• ,
  • - +

Artikel

Mengawal Zonasi PPDB sebagai Jalur yang Berkeadilan
• Selasa, 14/05/2024 •
 

Pelaksanaan Seleksi Penerima Peserta Didik Baru (PPDB) tidak pernah luput dari perhatian, salah satu jalur PPDB yang kerap kali menjadi sorotan adalah Zonasi. Jalur Zonasi merupakan sistem yang memprioritaskan penerimaan siswa berdasarkan jarak rumah siswa dengan sekolah, dengan persentase penerimaan yang lebih banyak dibandingkan jalur lainnya seperti Afirmasi, Perpindahan Orangtua, Prestasi, dan Boarding School.

Persyaratan yang ditetapkan dalam penerimaan jalur zonasi sayangnya justru menimbulkan perilaku penyelundupan hukum dengan tujuan mengelabui persyaratan yang telah ditetapkan, hal ini menjadikan jalur zonasi menjadi kontra produktif dari tujuan asalnya, yakni menjamin pemerataan akses layanan pendidikan bagi siswa, mendekatkan lingkungan sekolah dengan lingkungan keluarga, menghilangkan eksklusivitas dan diskriminasi di sekolah.

Salah bentuk siasat penyelundupan hukum yang kerap ditemukan dalam pelaksanaan PPDB adalah pemindahan data kependudukan calon peserta didik ke dalam Kartu Keluarga (KK) lain yang berdomisili dekat dari sekolah tujuan, yang padahal KK orangtuanya sendiri masih ada dalam satu kota yang sama.

Taktik yang digunakan adalah calon peserta didik akan memindahkan datanya ke KK lain dengan status "Famili Lain". Sehingga secara dokumen calon siswa dimaksud akan terkesan memenuhi persyaratan zonasi yaitu KK lebih dari 1 (satu) tahun, namun secara substansi mencederai hak dan rasa keadilan para calon siswa yang secara faktual telah tinggal menetap/berdomisili di wilayah tersebut sejak lama.

Olehnya itu, untuk mencapai tujuan zonasi sebagaimana harusnya agar memberikan rasa keadilan dan kepastian maka peraturan teknis mengenai mekanisme penyelenggaraan pendaftaran dan seleksi melalui jalur zonasi sedapat mungkin meniadakan cela untuk praktik culas. Berdasarkan hasil pemeriksaan Ombudsman Perwakilan Sulawesi Selatan terhadap pelaksanaan PPDB tahun 2023 pada 4 (empat) sekolah menengah atas di Kota Makassar yang dilaporkan, terbukti bahwa telah terjadi Maladministrasi berupa penyimpangan prosedur terkait kelulusan 56 (lima puluh enam) orang calon siswa baru yang melampirkan dokumen KK yang tidak sesuai dengan data tercatat pada Dinas Pencatatan Sipil.

Dengan adanya Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 47/M/2023 menjadi pedoman dalam penyelenggaraan PPDB 2024, memberikan guideline baru yang diharapkan dapat menjadi counter praktik perpindahan calon peserta didik ke Kartu Keluarga lain yang selama ini menjadi siasat untuk memenuhi persyaratan zonasi.

Dalam Pedoman PPDB diatur bahwa perubahan KK karena perpindahan harus disertai dengan kepindahan domisili seluruh keluarga yang ada pada KK tersebut, dengan demikian praktik yang selama ini dilakukan berupa perubahan data KK calon peserta didik seorang diri dinyatakan tidak lagi memenuhi persyaratan.

Selain itu, hal baru lainnya yang diatur dalam Pedoman PPDB adalah nama orang tua/wali calon peserta didik baru yang tercantum pada KK harus sama dengan nama orang tua/wali calon peserta didik baru sama dengan nama yang tercantum pada rapor/ijazah jenjang sebelumnya, akta kelahiran, dan/atau KK sebelumnya, maka yang selama ini dimuluskan dengan taktik KK "Famili Lain" tidak lagi serta merta dapat diakomodir begitu saja.

Selain aturan yang jelas dan tegas, pelaksanaan PPDB Jalur Zonasi juga ditentukan oleh tingkat kecermatan dan integritas panitia seleksi, berdasarkan hasil pemeriksaan Ombudsman Perwakilan Sulawesi Selatan terhadap pelaksanaan PPDB 2023 pada 4 (empat) sekolah menengah atas di Kota Makassar yang dilaporkan, terbukti melakukan Maladministrasi berupa kelulusan 43 (empat puluh tiga) calon siswa baru yang kartu keluarganya kurang dari 1 (satu) tahun.

Untuk itu, upaya mewujudkan pelaksanaan PPDB yang berkeadilan dan non diskriminasi mesti didukung oleh kepatuhan panitia dalam melaksanakan pedoman yang ada. Hal lainnya yang perlu menjadi perhatian pemerintah dalam menata kualitas pendidikan, bukan sekedar dengan mengikis favoritisme belaka, namun yang paling penting adalah mendorong pemenuhan kualitas pendidikan secara merata sehingga masyarakat dapat melihat adanya kualitas yang sama di setiap sekolah sehingga perlahan dapat menghilangkan konsep sekolah favorit yang melekat di masyarakat.


Oleh : ST Dwi Adiyah Pratiwi

Kepala Keasistenan Pencegahan Ombudsman RI Perwakilan Sulsel





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...