Menanti Air Mengalir

Keluhan mengenai pelayanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang masuk ke Ombudsman RI, cukup meningkat belakangan ini. Kualitas air yang keruh, tagihan air yang membengkak, air leding yang tidak mengalir beberapa hari, pemutusan meter PDAM hingga petugas yang tidak ramah. Beberapa keluhan layanan publik tadi untuk tidak menyebut banyak merupakan contoh laporan masyarakat berkenaan layanan PDAM yang disampaikan ke Ombudsman. Setidaknya, ada dua penyebab keluhan masyarakat tersebut, yakni masalah infrastruktur dan sikap petugas.
Pertama, persoalan infrastruktur. Misalnya, distribusi air yang tidak mengalir hingga beberapa hari, yang disebabkan pecahnya pipa PDAM. Di beberapa daerah, pipa PDAM masih ada yang ditanam di bawah jalan. Karena ada beban yang berat, lama kelamaan, pipa tersebut pecah. Petugas kesulitan melakukan perbaikan. Dibutuhkan waktu, bahkan hingga berhari-hari. Karena petugas harus menggali jalan dan persoalan teknis lainnya.
Kecilnya diameter pipa distribusi air ke rumah warga, juga menjadi masalah. Walaupun jaringan PDAM sudah terpasang di rumah warga, namun berbulan-bulan air tidak pernah mengalir. Debit air yang keluar tidak sebanding dengan pemakaian air yang diperlukan masyarakat. Ini dirasakan oleh masyarakat yang berada paling ujung perumahan atau yang berada di perbatasan.
Ironi memang. Pipa PDAM sudah terpasang, namun mereka tidak bisa menikmatinya. Tidak tahu, kapan air akan mengalir. Sementara tiap bulan, dikenakan biaya beban tetap. Untuk memenuhi kebutuhan air, masyarakat harus membeli menggunakan jeriken. Ini dilakukan setiap hari. Debit air yang kecil, mendorong masyarakat menggunakan mesin pompa. Kondisi ini serba salah. Jika tidak pakai pompa, air yang keluar sangat kecil. Malam hari, baru airnya lancar. Jika pakai pompa air, masyarakat yang berada di ujung, tidak bisa mendapatkan air. Mereka yang di ujung, sudah mencoba menggunakan pompa. Namun air tetap tidak bisa keluar. Mengatasi persoalan ini, PDAM harus adil. PDAM harus membebaskan biaya beban yang dibayar setiap bulan, apabila air PDAM tidak mengalir di rumah pelanggan.
Persoalan infrastruktur lainnya yaitu tidak adanya embung air. Krisis air bersih akan semakin kritis saat musim kemarau. Kualitas air yang tidak bisa diminum, jadi persoalan. Instrusi air laut menyebabkan air terasa payau. Minimnya infrastruktur untuk pengolahan air, menyebabkan PDAM tidak maksimal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, terutama saat kemarau. Pengaduan terhadap PDAM pun semakin banyak.
Mengatasi persoalan infrastruktur PDAM tidak bisa dalam waktu cepat. Butuh investasi yang besar dan dukungan anggaran yang besar pula. Satu sisi PDAM mencari laba untuk menyumbang pendapatan daerah. Di sisi lain, PDAM harus menjalankan fungsi sosialnya. PDAM berada dalam dilema, apalagi menaikkan tarif. Adanya kenaikan tarif ini, tentu ujungnya adalah peningkatan kualitas layanan air minum. Biaya produksi, pemeliharaan dan investasi, membutuhkan dana yang tidak sedikit. Namun jika tidak diiringi dengan kenaikan tarif, maka PDAM akan bergerak lambat. Menaikkan tarif, apalagi kala pandemi ini, bukan pilihan tepat. Oleh sebab itu, PDAM perlu dukungan pemerintah daerah maupun pusat, melalui subsidi, penyertaan modal maupun bantuan pembangunan embung untuk suplai air baku. PDAM sendiri mengalami persoalan seperti kebocoran air hingga minimnya catchment area. Rata-rata PDAM masih tinggi tingkat kebocoran airnya. Ini dikarenakan banyaknya jaringan pipa yang sudah dimakan usia.
Kedua, sikap layanan petugas. Keluhan masyarakat mengenai sikap layanan seperti petugas yang bersikap ketus, tidak ramah, minim informasi hingga pelayanan yang berbelit-belit, turut menyumbang keluhan terhadap PDAM. Sebagai contoh, petugas memutus sambungan PDAM tanpa pemberitahuan ke pemilik rumah. Saat pemilik tidak berada di rumah, petugas membongkar meter PDAM. Pemutusan ini tanpa surat pemberitahuan. Masyarakat bersedia menyelesaikan kewajibannya, membayar tagihan. Namun tidak diberi kesempatan, meter PDAM langsung dibongkar. Sikap petugas ini, cenderung menempatkan masyarakat sebagai objek pelayanan. Tidak ada ruang negosiasi yang diberikan.
