Memperjuangkan Identitas di Tapal Batas
Tahun 2021, terbesit ide dari Perwakilan Ombudsman RI Kalsel untuk melangkah lebih jauh, menjelajah daerah yang mungkin tidak pernah terjangkau oleh Ombudsman selama ini. Daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) ini menjadi target "destinasi" Ombudsman Kalsel tahun 2021.
Daerah perbatasan, antara Kalsel-Kaltim dan antara Kalsel Kalteng, menjadi salah satunya. Tujuannya satu, Ombudsman ingin mendengar isu layanan publik apa saja yang dikeluhkan oleh masyarakat di daerah 3T, sehingga Ombudsman bisa menjadi penyambung lidah, antara rakyat dengan pemerintah. Harapannya, ada perubahan yang signifikan dan dapat dirasakan manfaatnya oleh banyak orang, dengan hadirnya Ombudsman di tengah-tengah masyarakat.
Tidak hanya kesiapan mental, kesiapan fisik juga diperlukan oleh Insan Ombudsman dalam menempuh perjalanan ke daerah 3T yang tidak mudah dan memerlukan waktu yang panjang. Namun, di balik perjalanan yang panjang, terdapat suguhan pemandangan alam yang indah, yang membuat Insan Ombudsman kagum akan indahnya lukisan sang pencipta.
Tidak banyak warga yang bisa didapati di daerah perbatasan, bahkan layanan pemerintah sudah senyap di jam-jam setelah makan siang, kondisi yang berbanding terbalik dengan padatnya aktivitas di pusat kota.
Di kantor desa, sekolah, layanan kesehatan, bahkan sekedar duduk di warung sambil menikmati segarnya es kelapa muda dan mie rebus di sepanjang pantai Kotabaru, Ombudsman berusaha menggali informasi layanan publik dari segala aspek masyarakat.
Salah satu isu layanan publik yang menarik untuk bisa segera ditindaklanjuti adalah isu soal kartu indentitas. Tidak bisa dipungkiri bahwa semakin jauh suatu daerah dari pusat kota, semakin sedikit perhatian yang tercurahkan oleh pemerintah. Secara visual, hal ini bisa kita lihat dari kondisi fisik bangunan layanan pemerintahan yang tidak standar, serta fasilitas, sarana dan prasarana umum yang tidak standar.
Banyak faktor memang, bisa jadi karena ketidaktahuan pemerintah akan kebutuhan masyarakat di daerah 3T, atau bisa jadi pemerintah sebenarnya mengetahui namun memiliki keterbatasan baik dari segi tenaga SDM maupun keterbatasan dari segi anggaran. Atau tahu, tapi tidak mau tahu karena dianggap bukan prioritas. Semoga saja tidak.
Negara pada hakikatnya berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan status kependudukan bagi setiap warga negara. Artinya negara wajib memberikan layanan tersebut tanpa ada tawar-menawar. Namun, di hampir seluruh daerah 3T, isu soal sulitnya mengurus KTP masih menjadi problem yang lumrah terjadi.
Belum lagi jika bermunculan petugas-petugas "nakal" yang memanfaatkan buruknya keadaan layanan dengan memasang tarif terhadap jasa pengurusan administrasi kependudukan. Bukan tanpa alasan, jauhnya akses menuju pusat kota dijadikan alasan beberapa oknum untuk memungut biaya dalam mengurus kartu identitas. Akhirnya tidak ada pilihan bagi masyarakat. Bayar atau tidak terlayani.
Memiliki KTP sebagai pengakuan negara akan identitas seseorang sebagai warga negara sangat penting. Hampir semua akses layanan publik milik pemerintah sampai akses layanan publik pada sektor swasta memerlukan KTP. Layanan kesehatan, layanan pendidikan, layanan administrasi pertanahan, layanan kepolisian, layanan pajak semua memerlukan KTP.
Isu menarik lainnya soal kartu identitas di perbatasan adalah dilematik warga dalam memilih domisili. Belum habis soal sulitnya mengurus KTP, muncul perasaan dilema dalam memilih domisili. Tinggal di daerah perbatasan tentu besar kemungkinan masyarakat terpancing untuk menjadi warga masyarakat daerah tetangga. Apalagi jika diiming-imingi dengan fasilitas yang lebih mudah dan murah. Contohnya saja kemudahan akses kesehatan, kemudahan akses pendidikan, dan kemudahan akses adminstrasi.
Berangkat dari problem soal identitas yang dirasa sangat krusial untuk segera ditindaklanjuti, Perwakilan Ombudsman Kalsel telah melakukan koordinasi dengan tiap-tiap Disdukcapil di daerah, guna memberikan saran korektif perbaikan. Salah satunya agar membentuk UPT Disdukcapil yang ditempatkan di tiap-tiap kantor Kecamatan serta memberikan tugas pembantuan kepada tiap kantor Desa dalam pengurusan administrasi kependudukan, atau menyediakan mobil layanan keliling yang terjadwal untuk memberikan pelayanan pada seluruh desa.
Selain itu, terhadap oknum petugas yang memanfaatkan keadaan dengan memasang tarif, agar segera ditindaklanjuti dengan melakukan pengawasan dan penindakan, serta menjalankan layanan sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan agar masyarakat terhindar dari pungli.