• ,
  • - +

Artikel

Jalan Berkelok Layanan Pertanahan
• Selasa, 12/12/2023 •
 
Zayanti Mandasari - Asisten Pemeriksaan Laporan Ombudsman RI Prov. Kalimantan Selatan

Selama masih ada manusia, maka tanah masih dibutuhkan. Begitulah kira-kira ungkapan yang cocok untuk menggambarkan perlunya bidang tanah dalam kehidupan manusia. Bidang tanah penting untuk menyokong aktifitas manusia, khususnya kebutuhan papan/tempat tinggal. Sehingga benar saja jika layanan pertanahan masih menjadi layanan yang cukup sibuk, diakses oleh masyarakat. Banyaknya akses terhadap layanan pertanahan masih menyisakan catatan-catatan yang menjurus kepada maladministrasi dalam pelayanan publik. Di Ombudsman sendiri, layanan dengan substansi pertanahan acapkali bertengger dalam posisiTop Three dari jumlah laporan yang disampaikan masyarakat. Ada beberapa dugaan maladministrasi yang berulang menjadi laporan masyarakat, dan tak sedikit yang memang nyata-nyata terjadi maladministrasi. Seperti, tidak memberikan layanan, penyimpangan prosedur, penundaan berlarut, tidak kompeten, hingga permintaan imbalan uang.

Penulis ingin mengajak pembaca untuk melihat betapa berkelok dan lambannya proses layanan pertanahan di salah satu kantor pertanahan di Kalimantan Selatan, yang secara nyata dialami oleh Pelapor di Ombudsman Kalsel.Pertama, Pelapor mengakses layanan permohonan pemberian hak (April 2021), Pelapor melengkapi syarat sebagaimana tertulis pada formulir layanan.Kedua, Petugas loket menyampaikan bahwa berkas Pelapor masih belum lengkap, karena Pemohon harus membawa kartu keluarga asli dan foto kopinya.Ketiga, Pelapor melengkapi dokumen dimaksud, dan kembali diantar ke Kantor Pertanahan, kemudian disampaikan lagi oleh petugas bahwa Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) harus atas nama Pemohon.Keempat, Pelapor pun kembali untuk mengurus PBB yang dimaksud petugas. Setelah selesai mengurus PBB, Pelapor datang ke loket pendaftaran, kemudian disampaikan oleh Petugas, bahwa tanah Pelapor berbatasan dengan pemilik tanah yang sudah meninggal, oleh karena itu, harus diketahui dan ditandatangani oleh Ketua RT setempat.Kelima, Pelapor kembali memenuhi syarat yang dimintakan petugas.

 Keenam, Pelapor melakukan pembayaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Ketujuh, hampir setengah tahun berlalu, Pelapor mendapat kabar bahwa Petugas di Kantor Pertanahan baru melakukan pengukuran bidang tanah yang diajukan Pelapor.Kedelapan, Pelapor menanyakan tindaklanjut permohonan pemberian hak yang diajukannya, dan disampaikan berkas Pelapor masih dalam proses dan berada di bagian Pelaksana Subseksi Penetapan Hak Tanah dan Pemberdayaan Masyarakat, dan diminta untuk menanyakan kembali 2 minggu mendatang.Kesembilan, Pelapor mencoba untuk melakukantracking proses layanan pertanahan melalui aplikasi resmi BPN, namun terlihat proses prmohonannya belum berjalan (masih pada tahapan pengukuran) dan Pelapor kembali bertanya sesuai dengan arahan petugas, namun Pelapor tidak mendapatkan respon.Kesepuluh, Pelapor menanyakan kembali kepada petugas, namun tidak ada informasi yang diberikan terkait layanan, petugas malah menyampaikan bahwa permohonan Pelapor masih dalam proses Tim Panitia/Tim Peneliti Tanah dan diminta untuk menanyakan kembali 2 minggu mendatang.

Kesebelas, Pelapor kemudian dihubungi oleh pihak petugas dan diminta untuk datang langsung ke Kantor Pertanahan, Pelapor datang dan diinformasikan bahwa tanah Pelapor berbatasan dengan pemilik tanah yang pemiliknya sudah meninggal, sehingga Pelapor diminta untuk melengkapi berkas kembali, dengan meminta tanda tangan para ahli waris tetangga perbatasan milik Pelapor.Keduabelas, Pelapor kembali melengkapi dan menyerahkan semua berkas yang diminta.Ketigabelas, Pelapor menanyakan tindak lanjut permohonan pemberian hak yang dimohonkannya, namun petugas malah menyampaikan terdapat perubahan konsep SK oleh Kantor Pertanahan, sehingga Pelapor diminta untuk kembali menunggu.Keempatbelas, Pelapor kembali menanyakan namun tidak ada kepastian kapan permohonan tersebut akan selesai (4 Januari 2022).

