Maklumat Pelayanan: Antara Cita dan Realita
Maklumat pelayanan, adalah salah satu poin penilaian kepatuhan standar pelayanan publik sebagaimana UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang dilakukan Ombudsman RI. Jika merujuk pada Pasal 22 Ayat (1) UU Pelayanan Publik, mengamanahkan penyelenggara untuk menyusun dan menetapkan maklumat pelayanan, yang merupakan pernyataan kesanggupan penyelenggara dalam melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan". Lebih lanjut dalam ayat (2) ditegaskan bahwa Maklumat Pelayanan wajib dipublikasikan secara jelas dan luas. Dalam Peraturan Pemerintah No.96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, maklumat pelayanan diartikan sebagai pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan rincian kewajiban dan janji yang terdapat dalam standar pelayanan. Maklumat pelayanan dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban dan janji penyelenggara layanan, kepada masyarakat sebagai pengguna layanan, untuk melaksanakan standar pelayanan yang telah ditetapkan penyelenggara layanan.
Jika dilihat dari tujuannya, tentu saja tujuan disusun, ditetapkan, dan dipublikasikannya maklumat pelayanan, adalah untuk "membukukan" komitmen penyelenggara layanan, agar melaksanakan tugasnya sebagai penyelenggara layanan dengan baik, dan sesuai standar yang telah ditetapkan. Dan menanamkan komitmen dalam diri, jika tak menyelesaikan dengan baik dan sesuai standar, maka ia bukan penyelenggara layanan yang baik karena telah mengingkari janji yang termuat dalam maklumat layanannya. Tak hanya itu, jika dilihat tujuan eksternalnya, publikasi menyebarluaskan komitmen penyelenggara layanan kepada pengguna layanan, juga akan memberikan jaminan dan rasa aman kepada pengguna layanan, saat tengah mengakses layanannya. Sehingga muncul kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara pelayanan. Lebih lanjut, masyarakat juga dapat menuntut, jika layanan yang diterimanya tidak sesuai dengan janji yang terpatri dalam maklumat layanan tersebut. Tentu hal ini adalah sebuat cita yang sangat mulia, dan dapat berkontribusi mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas. Selain itu, maklumat pelayanan juga sebagai sarana menciptakan pelayanan yang berkualitas, prima, transparan, cepat, mudah, dan terukur.
Namun, apakah janji dalam maklumat pelayanan tersebut selalu terwujud dalam pelayanan publik? Adakah kendala dalam menjalankan maklumat layanan tersebut? Dan bagaimana jika maklumat pelayanan tidak dijalankan? Adakah sanksi bagi penyeleggara layanan tersebut? Untuk menjawab tanda tanya tersebut, Penulis ingin mengajak pembaca berdiskusi melalui tulisan ini, realita penyimpangan terhadap maklumat layanan tentu bisa terjadi dalam praktek pelayanan publik. Hal ini ditunjukkan dari masih banyaknya masyarakat yang mengalami maladministrasi dalam layanan publik, dan berakhir melapor ke Ombudsman. Misalnya saja, lebih dari 190 (minggu kedua Desember 2021) laporan masyarakat yang disampaikan masyarakat ke Ombudsman Kalsel, sebagian besar terlihat tengah terjadi penyimpangan pada maklumat layanan. Justru yang mendominasi adalah layanan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan prosedur, bahkan berakhir terjadinya pungutan liar (pungli).
Terjadinya penyimpangan dari maklumat pelayanan, tentu akan berdampak bagi kualitas pelayanan publik, pelayanan publik yang tadinya mudah untuk diakses, menjadi sulit, karena ada oknum yang menyalahi maklumat layanan, misalnya tidak memproses berkas ajuan layanan administratif masyarakat, sehingga masyarakat merasa tidak ada kepastian dalam jangka waktu berapa lama layanan tersebut dapat diselesaikan. Lebih jauh, penyimpangan dari maklumat pelayanan juga akan mencederai upaya Reformasi Birokrasi yang sudah susah payah dibangun pemerintah, baik tingkat pusat dan daerah, terlebih lagi misalnya penyimpangan dalam bentuk permintaan imbalan uang/barang/jasa. Hal ini akan meruntuhkan pembangunan zona integritas yang telah dicanangkan pada instansi penyelenggara layanan tersebut. Dampak yang terburuk adalah menurunnya kepercayaan publik pada penyelenggara layanan.
Jika kita amati, mengapa dapat terjadi penyimpangan maklumat layanan, setidaknya ada dua kemungkinan. Pertama, dalam proses penyusunan dan penetapan maklumat pelayanan tidak melibatkan seluruh petugas layanan, baik dari level kepala hingga petugas keamanan. Dengan kata lain, maklumat pelayanan ditetapkan segelintir penyelenggara, bahkan bisa jadi maklumat layanan kemudian dibuat dalam rangka memenuhi kewajiban secara kasat mata, yang kemudian difigura dengan indah, dan dipajang di ruang pelayanan. Kedua, bahwa walaupun dalam proses penyusunan dan penetapan sudah melibatkan semua petugas, namun nilai-nilai dan arti setiap kata yang tertulis pada maklumat layanan belum terpatri dalam ingatan, tidak terinternalisasi dalam diri petugas. Sehingga dalam tataran penyelenggaraan layanan, masih ditemukan petugas yang tak menjalankan maklumat layanan, bahkan melenceng jauh dari konsep maklumat layanan yang telah ditetapkan.
Lantas apa yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan maklumat pelayanan? Yang pertama harus dilakukan adalah meninjau ulang proses penyusunan maklumat pelayanan. Tentunya harus melibatkan semua lapisan penyelenggara, mulai dari pimpinan, hingga petugas keamanan. Selanjutnya setelah melakukan penyusunan secara bersama, harus dilakukan proses internalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam maklumat pelayanan tersebut, dalam artian seluruh lapisan dalam instansi penyelenggara harus mengetahui apa yang menjadi tugasnya, dan apa saja yang menjadi standar layanan yang telah ditetapkan. Jangan karena tidak mengerti apa saja yang masuk dalam standar pelayanan layanan, menjadi alasan terhadap perilaku yang menyimpangi maklumat pelayanan. Dan setelah proses internalisasi nilai-nilai maklumat pelayanan tersebut dilakukan, perlu melakukan publikasi dalam berbagai bentuk, baik menempatkan maklumat layanan di ruang pelayanan, juga mempublikasikan maklumat layanan pada sarana informasi instansi penyelenggara, misalnya website resmi, ataupun media sosial.
Harapannya, dengan semakin banyaknya instansi penyelenggara yang menerapkan dan menjalankan dengan penuh tanggung jawab maklumat layanan tersebut, akan membantu dan berkontribusi besar untuk kemajuan pelayanan publik. Jalan mewujudkan pelayanan publik berkelas duniapun, sebagaimana visi pemerintah dalam upaya menjalankan reformasi birokrasi, dapat terwujud merata di semua instansi penyelenggara pelayanan publik di Indonesia. Sebagai upaya akhir untuk mencegah terjadinya penyimpangan berulang terhadap maklumat pelayanan, perlu diberikan sanksi tegas bagi oknum penyelenggara yang melakukan penyimpangan tersebut, agar tidak menjadi contoh buruk dalam proses penerapan maklumat pelayanan. Baik pada instansi tersebut ataupun di instansi lainnya.
Zayanti Mandasari
Asisten Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Selatan