Ada juga laporan masyarakat mengenai tagihan PDAM yang tiba-tiba melonjak. Namun petugas tidak bisa menjelaskan secara komprehensif. Petugas tidak bisa menjelaskan penyebab kenaikan tagihan. Apakah disebabkan kebocoran atau meter PDAM yang tidak akurat, karena lama tidak ditera. Selain itu, sikap abai terhadap pengaduan yang disampaikan hingga memarahi pengguna layanan. Sikap layanan ini, jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat kepada PDAM.
Mengelola Aduan
Di era teknologi seperti sekarang, penggunaan media sosial tidak hanya terbatas pada interaksi antarwarganet. Namun, masyarakat banyak menggunakan media sosial untuk menumpahkan kekesalannya terhadap sebuah persoalan. Begitu juga dengan instansi pelayanan publik, yang menggunakan media sosial untuk menyosialisasikan kegiatan, media informasi dan interaksi dengan pengguna layanan. Tidak jarang, media sosial juga dijadikan sebagai wadah pengaduan. Media sosial sebagai sarana pengaduan yang digunakan oleh penyelenggara pelayanan publik, akan berdampak negatif dan menimbulkan citra buruk terhadap lembaga tersebut, jika pengaduan yang disampaikan masyarkat tidak ditanggapi secara cepat dan tepat.
Di Medsos, jamak kita temui, keluhan masyarakat tidak direspons. Misalnya, ada perbaikan pipa distribusi yang diunggah di Instagram. Komentar miring masyarakat terhadap PDAM semakin menjadi, hanya berisi hujatan, manakala tidak ditanggapi. Oleh karenanya, harus ada admin khusus yang mengelola medsos tersebut. Pengelola harus berkompeten dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat. Jika tidak ada pengelola yang berani online 24 jam, maka sebaiknya jangan menjadikan medsos sebagai sarana pengaduan. Arahkan masyarakat untuk melaporkan ke nomor pengaduan khusus, yang dikelola oleh petugas khusus pula. Tujuannya agar laporan masyarakat tersebut terarah, jelas identitasnya dan tervalidasi dengan baik.
Keluhan paling banyak mengenai distribusi air yang terhenti. Ini juga harus dikelola dengan baik. Penyampaian informasi ke masyarakat melalui medsos maupun melalui grup aplikasi percakapan, bisa digunakan. Seringkali distribusi air mati total, tanpa adanya pemberitahuan kepada masyarakat. Memang ada kondisi-kondisi tertentu yang tidak bisa diprediksi, selain pemeliharaan rutin. Ketika layanan air PDAM terhenti karena pecahnya pipa distribusi secara mendadak, misalnya. Kondisi ini juga harus direspons secara cepat dengan menyediakan layanan pengiriman air bersih ke warga. PDAM harus menyediakan hotline pengaduan per wilayah. Karena seringkali, nomor pengaduan yang disediakan tidak bisa diakses. Lantaran banyaknya pesan yang masuk. Layanan-layanan vital seperti fasilitas kesehatan harus diutamakan. Jangan sampai ada kejadian di rumah sakit, yang air yang berhari-hari tidak jalan. Sementara PDAM tidak mengirimkan tangki air bersih ke rumah sakit tersebut. Bisa dibayangkan, kalau rumah sakit tanpa air bersih dalam beberapa hari.
Sikap petugas di front office menentukan kualitas pelayanan. Banyak petugas yang langsung berhadapan dengan masyarakat, sering salah memberikan informasi. Sikapnya tidak ramah, ketus, tidak murah senyum. Petugas juga sering memberikan informasi yang berbelit. Tidak memahami prosedur pelayanan. Akibatnya, masyarakat harus bolak-balik, karena ada misinformasi yang diberikan. Bahkan ada instansi yang hanya menempatkan anak magang di depan. Sehingga ketika masyarakat bertanya mengenai persyaratan layanan, mereka tidak tahu. Mereka harus tanya ke petugas yang lain. Oleh karenanya, penting untuk memberikan pelatihan peningkatan SDM kepada petugas front office, termasuk petugas pengelola aduan.
Masyarakat sekarang sudah kritis. Jadi tidak bisa seenaknya petugas bersikap tidak sopan. Penyelenggara harus menempatkan petugas yang berkompeten, dan bersikap ramah terhadap masyarakat. Mengenai hal ini, sudah diatur dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayan Publik.
Layanan air bersih merupakan pelayanan dasar. Masyarakat tidak bisa memilih atau berpindah ke perusahaan air minum yang lain. Oleh karena itu, PDAM harus memberikan pelayanan yang optimal. Mulai dari distribusi air yang lancar hingga kualitas air yang dihasilkan.
Masyarakat juga harus adil terhadap PDAM. Ketika tarif air dinaikkan, tentunya ini harus dipahami untuk meningkatkan pelayanan. Untuk menutupi biaya produksi dan pemeliharaan jaringan. Beda halnya, ketika tarif air sudah dinaikkan, namun pelayanannya masih buruk. Maka silakan kritik, jika air PDAM tidak mengalir!
Sopian Hadi, S.H., M.H.
Asisten Ombudsman RI Perwakilan Kalsel