Kursi Roda dalam Dimensi Pelayanan Publik
Pertama saya ucapkan selamat memperingati Hari Kursi Roda Internasional yang diperingati setiap tanggal 1 Maret. Secara singkat peringatan ini dimulai sejak tahun 2008, ketika seorang aktivis pengguna kursi roda bernama Steve Wilkinson, yang selama 20 tahun berjuang untuk menjadi juru kampanye aksesibilitas dan hak difabel serta seseorang yang gigih menginisiasi penyadaran kepada publik tentang pentingnya penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan hukum atas berbagai kasus diskriminasi terhadap difabel.
Di Indonesia sendiri peringatan Hari Kursi Roda Internasional masih sangat jarang menjadi gerakan masif terlebih di daerah, hanya sebagian komunitas dan aktivis sejumlah provinsi yang menyuarakan peringatan hari kursi roda internasional. Padahal misi dibalik peringatan ini sangat bagus, guna memberikan pemahaman dan pelibatan publik akan pentingnya kehadiran negara dan masyarakat untuk lebih care terhadap rekan-rekan difabel.
Bertaut dengan kondisi tersebut, selama hampir 12 tahun Perwakilan Ombudsman Provinsi Kalimantan Selatan juga memiliki keterkaitan dan keterikatan yang sama, dimana dalam program pencegahan maladministrasi Ombudsman yang rutin dilakukan tiap tahunnya salah satunya memperbaiki pelayanan publik di sektor kelompok rentan atau layanan disabilitas.
Sejumlah kegiatan dan program yang pernah dilakukan diantaranya membentuk respons pengaduan khusus bagi sahabat disabilitas di daerah, kerja sama dengan organisasi Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) kabupaten/kota, pelibatan dalam pengawasan sarana dan fasilitas pelayanan publik khusus difabel, diskusi rutin bersama komunitas disabilitas serta melakukan kajian sistemik berkaitan pelayanan publik untuk disabilitas di daerah.
Semua itu dilakukan Ombudsman sebagai komitmen menjalankan kewenangan yang diatur dalam Pasal 34 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Selain itu Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan ada lima kelompok yang termasuk ke dalam kategori kelompok rentan. Lima kelompok tersebut adalah anak-anak, wanita hamil, lansia, orang miskin, dan orang cacat (disabilitas).  Ditambah pengaturan hak-hak penyandang tuna daksa juga diatur dalam pasal 28 C Ayat (1) dan 28 I Ayat 2 UUD 1945, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang disabilitas).
Karena itu Ombudsman sampai tahun 2022 ini terus memperkuat pengawasan pelayanan publik berbasis HAM, yakni memberikan acuan, motivasi, dan penilaian terhadap kinerja pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk penghormatan, perlindungan, pemenuhan dan pemajuan HAM. Baik dari sisi kepatuhan pejabat atau pegawai pelaksana terhadap standar pelayanan minimum, ketersediaan petugas yang siaga, aksesibilitas dan ketersediaan fasilitas, khususnya disabilitas dan pemenuhan kursi roda di layanan dasar.
Temuan yang dihimpun Perwakilan Ombudsman Kalsel selama ini masih memotret sejumlah fakta, bahwa proses penyelenggaraan pelayanan publik pada instansi pemerintah dalam hal pemenuhan standar pelayanan publik pada kelompok rentan masih sangat minim termasuk pemenuhan pada pengadaan fasilitas kursi roda, bahkan masih saja ada oknum penyelenggara yang beranggapan pemenuhan kursi roda tidak terlalu penting dalam pelayanan publik sehingga tidak terlalu berminat atau tidak mau memenuhi fasilitas tersebut.
Selain itu juga berkaitan akses bangunan bagi disabilitas  yang masih belum memadai. Belum lagi persoalan ruang pengelolaan pengaduan di sebagian besar kantor pemerintah daerah belum representatif untuk rekan disababilitas yang menggunakan kursi roda, belum lagi kalau kita mengamati pemenuhan fasilitas layanan kursi roda di sekolah, perguruan tinggi, akses ekonomi seperti mall, pasar, toko modern, fasilitas umum tempat ibadah, dan lain-lain, sebagian besar masih belum memberikan perhatian serius.
Padahal penyandang disabilitas merupakan bagian dari warga negara Indonesia yang memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama dengan warga negara lainnya. Oleh karena itu, Â pemerintah seyogyanya memberikan perhatian khusus dan tidak mengabaikan kewajiban sebagai negara dan hak bagi warga negara.
Setidaknya Ombudsman sudah sering menyampaikan saran korektif bagi penyelenggara pelayanan publik baik di pusat dan daerah, diantaranya segera melakukan pembenahan terhadap pemenuhan standar pelayanan publik kelompok rentan, mendorong kolaborasi antara pusat dan daerah untuk mempercepat terwujudnya visi pelayanan publik yang ramah terhadap pelayanan publik berbasis HAM/kelompok rentan/berkebutuhan khusus termasuk pemenuhan fasilitas kursi roda, dan sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas pada Pasal 97 disebutkan bahwa salah satu kewajiban pemerintah adalah melengkapi infrastruktur yang mudah diakses oleh penyandang disabilitas yaitu bangunan gedung. Persyaratan kemudahan yang dimaksud meliputi kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana dan sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung terlebih bagi pengguna kursi roda.
Kiranya saran-saran tersebut dapat menjadi bahan masukan dalam rangka perbaikan pelaksanaan pelayanan publik di pusat dan daerah , Ombudsman Republik Indonesia akan terus melakukan pengawasan intensif serta evaluasi atas penyelenggaraan layanan publik bagi disabilitas agar tak ada lagi diskriminasi dan maladministrasi. (MF)