• ,
  • - +

Artikel

Layanan Kepolisian di NTT dan Rapor Penilaian Ombudsman
• Jum'at, 26/01/2024 •
 
Kepala Perwakilan Ombudsman RI , Darius Beda Daton, S.H.


Layanan Kepolisian dan Rapor Penilaian Ombudsman

Oleh: (Darius Beda Daton, Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT)

 

Kita semua tentu pernah merasakan layanan polisi saat berurusan dengan loket-loket pelayanan publik di lingkungan Polri seperti pelayanan laporan polisi pada Sentra Pelayanan Kepolsian Terpadu (SPKT), pelayanan penyidikan perkara pada Direktorat Reserse Kriminal (Reskrim), pelayanan SIM dan STNK pada Direktorat  Lalu Lintas dan pelayanan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dan sidik jari pada Direktorat Intelkam. Aneka keluhan dialami para pengguna layanan Polri pada seluruh loket tersebut.  Data laporan masyarakat NTT yang disampaikan ke Kantor Ombudsman RI Perwakilan NTT dalam kurun waktu 5 tahun terakhir menujukan institusi Polri khususnya Polda NTT dan jajaran Polres selalu menempati posisi 3 besar institusi yang paling banyak dilaporkan masyarakat. Naik turunnya jumlah komplain terkait layanan polisi ini mungkin saja terjadi karena anggota polisi memang melakukan tugas pelayanan di mana-mana. Mulai dari polisi lalu lintas di jalan raya hingga petugas polisi yang bertugas administratif pada loket-loket pelayanan di kantor polisi di Polres hingga Polsek dan Polsubsektor di tingkat kecamatan dan desa.

 

Keluhan Layanan Polri

Direktorat Reserse Kriminal (Reskrim) dan Direktorat Lalu Lintas (Lantas) adalah direktorat yang paling sering dikeluhkan. Padahal kedua direktorat ini dapat dikatakan sebagai etalase Polri. Artinya baik buruknya persepsi publik tentang layanan Polri sangat tergantung pada kinerja kedua direktorat tersebut. Apa saja substansi laporan yang kerap dikeluhkan masyarakat NTT?  Pertama:  penundaan berlarut dalam proses penanganan laporan polisi pada tahapan penyidikan tindak pidana. Kedua: Tidak menyampaikan perkembangan hasil penyelidikan/penyidikan kepada pelapor (SP2HP) sebagaimana diatur dalam Perkapolri Nomor: 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana. Ketiga: Pungutan pelayanan SIM dan STNK yang tidak sesuai dengan ketentuan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Polri sebagaimana diatur dalam PP No. 76 Tahun 2020. Keempat: Penambahan objek pungutan baru yang tidak termasuk komponen pungutan PNBP Polri sebagaimana diatur dalam PP No. No. 76 Tahun 2020 dalam penerbitan Surat Keterangan Tanda Lapor (SKTL) khusus kendaraan plat luar. Meski jajaran Polda dan Polres se-NTT selalu menduduki rangking laporan tertinggi, respon atau tanggapan terhadap berbagai komplain tersebut dilakukan dengan cepat. Bagian Pengaduan Masyarakat (DUMAS) Itwasda Polda dan kasie pengawasan Polres se-NTT dengan cepat merespon berbagai pengaduan masyarakat dimaksud. Hal ini sangat positif dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat pada institusi Polri. Kita berharap Polri terus-menerus berupaya meningkatkan pelayanan publik agar lebih mudah, murah, cepat dan transparan bagi masyarakat. Meski demikian tentu tidak bijaksana jika kita menuntut polisi berubah secara sepihak. Banyak aspek harus ditata guna mengubah polisi menjadi lebih baik lagi antara lain kesejahteraan anggota, fasilitas pelayanan yang lebih memadai, jumlah personel mendekati rasio ideal, perbaikan rekrutmen anggota Polri dan tentu saja perilaku masyarakat yang bisa mendukung Polri agar menjadi lebih baik. Karena itu kepada seluruh anggota Polda NTT dan jajaran Polres agar tidak berkecil hati karena tingginya komplain tersebut. Jadikanlah komplain layanan Polri sebagai cemeti untuk lebih semangat lagi melayani.

Hasil Penilaian Polres se-NTT

Pada tanggal 14 Desember 2023 bertempat di Hotel Aryaduta Menteng Jakarta, Ombudsman RI menyerahkan piagam predikat kepatuhan tinggi kepada Polres se-Indonesia. Sebelum hasil penilaian diserahkan, tim Ombudsman NTT telah mengunjungi dan menilai 22 kantor pertanahan di 22 kab/kota se-NTT. Penilaian Kepatuhan standar pelayanan tahun 2023 dilakukan secara serentak selama periode bulan Juli - Oktober 2023 terhadap  25 kementrian, 14 lembaga, 34 pemerintah provinsi, 98 pemerintah kota dan 415 kabupaten yang menyelenggarakan produk administratif. Penilaian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara kepada penyelenggara layanan, wawancara masyarakat, observasi ketampakan fisik (tangible) dan pembuktian dokumen pendukung standar pelayanan. Hasil penilaian juga disinergikan dengan pelaksanaan produk pengawasan Ombudsman yaitu Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP), Laporan Hasil Analisis (LHA) dan Rekomendasi yang harus dilaksanakan oleh penyelenggara layanan sebagai upaya nyata perbaikan pelayanan publik. Hasil penilaian diklasifikasikan dengan menggunakan traffic light system hal mana zona merah untuk tingkat kepatuhan rendah, zona kuning untuk tingkat kepatuhan sedang dan zona hijau untuk tingkat kepatuhan tinggi. Adapun maksud penilaian ini adalah mendorong Polres untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik baik dari pemenuhan standar pelayanan, penyediaan sarana-prasarana, peningkatan kompetensi penyelenggara layanan hingga pengelolaan pengaduan.

