Mediator Tak Boleh Lalai Dalam Pelaksanaan Prosedur

Kali ini Pelapornya adalah badan hukum, yang berbentuk Perusahaan Terbatas. Di tahun 2021, pelapor yang merupakan badan hukum hanya satu. Sangat jarang klasifikasi pelapornya badan hukum. Paling banyak laporan dari korban langsung yang mengalami dugaan maladminisrasi. Persyaratan formil bagi badan hukum yang melapor ke Ombudsman RI, harus melampirkan dokumen tambahan seperti Akta Pendirian Perusahaan.
Perusahaan ini melaporkan dugaan penyimpangan prosedur salah satu Dinas Tenaga Kerja yang ada di Kalimantan Selatan. Keluhan yang dilaporkan soal penerbitan Anjuran Perselisihan Hubungan Industrial antara perusahaan milik Pelapor dengan mantan karyawan. Anjuran diduga dikeluarkan tanpa adanya pemanggilan atau undangan kepada Pelapor.
Ceritanya bermula ketika awal Juni 2021, Pelapor menerima surat elektronik dari Terlapor, dengan melampirkan dokumen berupa Risalah Mediasi dan Anjuran. Risalah mediasi yang dikirimkan tersebut hanya memuat pendapat pekerja. Sedangkan pendapat perusahaan dicantumkan tidak hadir. Pelapor bingung, perusahaan tidak pernah menerima undangan mediasi, baik melalui WhatsApp, telepon atau surat elektronik. Namun tiba-tiba, Anjuran sudah dikeluarkan.
Atas surat itu, Pelapor menolak hasil mediasi dan Anjuran dengan alasan hanya pendapat satu pihak yang didengar, tanpa mendengar pihak Perusahaan. Dinas Tenaga Kerja kemudian mengundang Pelapor untuk mediasi kedua. Pelapor menerima undangan mediasi yang kedua itu. Tapi Pihak Pelapor menolak undangan hadir, karena Anjuran telah diterbitkan.
"Sudah terlambat, saya keberatan dan kecewa,"Â kata Pelapor. Mestinya sebelum mengeluarkan Anjuran, seharusnya dilakukan pemanggilan para pihak yang berselisih, minimal tiga kali pemanggilan.
Dengan melapor ke Ombudsman, ia berharap agar Mediator, diberikan sanksi atau tindakan tegas atas Surat Anjuran yang dikeluarkan terburu-buru, dan tidak sesuai dengan prosedur.
Tim Pemeriksa melakukan pemeriksaan dokumen, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Dokumen (LHPD), terdapat dugaan maladministrasi dalam laporan tersebut. Ada ketentuan yang dilanggar oleh Terlapor, dalam hal ini mediator di Dinas Tenaga Kerja.
Ketentuan prosedur itu merujuk pada Pasal 13 ayat (4) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pengangkatan Dan Pemberhentian Mediator Hubungan Industrial Serta Tata Kerja Mediasi, yang menyatakan bahwa"Dalam hal para pihak telah dipanggil secara patut dan layak sebanyak 3 (tiga) kali ternyata pihak termohon tidak hadir, maka Mediator mengeluarkan anjuran tertulis berdasarkan data yang ada".
Selanjutnya, pada Pasal 21 ayat (2), menyebutkan"Dalam hal Mediator tidak melakukan tugas dan kewajibannya, Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Provinsi atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota dapat memberikan teguran lisan dan teguran tertulis".
Menindaklanjuti laporan ini, Tim Pemeriksa meminta penjelasan secara tertulis kepada Dinas Tenaga Kerja. Surat Permintaan klarifikasi dijawab. Namun, dari jawaban yang disampaikan oleh Dinas Tenaga Kerja, belum menyentuh substansi laporan.
Tidak puas dengan jawaban ini, Tim Pemeriksa meminta penjelasan secara langsung kepada Dinas Tenaga Kerja. Poin yang disampaikan, ada prosedur yang dilanggar oleh mediator, jika merujuk pada Permenakertrans RI No. 14 Tahun 2014.
Dinas Tenaga Kerja menjelaskan, panggilan pertama mediasi dikirimkan melalui surat elektronik. Namun, petugas pengirim tidak mengecek lagi, apakah surat tersebut sudah terkirim atau tidak.
Atas hal itu, Tim Pemeriksa menyimpulkan telah terjadi maladministrasi dalam laporan tersebut. Semestinya, sebelum Anjuran Tertulis dikeluarkan, maka para pihak yang berselisih hubungan industrial, maka pemanggilan mediasi harus dilakukan secara patut sebanyak 3 kali. Jika perusahaan tidak hadir, maka bisa mengeluarkan Anjuran.
Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan menerima Surat Klarifikasi lanjutan dari Dinas Tenaga Kerja. Pada intinya, Kepala Dinas Tenaga Kerja telah memberikan sanksi administratif berupa Surat Teguran Tertulis kepada mediator yang bertanggung jawab.
Sanksi tersebut diberikan, karena mediator telah lalai dalam pelaksanaan prosedur administrasi yang tidak sesuai ketentuan Pasal 13 ayat (4) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator Hubungan Industrial Serta Tata Kerja Mediasi.
Laporan ini bisa jadi pelajaran bagi mediator dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Jangan sampai salah prosedur, karena bisa merugikan salah satu pihak. Mediator harus netral, jika salah prosedur, mediator bisa kena tegur. (SH)