Inovasi Pelayanan Publik di Era Digital
Saat ini Indonesia sedang memasuki era revolusi industri 4.0., era di mana disrupsi teknologi digital semakin masif. Industri 4.0 atau revolusi industri keempat adalah istilah yang secara umum digunakan untuk tingkat perkembangan industri teknologi. Untuk tingkatan ini, berfokus pada teknologi-teknologi yang bersifat digital. Pada era ini, teknologi serta sistem digital seperti cloud computing, internet of things, dan artificial inteligent dimanfaatkan sebagai alat yang dapat membantu memudahkan aktivitas sehari-hari.
Pada era ini, masyarakat menginginkan segala pengurusan dapat dilakukan dengan cepat, efektif, serta efisien. Itulah sebabnya pelaksana pelayanan publik juga dituntut untuk dapat memberikan pelayanan prima. Birokasi harus mempunyai jiwa melayani, menuju ke arah yang lebih fleksibel dan dialogis serta menuju cara-cara kerja yang lebih realistis pragmatis, hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Dalam rangka mewujudkan good governance, pelayanan publik menjadi bagian strategis dan penting, termasuk keterlibatan masyarakat di dalamnya. Dalam konteks pelayanan publik, inovasi biasanya merupakan hasil atau tindak lanjut dari proses evaluasi dan perbaikan atas keluhan, pengaduan, dan masukan dari masyarakat selaku pengguna layanan. Artinya partisipasi masyarakat sangat berdampak terhadap potensi inovasi yang dilakukan oleh penyelenggara layanan. Semakin masyarakat proaktif peduli terhadap perbaikan pelayanan publik, semakin besar potensi penyelenggara layanan melakukan inovasi atas layanannya.
Menurut Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Selatan, yang disampaikan pada beberapa kegiatan, bahwa terdapat lima pilar pelayanan publik untuk pelayanan publik prima. Lima pilar itu adalah pertama, product atau produk apa yang di hasilkan dari layanan publik; kedua, ada policy atau kebijakan yang mendukung atau menguraikan layanan tersebut; ketiga people atau Sumber Daya Manusia (SDM), manajemen SDM sangat penting untuk memetakan kebutuhan setiap instansi, peningkatan kompetensi SDM, dan melakukan reward dan punishment untuk menjaga kinerjanya tetap stabil; keempat, infrastructure atau ketersediaan sarpras atau fasilitas pendukung yang memadai dan ramah terhadap kaum difabel serta kelompok rentan; kelima, innovation atau inovasi hal-hal yang baru diciptakan atau hasil pengembangan yang mendatangkan manfaat besar bagi pengguna dan penyelenggaraan layanan publik. Lima pilar pelayanan publik tersebut penting untuk menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Terdapat beberapa alasan, mengapa penyelenggara layanan harus berinovasi. Pertama, sudah begitu banyak regulasi yang mengatur. Antara lain UU 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, PP Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Permenpan RB Nomor 30 Tahun 2014 tentang Pedoman Inovasi Pelayanan Publik, Perpres 95 Tahun 2018 tentang SPBE, dll. Sehingga sudah menjadi kewajiban penyelenggara pelayanan publik untuk terus melakukan inovasi.
Kedua, tuntutan zaman dan kondisi. Zaman sudah berubah, saat ini memasuki era disrupsi, industri 4.0 yang serba digital, sementara kenyataannya beberapa pelayanan publik mengalami stuck. Penyelenggara harus mampu merespons terhadap perkembangan zaman. Ketiga, ekspektasi pengguna layanan semakin meningkat. Semakin hari kesadaran masyarakat terhadap pelayanan publik semakin meningkat, demikian juga ekspektasi masyarakat selaku pengguna layanan, semakin hari semakin meningkat dan menuntut pelayanan terbaik.
Adapun beberapa manfaat untuk inovasi pelayanan publik digital, pertama, mudah dan merata. Pelayanan publik semakin mudah diakses dan dampaknya dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang lebih luas. Kedua, sesuai kebutuhan layanan, maksudnya inovasi yang dihasilkan mampu merespons sesuai dengan kondisi dan kebutuhan layanan. Ketiga, efektif, tepat guna, dan tepat sasaran. Keempat, efisien, cepat, berbiaya murah (low cost).
Beberapa contoh inovasi pelayanan publik di era digital yang bisa dianggap sukses antara lain tanda tangan elektronik. Saat ini sudah sangat lazim digunakan, baik di dokumen Kartu Keluarga, maupun persuratan instansi, terutama semenjak Pandemi Covid-19. Padahal dahulu saat awal inovasi ini dilakukan, masih belum banyak instansi yang menganggap tanda tangan elektronik sebagai suatu hal yang penting.
Berikutnya, ETLE / E-Tilang. Implementasi TI untuk menangkap pelanggaran dalam berlalu lintas secara elektronik juga untuk mendukung keamanan, ketertiban, dan keselamatan. Bayangkan saja, saat ini pelanggar lalu lintas tidak hanya dapat ditilang ketika ketahuan langsung oleh Polisi Lalu Lintas, cukup dari rekaman kamera yang terpasang pada beberapa ruas jalan, jika ada pengendara yang melakukan pelanggaran, secara otomatis dan super cepat, sistem akan mencatat dan mendata pelanggar lalu lintas, akan langsung terdata identitasnya, dan selanjutnya bukti pelanggaran / surat tilang dapat segera melayang ke rumah si pelanggar lalu lintas.
Lalu aplikasi SINARAP (Sistem Informasi Rawat Inap) Kementerian Kesehatan. Aplikasi dan website yang menginformasikan data dan informasi ketersediaan tempat tidur pasien di rumah sakit, yang disajikan secara real time. Hal ini tentu saja sangat bermanfaat di tengah kondisi pandemi yang seringkali membuat banyak rumah sakit menjadi penuh karena harus merawat Pasien yang terpapar Covid-19 dengan segala variannya.
Singkatnya, industri 4.0 adalah tentang transformasi digital. Era industri ini memungkinkan dilaksanakannya otomatisasi berbagai peralatan dengan sistem gabungan yang bisa bekerja sama antara satu dengan yang lain. Hal tersebut juga akan membantu memecahkan masalah, memudahkan dalam proses maupun penelusuran atas proses yang sedang berjalan. Tentunya, penerapan industri 4.0 ini diharapkan akan meningkatkan produktivitas dan mempermudah dalam menjalankan fungsi pengawasan, untuk itu penyelenggara pelayanan publik harus mampu beradaptasi dan berinovasi di era digital ini.
Hidup di era disrupsi, laksana berjalan di atas treadmill, yang tanpa kita sadari kecepatannya akan semakin bertambah. Jika kita gagal berinovasi dan menyesuaikan diri dengan kondisi dan kecepatan zaman, makan kita akan terpental ke belakang. Untuk itu kita harus peka, responsif, dan mampu terus berinovasi dalam menghadapi segala kondisi dan tantangan.
Maulana Achmadi, S.Sos., M.A.P.