• ,
  • - +

Artikel

Kendala Sertifikasi Halal Produk UMKM
• Senin, 20/01/2025 •
 
Rujalinor, Asisten Ombudsman. Foto by Keasistenan Pencegahan Maladministrasi

Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki kebutuhan yang signifikan akan produk halal. Sertifikat halal bukan hanya sekedar tanda kehalalan produk, tetapi juga sebuah jaminan bagi konsumen Muslim bahwa produk yang mereka konsumsi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Namun, dibalik pentingnya sertifikat halal, terdapat tantangan dan peluang yang perlu kita cermati bersama.

Tujuan sertifikat halal diantaranya adalah untuk menjaga kepercayaan konsumen, diharapkan dengan sertifikat halal memberikan rasa aman kepada konsumen Muslim bahwa produk yang mereka konsumsi bebas dari bahan-bahan yang haram dan diproduksi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Ini adalah bentuk perlindungan konsumen yang esensial di negara mayoritas Muslim seperti Indonesia.

Melalui sertifikasi halal, produk menjadi jelas standarisasi dan pengawasannya, baik produk makanan, minuman, kosmetik, dan obat-obatan melewati serangkaian proses pemeriksaan dan pengawasan yang ketat. Hal ini memastikan bahwa produk-produk tersebut memenuhi standar kebersihan, kesehatan, dan kehalalan. Selain itu, produk bersertifikat halal memiliki potensi besar di pasar internasional, khususnya di negara-negara dengan populasi Muslim yang besar. Sertifikasi halal membuka peluang ekspor yang lebih luas dan dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global.

Sertifikasi halal merupakan proses penting bagi produk yang dipasarkan kepada konsumen Muslim. Di Indonesia, terdapat dua prosedur utama dalam sertifikasi halal, yaituSelf Declare dan Reguler. Sertifikasi halalSelf Declare memungkinkan pelaku UMKM untuk menyatakan bahwa produk mereka sudah memenuhi kriteria halal tanpa perlu melalui proses audit yang panjang. Ini berlaku untuk produk yang dianggap sederhana dan tidak menggunakan bahan yang meragukan. Sedangkan sertifikasi halal reguler adalah proses sertifikasi yang lebih komprehensif dan melalui audit. Ini berlaku untuk produk yang lebih kompleks atau yang menggunakan bahan baku yang perlu dikaji lebih dalam dengan kategori usaha menengah ke atas.

Pemerintah telah mendorong programself declare dalam sertifikasi halal sebagai salah satu cara untuk mempercepat dan mempermudah proses sertifikasi bagi pelaku usaha, terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Namun, hingga kini, capaian programself declaresertifikasi halal masih rendah. Terdapat beberapa tantangan sertifikasi halal bagi UMKM, diantaranya banyak UMKM yang bergantung pada bahan dasar produk yang belum memiliki sertifikat halal. Hal tersebut, menghambat UMKM dalam memperoleh sertifikasi halal melalui programself declare. Hal ini bisa terjadi karena masih minimnya pemasok bahan dasar yang sudah bersertifikat halal di beberapa wilayah, membuat UMKM kesulitan mencari alternatif bahan dasar yang memenuhi standar.

Kendala selanjutnya, meskipun bahan dasar alternatif tersedia dan sudah bersertifikat halal, namun memiliki harga yang lebih tinggi atau kualitas yang berbeda dibandingkan dengan bahan dasar yang biasa digunakan. Perubahan bahan dasar halal bisa berdampak pada biaya produksi dan kualitas produk UMKM. Misalnya, bahan pengganti mungkin tidak memberikan hasil produk yang sama, sehingga pelaku usaha tidak mau merubah bahan dasar dan sertifikasi halal tidak bisa dilakukan. Namun bagi pelaku yang mau melakukan penyesuaian resep atau metode produksi, maka dapat diberikan sertifikasi halal, mekipun pelaku usaha yang memerlukan waktu dan biaya tambahan, selain menyesuaikan harga produk karena adanya kenaikan biaya produksi.

Oleh karena itu, pemerintah seharusnya fokus pada sertifikasi produk bahan dasar di hulunya, agar UMKM dapat dengan mudah melakukan sertifikasi halalSelf Declare. Sertifikasi halal yang dilakukan dari produk bahan dasar, memastikan bahwa semua bahan dasar yang digunakan oleh UMKM berasal dari sumber yang telah terverifikasi halal. Dengan demikian, UMKM tidak perlu khawatir tentang status kehalalan bahan yang mereka gunakan, yang secara langsung akan memperlancar proses sertifikasi halal.

Jika semua pemasok bahan dasar memiliki sertifikasi halal, ini akan menciptakan ekosistem yang mendukung keberlanjutan produksi halal. UMKM dapat lebih fokus pada inovasi dan pengembangan produk tanpa harus khawatir tentang masalah kehalalan bahan baku. Berdasarkan informasistakeholderprogram sertifikasi halal di Kalimantan Selatan misalnya pada Juni 2024, banyak UMKM terkendala dalam sertifikasi halal, karena dalam proses produksi menggunakan air PDAM sebagai bahan dasar, sementara belum ada Perusahaan Daerah Air Minum di Kalimantan Selatan yang bersertifikasi halal. Hal ini bukan hanya menghambat bagi UMKM untuk sertifikasi halal, namun bagi pelanggan PDAM yang sehari-hari menggunakan air PDAM juga mempertanyakan kehalalannya, mengingat air PDAM sudah melalui proses pencampuran zat kimia yang juga harus dipastikan kehalalannya.

Selain itu, di Banjarmasin misalnya, belum ada Rumah Potong Hewan (RPH) atau Rumah Potong Unggas (RPU) yang sudah sertifikasi halal, hal ini juga menjadi kendala dalam sertifikasi halal produk UMKM, maka untuk mempermudah pelayanan sertifikasi halal bagi UMKM, pemerintah daerah juga perlu mendorong sertifikasi halal RPH dan RPU yang selama ini digunakan untuk penyembelihan hewan dan unggas sebagai bahan dasar produk UMKM. 

Sertifikasi halal adalah komponen penting dalam menjaga kepercayaan konsumen Muslim dan daya saing produk UMKM di pasar. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, solusi yang tepat dan kolaborasi antara pemerintah, lembaga sertifikasi, dan pelaku UMKM dapat memperkuat sistem sertifikasi halal. Dengan demikian, UMKM dapat tumbuh dan berkembang, memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap perekonomian Indonesia, serta memenuhi kebutuhan konsumen Muslim dengan produk yang terjamin kehalalannya. (SH/PC25)

 

Oleh:

Rujalinor

Asisten Ombudsman





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...