Melindungi, Tapi Tidak Terlindungi
Melindungi,
tapi tidak terlindungi, begitulah perasaan Pak Min ketika menyampaikan
keluhannya ke Perwakilan Ombudsman RI kalimantan Selatan. ia nampak sedikit frustasi
wajahnya begitu lelah, langkahnya juga sedikit gontai, sudah selama sebulan ini, ia berkeluh-kesah tentang nasibnya sebagai salah satu petugas satuan pelindung
masyarakat (Satlinmas) di Kota Banjarmasin
Baginya bekerja sebagai Satuan pelindung masyarakat merupakan keterpanggilan jiwa untuk menolong warga di saat musibah bencana melanda, apalagi ketika di awal tahun 2021 saat Kalimantan Selatan, termasuk Kota banjarmasin terdampak musibah Banjir besar dalam sejarah.
Sebagai satuan yang bertugas untuk membantu penanganan penanggulangan bencana alam di Wilayah Kota Banjarmasin, ia dan rekan-rekannya berjibaku memberikan pertolongan kepada sejumlah warga, atau membersihkan sisa-sisa sampah akibat air banjir di sudut-sudut gang. Sampai mengorbankan waktu bersama keluarga dan keselamatan pribadi sebab pekerjaanya menunut Pak Min harus bekerja tanpa kenal lelah dan waktu terkadang sampai tengah malam atau bangun di subuh buta.
Semua itu dilakukannya dengan semangat mengabdi dan memang sudah menjadi misi tugas yang harus dia laksanakan dengan tanggung jawab. Akan tetapi, semuanya yang dia lakukan nampak "sia-sia" baginya sebab, sudah hampir 3 bulan ini upah atas hasil jerih payah itu belum juga terbayarkan oleh pihak pemerintah Kota.
Baginya kondisi Covid 19 dan situasi ekonomi yang tak menentu menjadikan situasi sangat sulit ditambah rumitnya mencari pekerjaan tambahan di luar pekerjaannya, akhirnya ia hanya bisa berharap dari pekerjaannya sebagai tenaga Satlinmas.
Dalam keluhannya ke Ombudsman, Pak Min melaporkan penundaan berlarut atas belum dibayarkannya upah/gaji anggota Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlinmas) oleh Pemerintah Kota . padahal ia sudah bersungguh melindungi tetap tapi hak-haknya seolah tak di lindungi
Dalam uraian laporannya ia beserta anggota Satlinmas Kecamatan Banjarmasin Barat yang berjumlah total 55 orang, serta keseluruhan anggota Satlinmas Kota Banjarmasin, belum mendapatkan upah/gaji sejak bulan Januari s.d Maret 2021. Padahal upah/gaji yang ia dapat beserta rekannya hanya Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah). Perbulan, bagi mereka yang mampu uang lima ratus ribu rupiah bisa jadi sangat sedikit. Tapi, bagi Pak Min uang itu adalah penyambung hidupnya bersama keluarga.
Dengan uang penghasilan itulah. ia memenuhi kebutuhan keluarganya, yang sangat sederhana. Namun apa dikata, sudah tiga bulan, kejelasan atas upah/gajih itu tidak kunjung tiba. Skhirnya dengan langkah berat Pak Min mendatangi Ombudsman Kalimantan Selatan. Dan berharap lembaga pengawas ini bisa membantu .
Merespon keluhan Pak Min Tim Pemeriksaan Ombudsman Kalsel langsung meminta Klarifikasi baik dengan Kepala Satpol PP Banjarmasin maupun Kepala BAKEUDA untuk menggali keterangan dan informasi mengenai laporan yang disampaikan serta melakukan telaah atas dokumen dan peraturan perundang-undangan, sebagaimana objek atau substansi laporan yang disampaikan.
Ombudsman Mendapatkan penjelasan bahwa sistem penggajian atau pembayaran honor bagi satlinmas di kota Banjarmasinmenggunakan mekanisme di BAKEUDA Kota Banjarmasin, sebab posisi Satlinmas bukan dalam kategori PNS atau P3K (ASN) sebagaimana peraturan perundang-undangan sehingga mekanisme pembayaran menyesuaikan dengan kebijakan anggaran di internal pemerintah Kota Banjarmasin
Padahal sistem penggajian dan tunjangan, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau honor berhak menerima gaji dan tunjangan dari pemerintah berdasarkan beban kerja, tanggung jawab jabatan dan resiko pekerjaan.
Untuk itu, dengan segala argumentasi hukum dan tindaklanjut, Ombudsman meminta secepatnya ada solusi dari pemerintah Kota Banjarmasin dan Pak Min serta rekan-rekannya bisa segera mendapatkan hak-haknya. Meski diketahui penyebab utama terjadinya penundaan berlarut tersebut, di karenakan kebijakan kebijakan Pemko memberlakukan sistem transfer langsung kepada rekening masing-masing petugas Honor, Hal ini dilakukan agar proses lebih cepat, akuntabel dan transparan.
Tanpa memakan waktu lama akhirnya yang dinanti-nanti itu tiba. Pak Min dengan wajah tersenyum datang ke Ombudsman dan menyampaikan Bahwa Upah/gajihnya telah ia terima selama 3 bulan tersebut,
Ia tak bisa berkata-kata dan tak menyangka, bahwa dengan melaporkan ke Ombudsman kekecewaannya selama ini bisa di berakhir, bahkan kepada tim Ombudsman Pak Min menyampaikan apresiasi yang luar biasa, sebab bukan hanya karena tak di pungut biaya, tetapi Ia merasa diperlakukan seperti manusia seutuhnya, saat berinteraksi dan dilayani oleh asisten Ombudsman.
Tanpa di minta Pak Min menyampaikan testimoni terimakasihnya ke Ombudsman, baginya lembaga ini harusnya terus diperkuat dan mendapat dukungan rakyat luas, sebab di tengah kesulitan seperti saat ini, masih ada lembaga negara yang terus konsisten mengawasi pelayanan publik yang menurutnya masih penuh problem disana sini.
Bagi Ombudsman, masalah yang dialami oleh Pak Min adalah sekelumit cerita kondisi pelayanan publik kita di Indonesia, masih banyak lagi kisah-kisah menarik dari para korban maladministrasi pelayanan publik.
Sudah saatnya pelayanan publik bukan hanya menjadi jargon dan "lipstik" politik. Sudah saatnya penyelenggara dan abdi negara memahami tugas-tugas sejatinya yakni melayani rakyat sebagaimana sumpahnya. Melindungi tanpa diskriminasi. Mengabdi untuk negeri, melayani sepenuh hati.(MF)