Unit layanan yang dinilai di Polres adalah; unit lalu lintas/Satpas SIM, unit Intelkam dan SPKT. Hasil penilaian 21 Polres menunjukan satu Polres berada dalam zona merah atau Kualitas Rendah antara lain Polres Sabu Raijua dengan score 53.67. Score Polres Sabu Raijua ini mengalami penurunan dari tahun 2022 dengan score 63.37 atau berada di tingkat kepatuhan sedang di zona kuning. Polres Nagekeo yang pada tahun 2022 berada pada zona merah tingkat kepatuhan rendah dengan score 49.62, mengalami peningkatan kualitas pelayanan tahun 2023 dengan score 59.08 dan beralih ke zona kuning dengan tingkat kepatuhan sedang. Sayangnya, 6 Polres yang berada di zona hijau pada tahun 2022  dengan tingkat kepatuhan tinggi mengalami penurunan ke zona kuning dengan hanya menyisahkan Polres Manggarai yang tetap berada di zona hijau dengan kepatuhan tinggi dengan score 87.23. Polres yang mengalami penurunan tersebut adalah Polres Kupang Kota, Polres Sumba Timur, Polres Belu, Polres Lembata dan Polres Flores Timur. Yang patut diacungi jempol adalah Polres Manggarai. Polres Manggarai selama beberapa tahun berturut-turut meraih score tertinggi penilaian pelayanan publik. Tahun 2022 lalu, Polres Manggarai memperoleh score kualitas tertinggi kategori A dengan interval nilai 88.00-100.00 score 88.73. Hasil penilaian ini linear dengan statistik pengaduan masyarakat ke Ombudsman NTT selama dua tahun terakhir yang mencatat Polres Manggarai zero complain. Pun demikian pengaduan masyarakat ke Itwasda Polda NTT terkait layanan Polres Manggarai yang terkonfirmasi minim komplain. Adapun Polres yang belum memperoleh score penilaian tinggi dan tertinggi disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut, pertama; sebagian Polres belum menyajikan informasi standar pelayanan secara elektronik baik itu melalui laman resmi Polres maupun maupun media elektronik lain, termasuk sosial media. Kedua; sebagian Polres belum memiliki standar pelayanan atas jenis layanan yang diselenggarakan. Ketiga; sebagian Polres belum memiliki sarana dan sistem pelayanan bagi pengguna layanan yang berkebutuhan khusus. Keempat; sebagian Polres belum memiliki sistem pengelolaan pengaduan sarana, mekanisme prosedur dan pejabat pengelola pengaduan. Kelima; sebagian Polres belum memiliki sarana pengukuran kepuasan masyarakat. Keenam; Anggota Polres belum memiliki pengetahuan dasar terkait pelayanan publik. Ketujuh; sebagian Polres belum memiliki kecukupan sumber daya manusia (SDM) maupun sarana prasarana penunjang pelayanan publik. Kami memandang perlu menyampaikan kepada seluruh Polres terkait apa saja yang menjadi variabel penilaian dan seperti apa hasil penilaian terhadap unit pelayanan di polres-polres kita. Saya sangat berharap reaksi positif bagi Polres-Polres yang masih mendapat score penilaian rendah dan memiliki semangat untuk keluar dari score rendah serta menjadikan hasil penilaian ini sebagai bahan evaluasi guna perbaikan pelayanan Polres pada masa yang akan datang.

Saran Perbaikan

Dalam upaya mempercepat kepatuhan pemenuhan standar pelayanan publik  dan meningkatkan efektifitas pelayanan publik, ombudsman memberikan beberapa saran kepada Kapolda NTT untuk pertama: mendorong seluruh Polres agar memiliki sistem informasi pelayanan publik secara elektronik. Kedua; Mendorong seluruh Polres agar menyusun dan menetapkan standar pelayanan sebagaimana amanat UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Ketiga; Mendorong seluruh Polres agar menyediakan sarana dan sistem pelayanan bagi masyarakat yang berkebutuhan khusus. Keempat; Mendorong seluruh Polres agar menyediakan sistem pengelolaan pengaduan berupa sarana/saluran, mekanisme prosedur dan menunjuk pejabat pengelola pengaduan masyarakat. Kelima; Mendorong seluruh Polres agar menyediakan sarana pengukuran kepuasan masyarakat dan rutin melakukan survei untuk mendapatkan masukan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan. Keenam; Mendorong peningkatan kapasitas pemahaman dan pengetahuan petugas pelayanan terhadap konsep-konsep dasar pelayanan public di seluruh Polres. Ketujuh; Mendorong pemenuhan SDM dan sarana prasarana penunjang pelayanan public di seluruh Polres.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...