Apa yang anda rasakan setelah membaca kisah singkat pada layanan pertanahan tersebut? mungkin sebagian besar mengelus dada, kesal, atau bahkan ada juga yang menganggap biasa saja. Secara umum, dari uraian kisah di atas, kita dapat melihat proses layanan pada salah satu kantor pertanahan sangat rumit dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Padahal gembar gembor reformasi birokrasi telah lama digaungkan, belum lagi komitmen Menteri ATR/BPN yang juga konsern untuk membenahi sistem dan meningkatkan kualitas layanan pertanahan. Namun masih ada saja oknum-oknum yang masih bekerja dengan budaya kerja dan cara lawas, sehingga sulit untuk mewujudkan layanan  pertanahan yang standar dan prima di seluruh kantor pertanahan Indonesia. Jika dianalisis lebih lanjut, terdapat maladministrasi dalam proses layanan pertanahan tersebut.Pertama, tidak ada kepastian persyaratan yang diberikan Kantor Pertanahan kepada Pemohon. Padahal persyaratan adalah kompenen utama setelah dasar hukum, dalam standar pelayanan publik. Lebih lanjut jika merujuk padawebsite resmi Kementerian ATR/BPN, terinformasikan dengan jelas bahwa layanan pemberian hak milik perorangan hanya dibutuhkan 7 syarat. Hal ini tentu sangat berbeda dengan kisah di atas, dimana petugas dalam memberitahukan persyaratan tidak informatif, dan kemungkinan tidak terinformasikan secara lengkap di awal pemohon mengakses layanan, sehingga pemohon harus bolak balik untuk melengkapi syarat yang disampaikan oleh petugas.

 Kedua, lamanya waktu layanan mengindikasikan bahwa Kantor Pertanahan menyimpangi standar waktu layanan yang telah ditetapkan, sebagaimana informasi yang juga tertera padawebsite resmi Kementerian ATR/BPN, jangka waktu yang dituhkan untuk jenis layanan pemberian hak milik perorangan adalah 38 hari. Hal ini sangat jauh berbeda dengan implementasi di lapangan, yang membutuhkan waktu hampir 1 tahun, untuk mendapatkan sertipikat. Lambatnya pelayanan yang diberikan tak sejalan dengan asas kepastian dalam pelayanan publik, dan telah menyalahi kewajiban yang seharusnya dijalankan oleh pihak Kantor Pertanahan, sebagaimana UU No. 25 Tahun 2009, bahwa penyelenggara pelayanan publik berkewajiban untuk melaksanakan layanan sesuai dengan standar pelayanan.

Ketiga, proses yang ditempuh dan arahan petugas, dapat dilihat belum ada prosedur yang jelas dalam layanan di atas, idealnya sebuah layanan juga harus menyertakan alur atau sistem mekanisme prosedur, sebagaimana amanat Pasal 12 UU No. 25 Tahun 2009, mekanisme prosedur dibutuhkan oleh pengguna layanan untuk kepastian tahapan layanan publik di kantor pertanahan. Misalnya, jika berkas persyaratan lengkap, pemohon harus menempuh tahapan apa lagi, atau jika berkas persyaratan tidak lengkap maka pemohon harus melengkapi, dan setelah lengkap prosedur apa lagi yang harus ditempuh oleh pemohon. Dari cerita di atas, petugas bahkan meminta pemohon untuk datang, apakah proses tatap muka/pertemuan ini masuk dalam alur atau prosedur layanan pendaftaran layanan pemberian hak milik perorangan sebagaimana yang diakses oleh Pemohon? Ataukan hal ini merupakan sesuatu diuar alur/mekanisme yang berlaku?

Keempat, dalam hal komunikasi layanan, pihak Kantor Pertanahan juga cenderung menggunakan nomor kontak pribadi, bukan nomor layanan kantor secara resmi. Hal ini tentu menjadi citra bahwa di Kantor Pertanahan tersebut, layanan masih dilakukan secara orang perorangan, bukan melalui sistem (walaupun prosesnya terekam dalam sistem). Jika memang tujuannya untuk memudahkan komunikasi, maka tetap disarankan untuk menggunakan nomor telepon resmi yang dimiliki, hal ini akan memudahkan melakukantarcking tindak lanjut melalui nomor tersebut, baik oleh atasan ataupun oleh rekan kerja lainnya, juga dapat digunakan sebagai langkah antisipasi terjadinya penyimpangan yang menjurus pada hal negatif oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya meminta uang kepada Pemohon, diluar biaya yang telah ditetapkan.

Kelima, dalam sistem pelayanan publik, maklumat layanan sebagai janji penyelenggara terhadap pengguna layanan. Pada intinya jika penyelenggara layanan, memberikan layanan yang kurang baik kepada msyarakat maka penyelenggara siap untuk mendapatkan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini sebagai dasar awal rasa nyaman dan aman oleh pengguna layanan, bahwa saat ia akan mengakses layanan di instansi yang telah mempublikasi maklumat layanan, maka ia akan merasa ada jaminan untuk mendapatkan layanan yang sesuai dengan prosedur yang berlaku. Namun dalam konteks di atas, pemohon tidak mendapatkan kepastian layanan, karena penyelenggara telah mengingkari maklumat layanan yang telah dibuatnya, padahal maklumat layanan pada kantor pertanahan tersebut telah terpajang rapi di ruang layanan pertanahan, juga telah dipublish padawebsite resmi BPN secara nasional.

Menjalankan pelayanan publik memang bukan hal yang mudah, terlebih berbagai macam karakter pengguna layanan yang harus dihadapi para penyelenggara/pelaksana layanan setiap harinya. Ditambah lagi pelaskana pelayanan harus berusaha ekstra untuk menjelaskan dan memahamkan pengguna layanan/masyarakat yang tidak paham/tahu dengan aturan yang berlaku, dan tetap kekeh dengan kehendaknya sendiri, tanpa memperhatian prosedur yang berlaku pada instansi penyelenggara. Namun hal ini bukan menjadi alasan 'pemaaf' untuk kita sebagai penyelenggara pelayanan publik memberikan pelayanan yang kurang maksimal kepada masyarakat. Semoga kedepan seluruh pelayanan publik semakin baik, khususnya layanan pertanahan.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...