mulai dari pengajuan rekomendasi hingga terbitnya izin diselenggarakan dalam satu pintu.
Peningkatan kualitas pelayanan publik terus dilakukan secara berkelanjutan. Salah satunya dengan cara mengintegrasikan dan memadukan seluruh jenis pelayanan, mulai dari Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah, BUMN/BUMD hingga swasta, dalam satu gedung. Pada 2017, fungsi pelayanan terpadu diperluas melalui Mal Pelayanan Publik (MPP) dalam rangka memberikan kenyamanan dan kemudahan dalam berusaha, yang merupakan generasi ketiga pelayanan terpadu. Dasar hukum pembetukan MPP diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik. Kemudian diperkuat dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik.
MPP adalah pengintegrasian pelayanan publik yang diberikan oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, serta swasta secara terpadu pada satu tempat sebagai upaya meningkatkan kecepatan, kemudahan, jangkauan, kenyamanan, dan keamanan pelayanan serta dapat meningkatkan daya saing global dalam memberikan kemudahan berusaha di Indonesia.
Penyelenggaraan MPP dikoordinir oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Mulai dari instansi vertikal hingga swasta dapat memberikan pelayanan melalui gerai-gerai pelayanan, baik perizinan maupun non perizinan di dalam satu Mal. Instansi penyelenggara pelayanan dapat bergabung dengan MPP, terlebih dahulu membuat Nota Kesepahaman yang dilanjutkan dengan Perjanjian Kerjasama rangka penggunaan dan pemanfaatan sumber daya, termasuk penggunaan ruangan dalam gedung dan sarana prasarana/ fasilitas.
Semestinya, penyelenggara MPP adalah organisasi perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan di bidang penanaman modal. Namun dibeberapa daerah, penyelenggara MPP belum seragam. Ada yang dikoordinir oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Selain itu, MPP sepertinya hanya sekedar formalitas. Pemerintah daerah hanya sekedar memiliki MPP. Sulit diakses oleh kelompok rentan. Selain itu, gerai hanya diisi beberapa dinas. Masyarakat akhirnya masih bolak-balik. Belum memberi kemudahan. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan penataan terhadap MPP yang belum sesuai dengan ketentuan.
Mengingat MPP merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan, maka beberapa catatan penting yang perlu mendapat perhatian dalam penyelenggaraan MPP. Pertama, seluruh pelayanan wajib menyediakan standar pelayanan, yang mudah dilihat dan diakses oleh masyarakat. Kedua, aksesibilitas dan pemenuhan sarana prasarana untuk kelompok rentan. MPP harus bisa diakses oleh penyandang disablitas. Dengan menyediakan sarana prasarana, seperti alat bantu dengar, parkir khusus, jalan landai, pegangan/rambatan, toilet difabel, ruang tunggu. Menyediakan ruang laktasi, ruang/pojok bermain anak.
Ketiga, instansi yang masih mengelola pelayanan perizinan, agar menyerahkan layanan kepada DPMPTSP. Di beberapa daerah, layanan masih tersebar di dinas-dinas, sehingga ketika masyarakat berurusan, harus bolak-balik dari kantor satu ke kantor lain. Pelayanan menjadi tidak mudah, panjang dan berbelit. Di sisi lain, perizinan sudah dilimpahkan ke DPMPTSP, namun Rekomendasi perizinan, masih harus diurus oleh masyarakat ke intansi teknis. Padahal sudah ada MPP. Mestinya instansi teknis tersebut hanya mengeluarkan Rekomendasi perizinan dan masyarakat tidak lagi berurusan ke kantornya, karena mestinya Rekomendasi izin terbit melalui satu pintu.
Keempat, perlu adanya perhatian dari Pemerintah Pusat. Tingginya biaya operasional pengelolaan MPP, yang mencapai puluhan bahkan ratusan juga, cukup menguras APBD. Sementara di beberapa daerah, pendapatannya hanya bergantung pada sektor perdagangan dan jasa. Bisa jadi selama ini daerah yang belum membentuk MPP, masih mempertimbangan pengeluarancost tersebut. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat perlu memberikan insentif atau bantuan kepada Pemerintah Daerah yang sangat baik dalam mengelola MPP. Dengan adanya penghargaan tersebut, maka Pemerintah Daerah akan berlomba untuk membentuk MPP, karena adanyasupport dari Pemerintah Pusat.
Mengintegrasikan berbagai pelayanan publik dalam atap merupakan hal baik. Namun lebih baik lagi bila pelayanan itu diberikan kepada masyarakat sedekat mungkin. Karena kehadiran MPP belum tentu manfaatnya dirasakan oleh masyarakat yang jauh dari perkotaan. Konteks keadilan dalam pelayanan publik dapat terwujud, jika diimbangi pelayanan yang mendekati masyarakat.
Penulis
Sopian Hadi, S.H., M.H
Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman RI Kalsel