Inovasi Ombudsman Collaboration
Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Selatan menginisiasi atau membuat inovasi satu program yang disebut "OC" (Ombudsman Collaboration). Salah satu keunggulan inovasi ini adalah membuat jalur relasi dan komunikasi kerjasama pencegahan maladministrasi dan percepatan penyelesaian laporan antara Ombudsman dan lembaga penyelenggara pelayanan publik menjadi lebih asyik dan interaktif. Selain berfokus pada nilai efektif, efisien, dan transparan.
Munculnya inovasi ini dikarenakan selama hampir 11 tahun Ombudsman Kalsel masih sedikit melakukan perjanjian kerja sama atau MoU. Padahal fungsi MoU atau kerja sama lembaga bagi Ombudsman adalah strategi penting untuk menyosialisasikan nilai-nilai Ombudsman, mencegah maladministrasi, dan percepatan penyelesaian laporan masyarakat. Selain itu belum ada alat kontrol atas kerjasama atau MoU yang sudah dibangun sehingga tidak ada evaluasi yang jelas dan tindak lanjut yang matang berkaitan kerja sama tersebut.
Merespons kondisi tersebut Keasistenan Pencegahan Maladministrasi di tahun 2022 ini mencoba menuangkan sejumlah strategi dengan sejumlah uji coba dan mengevaluasi respons dan cara berkomunikasi selain dikuatkan dengan kajian-kajian legal standing dan interaksi secara konsisten, baik dengan unsur pusat maupun komponen daerah, seperti pimpinan Ombudsman RI, Biro Hukum Kerjasama dan Organisasi, dan Inspektorat, terutama pola pendekatan kepala daerah dan sekretaris daerah.
Setidaknya ada lima unsur dari OC yang berpengaruh pada tercapainya target kerja sama Ombudsman Kalsel, yakni penguatan legal standing, komunikasi dan filosofi relasi lembaga, elastisitas muatan kerja sama, orientasi dan nilai manfaat publik, serta digitalisasi evaluasi kerja sama.
Kelima strategi ini cukup mujarab bagi Ombudsman Kalsel untuk menghasilkan 48 kerja sama dari target hanya lima institusi, dengan rincian 21 PKS dengan SKPD Pemprov Kalsel, 14 PKS dengan Kantor Pertanahan se-Kalsel dan 13 MoU dengan kepala daerah kab/kota se-Kalsel.
Secara singkat makna dari lima unsur tersebut, pertama, legal standing, selama ini salah satu kendala menuangkan konsep kerja sama yang mengikat secara formal dan material lembaga, adalah ketidaktahuan atas legal standing atau dasar hukum yang mengikat para pihak dan ini menjadi salah satu kekuatan awal untuk menggambarkan kepada lembaga, bahwa ada kewajiban di balik aturan.
Kedua, unsur komunikasi dan filosofi relasi lembaga, unsur ini adalah strategi membangun komunikasi dengan menyertakan sejumlah filosofi relasi, dimana Tim Pencegahan Ombudsman menggambarkan kerja sama yang dibangun bukan untuk menjadikan pekerjaan rumah atau tugas tambahan atau hanya sekadar kewajiban, tetapi lebih mendalam, yakni memaknai hubungan yang intens dengan tujuan yang sama membangun peradaban pelayanan publik negara.
Ketiga, unsur elastisitas muatan kerja sama, maksudnya di sini adalah Tim Pencegahan Ombudsman harus mampu menerangkan secara terang, menjelaskan secara jelas. Bahwa prinsip utama kerja sama atau kolaborasi adalah tidak ada hidden agenda (maksud terselubung) atau muatan isi yang tersembunyi, sehingga menguntungkan salah satu pihak saja, tetapi memahami bahwa para pihak saling terbuka, memiliki hak sama, dan fokus pada nilai efektifitas.
Keempat, orientasi dan nilai manfaat publik. Ombudsman menekankan pada nilai-nilai fundamentasl hakikat melayani, kehadiran, keadilan, kepercayaan, dan prinsip kerja sama, yang membawa pada keberkahan semua pihak. Lebih khusus pada perbaikan pelayanan publik dari generasi ke generasi dan menggambarkan ada investasi yang luar biasa bagi bangsa dan negara di balik komitmen kerja sama tersebut, atau dengan bahasa lain, instansi diajak untuk melihat seberapa dahsyat manfaat di balik kerja sama yang dibangun
Terakhir, membangun sistem kontrol dan evaluasi dengan berbasis teknologi. Aplikasi ini memuat sejumlah data penting terlebih daftar kerja sama, strategi kontrol, serta catatan penting tindak lanjut kerja sama. Semua ini agar tetap bisa berlanjut meskipun orang berganti, sebab hakikat kerja sama adalah konsistensi/keberlanjutan.
Secara logika, target 18 kerja setahun di Keasistenan Pencegahan yang hanya tiga orang saja, ditambah kebutuhan waktu yang berkejaran, maka untuk mencapai 48 kerja sama tersebut dirasa tidak mungkin. Namun, saat fokus pada indikator dan unsur inovasi yang dibangun dan dikerjakan secara konsisten, maka bisa mendapatkan hasil yang memadai. Terlepas juga pasti ada trial and error pada suatu program baru yang di uji coba . Namun, tim Juga telah melakukan mitigasi sebagai langkah antisipasi.
Seperti dikemukakan di atas, Keasistenan Pencegahan Maladministrasi membangun satu sistem digitalisasi evaluasi kerjasama yang dimasukkan dalam sistem aplikasi yang kami sebut "Cegah". Aplikasi ini menjadi sistem kendali dan evaluasi serta diharapkan mampu menjadi alat konrol , dan alat kerja dari inovasi Ombudsman Collaboration.
Ombudsman bertekad akan terus membangun sinergi untuk mempercepat perubahan pelayanan publik di daerah, agar publik bisa mendapatkan hak-haknya atas pelayanan publik yang baik dan prima, demi kesejahteraan dan keadilan rakyat Indonesia.
Muhammad Firhansyah, Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Pewakilan Ombudsman RI Kalimantan Selatan