Memahani Kapasitas Ombudsman Sebagai Lembaga Pengawas Pelayanan Publik
Berbicara tentang pelayanan publik selalu identik dengan kebutuhan dan kepentingan khalayak ramai, dimana dalam hal ini negara berkewajiban untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat berkaitan dengan pelayanan publik. Begitu pentingnya profesionalisme dalam pelayanan publik, pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan suatu kebijakan Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang perlu ditaati oleh setiap penyelenggara pelayanan publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat berdasar prinsip-prinsip yang diantaranya mencakup kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan, tanggung jawab, kelengkapan sarana dan prasarana, kemudahan akses, kedisiplinan, kesopanan, keramahan, dan kenyamanan.
Sejalan dengan adanya peraturan-peraturan tersebut tentu perlu adanya pengawasan secara eksternal untuk mengontrol penyelenggara pelayanan publik dalam memberikan pelayanan secara efektif. Diketahui dalam penyelenggara pemerintahan, pengawasan merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan, pengawasan dalam penyelenggaraan pelayanan publik harus dilakukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui efektifitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat pengakses pelayanan publik. Sehingga pada akhirnya mampu meningkatkan daya saing antarinstansi penyelenggara pelayanan publik dengan memperhatikan sikap untuk melayani, keterbukaan dan kedisiplinan. Karena alasan inilah Ombudsman Republik Indonesia hadir sebagai lembaga yang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh instansi/organisasi yang diberi kewenangan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Tupoksi pengawasan Ombudsman sangat erat kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan, dimana dalam suatu negara sistem pemerintahan dimulai dari daerah hingga pusatlah yang mendominasi kewajiban-kewajiban untuk dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat. Maka dari itu Ombudsman Republik Indonesia juga disebut sebagai pengawas eksternal sebagai wujud amanat Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yang secara operasional bertugas mencegah maladministrasi, menyelesaikan laporan masyarakat dan mengadakan pengawasan pelayanan publik. Kemudian setelah di terbitkannya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menjadikan tugas dan fungsi Ombudsman semakin bertambah luas. Secara sederhana, kewenangan pengawasan yang dimaksud untuk memberikan masukan dan tindakan korektif bagi penyelenggara pelayanan publik yang terbukti melakukan tindakan maladministrasi.
Terdapat tiga jenis pengawasan yang dilakukan Oleh Ombudsman Republik Indonesia, yaitu pengawasan secara preventif, represif dan umum. Pengawasan preventif merupakan pengawasan yang dilakukan sebelum pelaksanaan. Sedangkan pengawasan represif merupakan pengawasan yang dilakukan setelah kegiatan tersebut dilaksanakan. Secara umum pengawasan dilakukan dalam sebuah proses aktifitas penyelenggara negara dalam memberikan pelayanan yang melihat dari sisi pelaksanaan dan peraturan yang berlaku. Pengawasan preventif adalah kegiatan pencegahan yang tujuannya memberikan edukasi kepada masyarakat untuk berperan aktif mengawasi penyelenggara negara.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam bentuk sosialisasi secara terbuka ini diharapkan dapat memberikan pemahaman masyarakat akan tugas dan fungsi Ombudsman serta mengajak masyarakat agar berani melaporkan atau menyampaikan keluhan terkait pelayanan publik yang buruk. Dalam pelaksanaannya, sosialisasi dilaksanakan secara dua arah, yakni kepada penyedia layanan publik (pemerintah) dan kepada penerima layanan publik (masyarakat). Salah satu program yang dijalankan untuk mengedukasi masyarakat misalnya seperti kegiatan partisipasi masyarakat dengan melaksanakan Training of Trainer (ToT) kepada Komunitas Dangsanak (Sahabat) Ombudsman. Melalui kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pemahaman Dangsanak Ombudsman terkait peran masyarakat dalam pengawasan pelayanan publik serta tata cara menyebarluaskan pengetahuan terkait Ombudsman, maladministrasi, dan pelayanan publik.
Pengawasan represif berorientasi kepada laporan pengaduan masyarakatyang berasal dari laporan atau keluhan langsung dari masyarakat dan laporan pengaduan yang dilakukan secara mandiri yang disebut dengan laporan investigasi inisiatif. Dalam rangka mendekatkan dan memudahkan akses masyarakat, dalam hal ini Ombudsman melaksanakan kegiatan jemput bola yaitu kegiatan Penerimaan dan Verifikasi Laporan (PVL), Ombudsman Ngantor di Luar.
Unit PVL memiliki tugas khusus untuk melakukan penerimaan dan verifikasi terhadap laporan yang masuk ke Ombudsman. Verifikasi dimaksud berupa verifikasi formil dan materiil. Setelah itu, dilanjutkan ke tahap rapat pleno perwakilan untuk menentukan kelayakan penerimaan atau penolakan terhadap laporan masyarakat. Laporan yang telah memenuhi syarat formil dan materiil kemudian ditindaklanjuti oleh Unit Pemeriksaan (Riksa). Selain melakukan pengawasan refresif, Perwakilan Ombudsman Lampung juga melakukan pengawasan secara umum.
Pengawasan secara umum misalnya dengan melaksanakan Penilaian Kepatuhan di seluruh Kabupaten/Kota serta Pemerintah Provinsi Lampung. Pengawasan ini memantau dan menilai secara langsung penyelenggara negara dalam melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan memperhatikan fasiliats-fasilitas penunjang dalam pelaksanaan Pelayanan Publik.
Januar Bil Huda, Mahasiswa Magang FISIP Universitas Lampung Angkatan 2018
didampingi oleh Risqa Tri Oktaviani PNS Perwakilan Ombudsman RI Lampung