Mencegah Korupsi dan Maladministrasi Masuk Desa
Salah satu imbas negatif dari digulirkannya dana desa sejak tahun 2015 lalu adalah terjadinya "imigrasi" atau perpindahan korupsi. Yang dulunya "biasa" terjadi di kota. Akan tetapi saat ini juga menjalar masuk desa .
Sejak tahun 2015 sampai tahun 2021 pula . Ombudsman Perwakilan Kalimantan selatan sering menerima laporan atas dugaan penyalahgunaan pengelolaan dana desa baik yang dilakukan langsung oleh oknum kepala desa sampai melibatkan pengurus dan perangkat desa.
Ombudsman juga menerima keluhan malaadministrasi seperti tidak memberikan pelayanan, permintaan imbalan, uang, barang/jasa (pungli), penyimpangan prosedur, diskriminasi, dan pengabaian kewajiban kewenangan.
Padahal, pasal 74 Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menegaskan bahwa belanja desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang meliputi pelayanan dasar, lingkungan, dan kegiatan masyarakat desa, serta tetap berpihak pada sistem pengelolaan yang transparan dan akuntabel.
Berangkat dari kondisi tersebut, Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kalimantan Selatan sebagai lembaga negara yang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik di daerah perlu untuk melakukan kajian lebih lanjut mengenai Pelaksanaan Pelayanan Publik dan Upaya Pencegahan Maladministrasi pada kantor-kantor Desa di sejumlah Kabupaten di Kalsel
Kajian yang di inisiasi Keasistenaan Pemeriksaan Ombudsman RI Perwakilan kalsel ini dimaksud, untuk melakukan pengawasan yang berbasis pada penyelenggaraan pelayanan publik dan upaya pencegahan, serta menjaring keluhan warga. sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, agar diketahui potensi maladminsitrasi yang terjadi dan saran perbaikan yang diharapkan dapat memperbaiki kualitas pelayanan publik dan upaya pencegahan maladministrasi pada Kantor-Kantor desa tersebut
Setidaknya ada 3 pokok penelitian yang ingin ditemukan dalam kajian ini yakni : Bagaimana proses penyelenggaraan pelayanan Publik pada Kantor-kantor desa di Kalsel dalam hal pemenuhan standar pelayanan publik?. Bagaimana proses perencanaan, penggunaan, dan transparansi pertanggungjawaban dana desa khususnya dalam hal pelayanan publik dasar seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, adminduk, Penanganan Covid 19, dan infrastruktur desa? serta Bagaimana partisipasi warga desa terhadap pembangunan desa dan proses penanganan pengaduan pelayanan publik masyarakat di desa ?
Inisiatif ini juga di dasari pada laporan yang disampaikan masyarakat.ke Ombudsman dan sejumlah temuan Ombudsman banyak mengindikasikan terjadi maladministrasi seperti dalam hal pelayanan administrasi kependudukan saja sebagian besar desa ditemukan tidak memiliki media penyebaran informasi pelayanan administrasi sebagaimana pasal 8 huruf e angka (2) permendes nomor 22 tahun 2016 dan pasal 6 ayat 2 permendagri nomor 2 tahun 2017 yang mengamanatkan agar aparat pemerintahan desa menggelar keterbukaan informasi agar mendorong masyarakat yang partisipatif.
Selain itu, banyak masyarakat yang mengeluhkan tidak transparannya kepala Desa dan aparatnya terhadap penggunaan dana desa, tidak tertib administrasi, non partisipatif publik dan tidak lengkapnya bukti-bukti penggunaan dana tersebut.
Dalam persoalan lainnya terkait layanan administrasi pertanahan sejumlah desa yang didatangi Ombudsman sebagian tidak mempunyai petunjuk teknis/acuan yang jelas dalam pelayanan padahal pasal 5 dan 7 Permendagri Nomor 2 Tahun 2017 tentang standar pelayanan minimal Kepala Desa harus menjalankan Standar dimaksud.
Dari sisi pelayanan surat pendaftaran tanah, masih saja ditemukan kepala desa yang menerbitkan surat pendaftaran tanah padahal Peraturan menteri Negara Agraria/Kepala BPN nomor 3 Tahun 1997 hanya mengijinkan kepala Desa mengeluarkan surat keterangan tanah dengan juga mengacu pada database pertanahan yang akurat, belum lagi keluhan warga desa berkaitan infrastruktur dan kesehatan yang kondisinya tidak pernah mendapatkan perbaikan yang memadai. Disinilah muncul pertanyaan-pertanyaan warga seperti :Â dana desa yang besar itu kemana ? bagaimana pengelolaanya? transparansi dan pertanggungjawabannya? dan yang menjadi puncak pertanyaaan adalah apakah sudah berdampak bagi kesejahteraan, dan perbaikan pelayanan publik di desa?.
Berkaca dari sejumlah temuan tersebut, desa menjadi tempat yang sangat rawan terjadi korupsi dan maladministrasi. Penyebab pokoknya yakni: terbatasnya pengetahuan atau sosialisasi pencegahan Korupsi dan malaadministrasi, keterbatasan sumber daya manusia di desa, ketiadaan aturan turunan terkait penyelenggaran pelayanan publik desa, serta minimnya koordinasi kementerian/lembaga dengan pemerintah daerah/desa ditambah "mandulnya" sistem pengawasan dari inspektorat, kepala daerah, dan BPMPD.
Untuk mengatasi kondisi dimaksud setidaknya ada tiga poin penting agar desa terhindar dari penyakit korupsi dan maladministrasi
(1) Pemerintah desa memerlukan dasar hukum dan petunjuk yang jelas. khususnya dalam perencanaan, penggunaan, dan transparansi pertanggungjawaban dana desa, (2) menyediakan Standar pelayanan Publik khususnya membuat unit pengaduan masyarakat. dimana semua desa dapat terhubung secara sistem baik di daerah maupun di pusat (berbasis LAPOR agar pengawasan lebih efektif (3) meningkatkan partisipasi warga desa terhadap pembangunan desa dan membuka kontribusi membangun masyarakat di desa ditambah pertanggungjawaban pengelolaan anggaran sesuai aturan..
Ombudsman Kalsel menjadikan kajian ini prioritas sebagai proyek perubahan serta upaya masif dalam pelaksanaan pencegahan maladministrasi dan korupsi pelayanan publik di daerah terlebih lagi di desa. dan penting membangun desa berintegritas  agar pelayanan publik di desa semakin berkualitas. Muhammad Firhansyah (MF)Â