Kompensasi Bagi Pengguna Jalan
Setiap masyarakat yang merasa dirugikan dalam mengakses pelayanan publik, dapat menyampaikan pengaduan kepada penyelenggara atau Ombudsman atau DPR/DPRD. Pengaduan tersebut disampaikan karena adanya pelanggaran terhadap standar pelayanan yang telah ditetapkan atau pengabaian kewajiban dan/atau melanggar larangan, hak tersebut dijamin dalam undang-undang.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, setiap penyelenggara wajib menyusun, menetapkan dan memublikasikan standar pelayanan serta maklumat pelayanan. Standar pelayanan dan maklumat pelayanan tersebut, dipublikasikan secara luas dan mudah diakses oleh masyarakat, baik melalui media elektronik atau media lainnya.
Standar pelayanan yang telah disusun, bagi masyarakat dapat dijadikan sebagai pedoman untuk menilai kualitas pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Sedangkan bagi penyelenggara layanan standar pelayanan dijadikan tolak ukur untuk mengukur sejauh mana kualitas pelayanan yang diberikan oleh pelaksana.
Maklumat pelayanan yang telah disusun, sebagai jaminan bagi masyarakat, agar standar pelayanan tersebut dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Oleh karena itu, penting bagi penyelenggara menetapkan maklumat pelayanan. Merujuk pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan, Maklumat Pelayanan adalah pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan rincian kewajiban dan janji yang terdapat dalam Standar Pelayanan. Ada tiga hal yang dimuat dalam maklumat pelayanan. Pertama, pernyataan janji dan kesanggupan untuk melaksanakan pelayanan sesuai dengan Standar Pelayanan. Kedua, pernyataan memberikan pelayanan sesuai dengan kewajiban dan akan melakukan perbaikan secara terus-menerus. Ketiga, pernyataan kesediaan untuk menerima sanksi, dan/atau memberikan kompensasi apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai standar pernyataan.
Dalam tulisan ini, akan dibahas mengenai poin terakhir isi dari maklumat pelayanan itu, yaitu mengenai sanksi dan kompensasi. Berbagai peraturan perundang-undangan, telah mengatur mengenai larangan bagi penyelenggara pelayanan. Seperti larangan melakukan pungutan, menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatan atau pekerjaannya, melakukan tindakan yang merugikan masyarakat yang dilayani, bertindak sewenang-wenang dan sebagainya. Pelanggaran terhadap larangan tersebut, tentunya ada ancaman sanksinya, mulai dari sanksi ringan sampai berat.
Sementara itu, mengenai kompensasi kepada pengguna layanan, hanya diatur dalam Undang-Undang tentang Pelayanan Publik. Namun demikian, hal itu tidak mengurangi hak masyarakat dan kewajiban penyelenggara untuk memberikan kompensasi, apabila ada pelayanan yang diberikan ada maladministrasi di dalamnya.
Kompensasi adalah ganti rugi yang diberikan penyelenggara kepada pengguna layanan yang merasa dirugikan atas pelayanan yang didapatkan, kompensasi bisa berupa barang atau non barang. Contoh kompensasi antara lain pemberian souvenir kepada masyarakat, pemotongan abonemen, pembebasan biaya tagihan, pengantaran dokumen ke rumah, penggantian sejumlah uang kepada masyarakat, karena mereka sudah mengeluarkan biaya transport bolak-balik ke kantor penyelenggara pelayanan publik.
Kompensasi diberikan, misalnya ada keterlambatan dalam menerbitkan KTP-El. Berdasarkan Standar pelayanan yang ditetapkan, jangka waktu penyelesaian KTP, misalnya 3 hari. Namun, karena ada kelalaian petugas, KTP-El diterbitkan sampai satu bulan. Maka, kompensasi diberikan dapat berupa pengantaran KTP secara gratis ke rumah warga yang merasa dirugikan.
Merujuk pada Pasal 50 (4) Undang-Undang Pelayanan Publik, mewajibkan penyelenggara pelayanan untuk menyediakan anggaran ganti rugi. Adanya ketentuan ini, bisa dijadikan rujukan bagi penyelenggara untuk menyusun anggaran, terutama dalam penyediaan ganti rugi atau kompensasi yang diberikan kepada pengguna layanan.
