• ,
  • - +

Artikel

Menghitung Kerugian Publik
• Senin, 27/12/2021 •
 
Hadi Rahman, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan

Ombudsman bermain di ranah administrasi, dengan kesimpulan yang dihasilkan berupa ada atau tidaknya maladministrasi dalam suatu kasus yang ditangani. Maladministrasi sendiri sesuai Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia, berarti perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.

Maladministrasi banyak bentuknya. Mengacu pada Peraturan Ombudsman (PO) Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2017, ada 10 bentuk maladministrasi, yaitu:

1. Penundaan Berlarut: perbuatan mengulur waktu penyelesaian layanan atau memberikan layanan melebihi standar waktu yang dijanjikan.

2. Tidak Memberikan Pelayanan: pengabaian tugas layanan sebagian atau keseluruhan kepada masyarakat yang berhak.

3. Tidak Kompeten: penyelenggara layanan yang memberikan layanan tidak sesuai kompetensi.

4. Penyalahgunaan Wewenang: perbuatan melampaui wewenang, melawan hukum dan/atau penggunaan wewenang untuk tujuan lain dari tujuan wewenang tersebut dalam proses pelayanan publik.

5. Penyimpangan Prosedur: penyelenggaraan layanan publik yang tidak sesuai dengan alur/prosedur layanan.

6. Permintaan Imbalan: dalam bentuk uang, jasa maupun barang secara melawan hukum atas layanan yang diberikan.

7. Tidak Patut: perilaku tidak layak yang dilakukan oleh penyelenggara layanan publik dalam memberikan layanan yang baik.

8. Diskriminasi: pemberian layanan secara berbeda, perlakuan khusus atau tidak adil diantara sesama pengguna layanan.

9. Berpihak: keberpihakan dalam pelayanan publik yang memberikan keuntungan dalam bentuk apapun kepada salah satu pihak dan merugikan pihak lainnya atau melindungi kepentingan salah satu pihak tanpa memperhatikan kepentingan pihak lainnya.

10. Konflik Kepentingan: penyelenggaraan layanan publik yang dipengaruhi adanya hubungan kelompok, golongan, suku atau kekeluargaan baik secara hubungan darah maupun karena hubungan perkawinan sehingga layanan tidak sebagaimana mestinya.

Yang menarik, dalam peristiwa maladministrasi adalah potensi kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan, atau bisa disebut sebagai kerugian publik. Diskursus mengenai kerugian publik patut diakui masih sangat terbatas di internal Ombudsman. Ombudsman Kalsel kemudian menggagasnya dalam diskusi tematik 'Metode Perhitungan Nilai Kerugian Akibat Maladministrasi Pelayanan Publik' pada 30 Agustus 2021. Narasumber yang hadir adalah Alfian Misran, Ketua Program Studi Akuntansi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) dan Eko Andy Purnomo, selaku Pemeriksa Ahli Madya pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Kalsel.

Dalam paparannya, Alfian Misran menyampaikan bahwa kerugian publik yang terdiri atas kerugian materiil dan immateriil jelas perbedaannya. Kerugian materiil merupakan kerugian yang nyata-nyata ada yang diderita oleh pelapor atau pengguna layanan publik, biasanya dihitung dalam uang (monetary). Sementara kerugian immateriil adalah kerugian atas manfaat yang akan diterima atau dari kehilangan keuntungan yang mungkin diterima oleh pelapor atau pengguna layanan publik di kemudian hari, dapat disebut juga dengan opportunity cost.

Setiap bentuk maladministrasi memiliki potensi korupsi. Contohnya penundaan berlarut yang bisa memunculkan suap dan gratifikasi, penyalahgunaan wewenang yang rawan menimbulkan praktik pemerasan, atau penyimpangan prosedur yang berindikasi adanya penggelapan dalam jabatan. Oleh karenanya perhitungan kerugian publik lebih tepat dengan pendekatan kasus per kasus karena sangat beragamnya bentuk-bentuk maladministrasi dan modus kasus-kasus yang terjadi serta bukti-bukti asli yang diperlukan untuk menghitung jumlah kerugian tidak selalu tersedia secara lengkap. Yang sedikit rumit (tricky) adalah menghitung kerugian immateriil karena seringkali tidak berbentuk uang (non-monetary). Untuk itu agar dibuat terlebih dulu daftar nilai kerugian immateriil dari pelapor atau pengguna layanan publik dan kemudian menentukan metode kalkulasi yang akan digunakan.

Sementara itu, Eko Andy Purnomo memaparkan bahwa setidaknya ada 4 jenis kerugian yang ditemukan dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu Kerugian (Keuangan) Negara dari perspektif administrasi negara, Kerugian Keuangan Negara secara pidana, Kerugian secara perdata dan Kerugian Masyarakat/Publik. Kerugian Negara/Daerah berbeda dengan Kerugian Masyarakat/Publik. Berdasarkan UU Republik Indonesia (RI) Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Perangkat pendukungnya sudah jelas, mulai dari kewenangan penetapan, mekanisme penghitungan, tahapan kegiatan hingga metode penghitungannya.

Untuk kerugian publik sendiri belum terdefinisikan secara lengkap, termasuk penjabaran teknisnya. Inilah yang menjadi tantangan besar bagi Ombudsman ketika mampu menyelesaikan laporan masyarakat dan pelapor puas atas hasilnya namun tidak bisa mengklaim nilai penyelamatan kerugian publik yang dilakukan. Padahal boleh jadi nilainya sangat signifikan karena cakupannya yang luas, nominalnya yang besar dan pelapornya yang banyak. Oleh karenanya ada beberapa hal yang disarankan. Pertama, penegasan mengenai kewenangan Ombudsman untuk menghitung kerugian publik dalam peraturan perundang-undangan. Kedua, perumusan dan pengembangan mekanisme penghitungan kerugian publik secara umum yang dapat disesuaikan dengan konteks kasus di masing-masing unit kerja (keasistenan utama atau perwakilan). Ketiga, penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) atau Insan Ombudsman yang mau dan mampu menguasai bidang penghitungan kerugian publik. Alternatifnya dengan merekrut tenaga spesialis yang mempunyai pengetahuan, keterampilan dan pengalaman di bidang tersebut atau meningkatkan kapasitas pribadi dan profesional terhadap SDM yang ada, antara lain melalui pendidikan, pelatihan dan sertifikasi.


Hadi Rahman

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...