• ,
  • - +

Artikel

Kapan Pelayanan Publik Inklusif Efektif?
• Rabu, 29/09/2021 •
 
Asisten Ombudsman RI Muhammad Firhansyah Doc Pribadi

Baru-baru tadi Ombudsman RI Kalimantan Selatan kembali memfasilitasi forum "Ombudsman mendengar" bersama pegiat dan Perkumpulan organisasi Disabilitas Kalimantan Selatan yaitu Perwakilan Organisasi Disabilitas HWDI Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, PPUA Disabilitas Pusat Pemilihan Umum Akses Disabilitas dan PPDI Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia Provinsi Kalsel.

Satu demi satu dari mereka menyampaikan potret pelayanan publik di daerah dan perlakuan yang mereka alami selama ini. Sedihnya, mereka masih mendapatkan stigma negatif dan perlakuan diskriminatif dalam pelayanan publik.

Sejumlah layanan milik Pemda, tidak pro terhadap difabel, hal ini dibuktikan sebagian besar layanan mereka tidak menyediakan sarana khusus seperti : ram, rambatan, kursi roda, jalur pemandu, toilet khusus, ruang menyusui dll) Pada pokoknya pemerintah daerah belum bersungguh-sungguh memperhatikan dan peduli dengan penyandang disabilitas.

Di Kalimantan Selatan sendiri sejumlah peraturan daerah yang pro terhadap disabilitas atau pelayanan inklusif masih sangat minim kalaupun ada sayangnya mandul dalam pelaksanaannya alias tidak efektif. misalnya saja, belum adanya aturan pelaksana atau turunan dari peraturan daerah No. 4 tahun 2019 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas menajdi persoalan yang tidak dituntaskan . Padahal sudah lebih dari dua tahun sejak aturan ini diterbitkan

Dari sisi pelayanan pendidikan bagi disabilitas, belum ada perhatian yang serius semisal pemberian beasiswa dari pemda. Padahal, penyandang disabilitas memiliki keinginan kuat untuk menjadi generasi terdidik, belum lagi tidak tersedia para pekerja sosial, terapis, penerjemah serta tenaga pendidik yang mumpuni untuk membantu difabel, disinilah hakikat pendidikan inklusif' yang belum optimal dilakukan yakni pendidikan bagi peserta didik Penyandang Disabilitas untuk belajar bersama dengan peserta didik bukan Penyandang Disabilitas di sekolah reguler atau perguruan tinggi.

Keluhan lainnya rekan-rekan disabilitas berhadapan dengan pelayanan publik yang memprihatinkan, diantaranya: Sulit mendapatkan SIM C bagi Tuna rungu, Sulit mendapatkan modal usaha UMKM, layanan pendidikan yang belum akses untuk disabilitas, ketidaktersediaan sarana balai latihan kerja bagi penyandang disabilitas, sampai minimnya kuota yang disiapkan pemerintah untuk disabilitas bergabung di ASN atau pemerintahan.termasuk dalam hal hak politik yang belum mendapat akomodasi yang patut.

Potret pelayanan publik tersebut, seolah menjadi gambaran bahwa kepedulian, pemahaman dan kesungguhan kita dalam melindungi rekan-rekan disabilitas masih sangatjauh api dari panggang kita masih jauh dari peradaban, melanggar HAM, tidak ramah, dan cenderung tindakan pelecehan, eksploitasi, serta tindakan diskriminatif.

Dari sisi Ombudsman, rekomendasi yang telah disampaikan oleh jaringan pegiat, dan organisasi disabilitas kepada pimpinan Ombudsman Republik Indonesia periode 2021-2026 pada 13 April 2021 lalu, menjadi satu rekomendasi yang serius diperhatikan.

Lima butir rekomendasi tersebut yakni (1) memperkuat kepekaan penyelenggara pelayanan publik terhadap isu disabilitas, (2) pengawasan yang lebih kolaboratif bersama pegiat dan Organisasi Penyandang Disabilitas, (3) melakukan investigasi yang bertujuan melindungi kepentingan penyandang disabilitas dalam berbagai sektor pelayanan publik (4) meningkatkan transparansi dan kecepatan penanganan laporan dan (5) membuka komunikasi dan koordinasi dengan Organisasi Penyandang Disabilitas ditingkat nasional maupun daerah.

Kelima Rekomendasi ini akan menjadi titik fokus Ombudsman Sebagai Lembaga pengawas Pelayanan Publik dan Mitra masyarakat untuk memperjuangkan amanah undnag-undang pelayanan publik dan penegakan Hak asasi manusia. Disinilah pentingnya komitmen, strategi, dan aksi, tak hanya janji .

Kapan Efektif Pelayanan Publik Inklusif ?

Salah satu program atau tindakan yang harus segera dilakukan oleh Pemerintah daerah adalah mengefektifkan pelayanan publik inklusif melalui pembentukan komite perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Sayangnya sebagian besar di daerah termasuk Kalimantan Selatan masih belum serius dalam memproses keberadaan lembaga yang satu ini. Meski sudah diatur dalam peraturan daerah.

Dengan dibentuknya komite ini setidaknya fungsi-fungsi dalam hal perlindungan dan pengayoman serta gerakan perjuangan bagi rekan rekan disabilitas lebih kuat, lebih solid dan yang penting menjadi pemersatu atas komunitas-komunitas disabilitas yang beragam.

Tugas lainnya dari komite ini juga memberikan usulan, pertimbangan dan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas; peningkatan kesejahteraan Penyandang Disabilitas, menerima, mengelola dan menindaklanjuti pengaduan serta mengkoordinasikan pembelaan secara litigasi dan/atau non litigasi, menyalurkan aspirasi dan Membangun jaringan kerja dengan berbagai pihak dalam upaya serta mengembangkan program program perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.

Melalui komite inilah aksi-aksi dan realisasi program pengembangan dan valuasi percepatan pelayanan publik inklusif bisa segera dilakukan, jangan hanya sampai tumpukan kertas aturan di atas meja para pejabat saja. Kita tunggu dan tagih janji para kepala daerah untuk serius dalam membenahi perlindungan bagi kaum disabilitas.

Sebagaimana fungsi dan tugasnya dalam UU No 37 tahun 2008 tentang Ombudsman RI dan Undang-undang 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Ombudsman akan terus berkomitmen, konsisten, dan selalu bersedia berkolaborasi demi menuju pelayanan publik inklusif yang efektif. (MF)


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...