Mendapat Kepastian Layanan Setelah Lapor Ombudsman Babel
Adalah MR, sejak 2020 lalu belum mendapat informasi kejelasan status sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM) terkait Bantuan Sosial Non Tunai (program sembako) dari Kementerian Sosial RI. Sejak 2018, secara rutin beliau dan keluarganya menerima bantuan sembako melalui program tersebut. Namun, secara tiba-tiba pada tahun 2020 beliau dan keluarganya tidak lagi menerima bantuan tanpa ada informasi yang jelas sampai padanya.
Upaya demi kejelasan informasi telah coba dilakukan, diantaranya menemui pejabat di kantor desa setempat hingga datang langsung ke kantor dinas sosial di ibu kota kabupaten tetapi belum tampak hasil yang diharapkan. Berpegang pada kata-kata petugas "akan kami infokan nanti ya bu" maka sampai dengan 2022 MR hanya bisa menunggu dering telepon dengan asa akan ada informasi status keluarganya sebagai penerima bantuan sembako.
Kesabaran kian diuji dalam masa tunggu yang tidak pasti sampai dengan akhirnya bertemu petugas Ombudsman RI Babel di salah satu instansi penyelenggara di ibu kota kabupaten. Saat itu, tim Ombudsman Babel sedang melakukan kegiatan Ombudsman On The Spot. Kegiatan rutin yang dilakukan oleh Keasistenan PVL Babel untuk jemput bola aduan ke pusat-pusat layanan masyarakat sehingga dapat secara mudah berinteraksi dan menyampaikan keluhan layanan publik yang dialami.
Sembari menunggu antrian untuk dipanggil di kursi tunggu, MR yang didekati petugas Ombudsman menyampaikan permasalahan kejelasan status bantuan sosial yang dihadapinya. Setelah mendapat kejelasan tentang kewenangan Ombudsman berkaitan dengan permasalahannya maka MR membuat laporan resmi pada hari itu juga. Segera MR melengkapi syarat formil dan beberapa data pendukung akan dikirimkan melalui WA Center Ombudsman Babel.
Setelah melewati tahapan verifikasi laporan, asisten pemeriksa melakukan upaya informal kepada pimpinan instansi penyelenggara melalui telepon. Asisten pemeriksa menyampaikan kronologis laporan versi pelapor, dengan intinya bahwa pelapor merasa belum mendapatkan alasan dan informasi mengapa tidak lagi mendapatkan bantuan sembako sebagaimana biasanya. Harapan pelapor hanya agar ada kejelasan alasan sehingga tidak menimbulkan asumsi yang tidak baik kepada petugas yang mengelolanya. Selanjutnya, pimpinan penyelenggara berkomitmen akan menyelesaikan permasalahan pelapor dalam waktu tujuh hari kerja dan menyampaikan bukti penyelesaian kepada Ombudsman.
Benar saja, terlapor membuktikan komitmennya bahkan sebelum tujuh hari kerja. Terlapor telah mengirimkan bukti penyelesaian laporan terhitung lima hari kerja setelah berkomunikasi dengan asisten pemeriksa. Adapun tindak lanjut yang dilakukan pelapor adalah melakukan pertemuan bersama dengan pelapor, kepala desa setempat, Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) kecamatan. Poin penjelasan bahwa hilangnya data pelapor sebagai penerima BPNT bukan usulan dari pemerintah desa tetapi langsung dari Kementerian Sosial Republik Indonesia karena ranah kewenangan tidak ada di daerah. Selain itu, dari pengecekan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial Republik Indonesia melalui Aplikasi Sistem Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG) bahwa pelapor sebagai KPM KKS merupakan penerima PKH dan PBI. Terhadap info tersebut, justru pelapor baru tahu bahwa keluarganya sebagai peserta BPJS Kesehatan yang ditanggung oleh pemerintah pusat.
Setelah mendapat info dari terlapor, asisten pemeriksa segera menghubungi pelapor untuk meminta tanggapan tindak lanjut yang telah dilakukan terlapor. Pada intinya, pelapor merasa senang karena akhirnya bisa memahami secara utuh tentang bantuan sosial yang melekat pada keluarganya. Setelah dipertemukan dengan semua pihak terkait, maka tidak ada lagi suuzan dalam pikiran pelapor dan semuanya menjadi terang. Pelapor juga memahami perkara kewenangan yang tidak bisa dilakukan oleh terlapor, apalagi perihal pendataan yang memang terpusat oleh Kementerian Sosial. Setidaknya pelapor dan keluarganya tetap menerima bantuan PKH dan PBI BPJS Kesehatan.
Pasca menyampaikan tanggapannya, pelapor juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Ombudsman Babel karena sudah membantunya mendapat kejelasan. Tidak ada yang suka menunggu dalam ketidakpastian, untuk itu mengapa kepastian jadi salah satu asas yang wajib dipedomani setiap instansi penyelenggara layanan. Bukan sekadar amanah UU 25/2009 tapi kewajiban moral untuk para pengguna layanan yang butuh bantuan. Semoga tidak ada lagi MR berikutnya. Aamiin. (MA)
#OmbudsmanOnTheSpot #RiksaBabel #SuccessStory #RiksaOmbudsmanBabel #OmbudsmanBabel #ArtikelPVLBabel #BantuanSosial