Kompleksitas Kendala Aksesibilitas Pelayanan Publik Penyandang Disabilitas
Perwakilan dari 33 keluarga penyandang disabilitas, yang tinggal di Rumah Disabilitas Banjarbaru menyampaikan keluhan dan pengaduan terkait sulitnya mengakses berbagai jenis pelayanan publik. Hal ini karena sebagian besar penghuni rumah disabilitas, merupakan penyandang disabilitas netra.
Masalah tersebut terdiri daripertama, sebagian besar dari mereka sulit mengakses layanan kesehatan dan belum mendapatkan jaminan kesehatan dari pemerintah dalam program BPJS. Padahal jika merujuk pada Pasal 12 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan, bagi penduduk yang belum terdaftar sebagai Peserta Jaminan Kesehatan dapat didaftarkan pada BPJS Kesehatan oleh Pemerintah Daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Kedua, warga disabilitas belum mendapatkan bantuan sosial, padahal sebagaimana Pasal 1 angka 7 Peraturan Menteri Sosial Nomor 20 Tahun 2019 Tentang Penyaluran Bantuan Pangan Nontunai, penyandang disabilitas masuk dalam kategori Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) yang berhak mendapatkan bantuan sosial. Sehingga terkadang memaksa mereka 'turun ke jalan' untuk meminta-minta dipersimpangan lampu lalu lintas, demi mencukupi kebutuhannya sehari-hari.
Ketiga, walaupun sudah difasilitasi tempat tinggal oleh pemerintah daerah setempat, warga disabilitas juga mengalami kesulitan dalam beraktifitas, karena belum semua jalan dilengkapi dengan guiding block sebagai penunjuk jalan/arah. Beberapa saluran drainase juga belum dilengkapi dengan penutup, sehingga beberapa kali warga jatuh terperosok (lingkungan belum aman).
Keempat, warga disabilitas mengalami kesulitan mengakses layanan administratif, khususnya untuk mengurus dan memenuhi syarat pendukung layanan administratif, sehingga tidak memiliki akta kelahiran, perpindahan domisili tempat tinggal.
Kelima, sebagian besar pernikahan warga disabilitas belum tercatat (nikah di bawah tangan/siri), dan ada yang belum cerai secara resmi, namun telah menikah lagi. Sehingga harus dilakukan isbat nikah, dan/atau isbat cerat/talak/gugat. Agar pernikahannya dapat tercatat dan dapat dimuat pada akta kelahiran anak.
Keenam, hampir warga rumah Disabilitas Banjarbaru masuk dalam kategori kurang mampu secara finansial. Karena ditempatkan dalam satu perumahan, maka sebagian besar dari mereka, memiliki mata pencaharian utama yang sama, yakni sebagai penyediaan jasa pijat tuna netra, namun penghasilan dari usaha pijat tersebut kurang memadai dan belum mencukupi kebutuhan sehari-hari warga rumah disabilitas.
Berdasarkan informasi tersebut, tergambar jelas bahwa aksesibilitas pelayanan publik bagi warga disabilitas netra belum terwujud, masih terdapat banyak kendala yang perlu diselesaikan dan ditindaklajuti secara komperhensif, karena terkait dengan berbagai pihak penyelenggara pelayanan publik. Mengingat kompleksnya permasalahan pelayanan publik yang dihadapi oleh warga disabilitas, maka Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan, melalui keasistenan pemeriksaan laporan, menerapkan konsep OmbudsmanOn the Spot. Metode ini dilakukan untuk menyelesaikan beragam permasalahan pelayanan publik warga disabilitas dengan cara menghadirkan penyelenggara pelayanan publik terkait.
Kegiatan tersebut dilakukan di Dinas Sosial, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Pengadilan Agama, Kementerian Agama dan KUA setempat, Kantor Kelurahan, Bidang Kesejahteraan Pemerintah Daerah dan Asisten Bidang Pemerintahan.
Melalui metode penyelesaian laporan Ombudsman On the Spot, Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan berhasil meindaklanjuti dan menyelesaikan berbagai permasalahan warga disabiltas dalam waktu yang cepat dan efektif, sehingga menghasilkan wujud nyata hadirnya pelayanan publik, dalam bentuk: 13 warga disabilitas telah didaftarkan dalam program sembako/BPNT, 7 warga dimasukkan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional yang dibiayadi APBD, 4 warga disabilitas diaktifkan Jaminan Kesehatan Nasional dengan dimutasi ke fasilitas layanan kesehatan/puskesmas terdekat (Guntung Manggis), 9 akta kelahiran warga disabilitas sedang dalam proses tindak lanjut, 1 warga disabilitas mendapatkan penyelarasan identitas di KTP dan Akta Kelahiran, 6 pasang warga disabilitas didaftarkan untuk isbat nikah, serta 3 pasang warga disabilitas didaftarkan untuk proses isbat cerai gugat/talak.
Uniknya, tak hanya warga disabilitas yang merasa terbantu dengan metode penyelesaian OmbudsmanOn the Spot , namun pihak penyelenggara pelayanan publik di atas, juga merasa sangat terbantu, karena dapat memetakan masalah pelayanan publik yang dihadapi warga disabilitas dan menyelesaikannya dengan langkah nyata, dalam waktu singkat, dan tepat sasaran.
Pihak penyelenggara juga menyampaikan apresiasi dan terimakasih kepada Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan, yang telah aktif menginsiasi dan membuka ruang kolaborasi penyelesaian laporan/pengaduan warga disabilitas, demi terwujudnya aksesibilitas pelayanan publik bagi warga disabilitas di Banjarbaru.
Penulis :
Zayanti Mandasari, S.H., M.H, Asisten Pemeriksaan Laporan Ombudsman RI Kalsel