Oleh karena itu maka penyelenggara pelayanan publik, harus menyediakan anggaran atau dalam bentuk barang yang diberikan kepada pengguna layanan misalnya dalam bentuk cendera mata. Mengenai bentuk kompensasi ini, sepenuhnya diserahkan kepada penyelenggara pelayanan. Ada juga SKPD yang membebankan kompensasi ini kepada pelaksana pelayanan yang melakukan maladministrasi dalam memberikan pelayanan. Pembebanan kompensasi kepada pelaksana, dapat memberikan efek yang baik, sehingga ke depannya dalam memberikan pelayanan lebih berhati-hati.
Pernyataan untuk memberikan kompensasi kepada pengguna layanan, selain dibuat dalam bentuk maklumat pelayanan, penyelenggara dapat membuatnya dalam bentuk surat keputusan tentang pemberian kompensasi kepada pengguna pelayanan. Dimana dalam SK dimaksud memuat dasar hukum untuk memberikan kompensasi, dalam hal apa kompensasi itu diberikan serta bentuk kompensasinya, baik berupa barang atau bukan barang dalam kurung (natura).
Berdasarkan catatan Ombudsman RI, penyelenggara pelayanan memberikan kompensasi hanya sebatas apabila ada pelanggaran terhadap waktu yang telah ditentukan dalam standar pelayanan/SOP. Sebagai masukan, sebaiknya kompensasi tadi tidak hanya diberikan apabila ada keterlambatan dalam pelayanan, namun lebih luas lagi yakni apabila penyelenggara pelayanan tidak melaksanakan pelayanan sesuai dengan SOP atau standar pelayanan yang sudah disusun. Misalnya, dalam konteks jika ada persyaratan yang "ditambah-tambah" oleh pelaksana pelayanan, maka ketika masyarakat komplain karena persyaratan tadi tidak sesuai dengan syarat yang sudah ditentukan dalam standar pelayanan, maka penyelenggara wajib memberikan kompensasi.
Tentunya kompensasi ini juga harus ditentukan berdasarkan kesalahan administrasi yang dilakukan oleh pelaksana pelayanan terbukti melakukan penyimpangan terhadap pelayanan. Jika tidak dibatasi, maka bisa saja masyarakat memanfaatkan momen ini untuk menuntut kompensasi yang tidak berdasar kepada penyelenggara.
Kompensasi pelayanan merupakan wujud komitmen dan pelayanan yang baik kepada publik. Masyarakat sudah membayar pajak, maka kompensasi ini wajib hukumnya ditetapkan oleh penyelenggara pelayanan agar ada timbal balik hak dan kewajiban bagi pengguna dan penyelenggara pelayanan. Tidak hanya sebatas pelayanan administratif, namun kompensasi sejatinya juga diberikan dalam konteks pelayanan jasa, misalnya pelayanan PDAM. Manajemen PDAM mestinya berani memberikan kompensasi kepada pelanggannya, apabila dalam satu bulan, air yang mengalir di rumah masyarakat hanya beberapa hari saja. Maka kompensasi yang diberikan bisa berupa pembebasan biaya abonemen atau pemotongan tarif.
Di satu sisi, adanya kompensasi ini sebagai jaminan penyelenggara pelayanan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Di sisi lain, bagi masyarakat dengan adanya kompensasi ini, mereka dapat menuntut haknya dan diberikan kompensasi, karena pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan harapan atau tuntutan masyarakat.
Maka dari itu, dalam menetapkan maklumat pelayanan dan memberikan kompensasi, melibatkan masyarakat dalam proses penyusunannya. Ini bertujuan agar terdapat titik temu antara harapan masyarakat dengan kemampuan penyelenggara pelayanan. Proses penyusunan standar pelayanan dan maklumat pelayanan hendaknya melibatkan berbagai stakeholder terkait seperti perwakilan dari pengusaha, akademisi, perwakilan dari kelompok penyandang disabilitas atau kelompok rentan, perwakilan pengusaha atau dunia usaha, maupun lembaga yang berkonsentrasi mengawasi pengawasan pelayanan publik.
Kompensasi merupakan wujud komitmen untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Tinggal, kemauan dari pimpinan penyelenggara, apakah bersedia atau tidak memberikan kompensasi, sebagai sebagai wujud pelayanan publik yang prima.