Kerugian Materiil dan Immateriil Masyarakat dalam Pelayanan Publik

Kerugian dalam konteks bernegara seringkali hanya identik dengan kerugian negara, branding ini menyebar cepat melalui pemberitaan, terlebih jika terkait kasus tindak pidana korupsi, dengan narasi 'menimbulkan kerugian negara sebesar'. Padahal salah satu unsur berdirinya negara adalah masyarakat, apakah memungkinkan masyarakat dirugikan dalam penyelenggaraan negara? Tentu bisa jawabannya, terlebih lagi kerugian dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik. Hal ini tertuang dalam definisi maladministrasi sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 3 UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI. Didefinisikan bahwa maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.
Pelayanan publik, sebagai kegiatan pemenuhan kebutuhan layanan kepada masyarakat yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik, acap kali tidak sesuai antara harapan (standar layanan) dan kenyataan (maladministrasi). Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya aduan masyarakat ke Ombudsman, di tahun 2023 misalnya Ombudsman menangani 26.461 pengaduan, yang terdiri dari laporan masyarakat, konsultasi non-laporan, respons cepat, investigasi atas prakarsa sendiri, serta tembusan. Ketidaksesuaian sesuai antara standar layanan dan kenyataan layanan yang diterima masyarakat (maladministrasi), tak jarang menimbulkan kerugian masyarakat, baik secara materiil maupun immateriil.
Bentuk kerugian Materiil dan Immateriil
Secara harfiah, kerugian didefinisikan sebagai suatu kondisi menanggung atau menderita rugi (KBBI). Jika dilihat berdasarkan definisi tersebut, maka kondisi yang dialami oleh masyarakat yang mendapatkan kerugian dalam pelayanan publik adalah kondisi yang tidak mengenakkan. Salah satu bentuk kerugian materiil yang dialami oleh masyarakat dalam pelayanan publik, misalnya diberhentikan sebagai pegawai tanpa mengikuti prosedur dan ketentuan yang berlaku, sehingga Pelapor menderita kerugian berupa kehilangan penghasilannya. Kondisi kerugian materiil yang dialami Pelapor dapat dinarasikan dalam bentuk benda, dalam hal ini adalah uang penghasilan sebagai pegawai.
Agak berbeda dengan kerugian materiil, kerugian immateriil dalam pelayanan publik masih butuh proses panjang untuk dapat dinarasikan dalam bentuk benda yang dapat diukur. Namun walaupun sulit untuk mengukurnya, kerugian immateriil juga menyebabkan kondisi tidak mengenakkan bagi masyarakat pengakses layanan, mengingat kerugian immaterial acapkali bersinggungan dengan harkat dan martabat sebagai manusia. Contoh laporan yang pernah ditangani Ombudsman, ketika masyarakat mengakses layanan di salah satu rumah sakit Plat Merah di Kalsel, Pelapor yang mengeluhkan lambannya proses layanan kesehatan di rumah sakit tersebut kepada tenaga kesehatan yang menangani, alih alih direspons dengan baik, Pelapor malah menjadi sasaran prilaku tidak patut dari salah satu tenaga kesehatan, dengan memarahi Pelapor di depan umum, hingga mengeluarkan kata-kata 'tidak usah berobat lagi disini". Hal ini membuat Pelapor merasa tidak dihargai, merasa harkat dan martabatnya tercederai dan merasa malu kepada pasien lain yang ada di lokasi.
Kerugian masyarakat dalam konteks pelayanan publik dapat diselesaikan sepanjang masyarakat yang mengalami kerugian materiil dan immateriil dapat menarasikan apa harapan yang hendak dicapainya, dan komitmen dari pihak penyelenggara pelayanan publik. Hal paling sederhana mengimplementasikan memenuhi kerugian dalam pelayanan publik adalah dalam bentuk kompensasi. Kompensasi sebagai jaminan layanan (sebagaimana ketentuan Pasal 21UU Pelayanan Publik) kepada pengguna layanan, dan bentuk tanggungjawab dari penyelenggara pelayanan publik, karena dalam melaksanakan pelayanan publik tidak sesuai dengan standar layanan yang telah ditetapkannya, sehingga terjadi maladministrasi dalam pelayanan publik, dan mengakibatkan kerugian pada masyarakat pengguna layanan.
Tak hanya dalam bentuk kompensasi, penyelesaian terhadap kerugian materiil yang dialami masyarakat dalam pelayanan publik juga dilakukan secara langsung sesuai dengan kerugian yang dialami masyarakat, misalnya terjadi maladministrasi penundaan berlarut dalam pencairan dana pensiunan pegawai, dalam prosesnya ditemukan bahwa pihak penyelenggara benar telah melakukan layanan melewati jangka waktu yang telah ditentukan, maka laporan tersebut langsung ditindaklanjuti dan dilakukan pencairan dana pensiun sesuai dengan permohonan pelapor.
Kompensasi dalam bentuk kerugian materiil dapat berwujud benda yang bisa diukur, namun kompensasi bagi masyarakat yang mengalami kerugian materiil biasanya dapat dalam bentuk pemulihan harkat dan martabat, salah satunya dengan cara memohon maaf secara langsung, dan berkomitmen untuk tidak melakukan maladministrasi yang sama di kemudian hari, serta memperbaiki layanan publik agar lebih baik ke depannya.
Masyarakat sebagai pengguna layanan, idealnya harus mampu dan berani menarasikan kerugian materill dan/atau immateriil dalam pelayanan publik yang dialaminya. Hal ini penting untuk dinarasikan secara jelas dan terperinci (disertai dengan bukti dukung), selain sebagai sarana mendapatkan keadilan dalam pelayanan publik bagi nasyarakat. Narasi kerugian masyarakat ini juga berguna sebagai sarana pengingat bagi penyelenggara pelayanan publik, agar tak main-main dalam menyelenggarakan pelayanan publik kepada masyarakat, karena dampaknya akan merugikan masyarakat dan menambah pekerjaan, serta menambah problem pada instansi penyelenggara pelayanan publik, yang nantinya menunggu untuk diselesaikan. Hal ini juga akan berdampak pada citra instansi penyelenggara pelayanan publik, semakin sering layanannya dikeluhkan dan menimbulkan dampak kerugian baik materiil dan/atau immateriil kepada masyarakat, maka cepat atau lambat akan berdampak pada tingkat kepercayaan publik kepada instansi penyelenggara layanan publik tersebut, dan dalam sekala besar akan berpengaruh pada citra pemerintah daerah.
Oleh:
Zayanti Mandasari
Asisten Ombudsman