Dilema Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) terhadap Pemerataan Pendidikan
Upaya pemerintah dalam memperbaiki kualitas pendidikan terus dilakukan, berbagai program dijalankan, seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), digitalisasi sekolah, reformasi lembaga pendidikan dan Program Kampus Merdeka. Salah satu yang menyita perhatian publik dalam kegiatan Kampus Merdeka melalui Program Indonesian International Student Mobility Awards atau dikenal IISMA.
IISMA merupakan program beasiswa yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan Sarjana untuk dapat mengikuti pendidikan belajar di universitas mitra yang berada di luar negeri. Bahwa tujuan diadakannya kegiatan ini untuk menyediakan beasiswa bagi mahasiswa Indonesia untuk melakukan pembelajaran ke perguruan tinggi di luar negeri, membuka peluang untuk menginisiasi dan memperkuat kerja sama antarperguruan tinggi, dalam dan luar negeri, serta mempersiapkan awardee yang memiliki pengetahuan, softskill, dan pemahaman lintas budaya. Selain itu, hadirnya IISMA diharapkan dapat menghasilkan alumni yang berkontribusi terhadap Indonesia.
Namun, belakangan ini dampak program IISMA terhadap pemerataan pendidikan di Indonesia menjadi sorotan masyarakat di sosial media. Masyarakat beranggapan bahwa Program IISMA hanya memberikan kesempatan kepada masyarakat menengah ke atas. Kondisi ini diperkuat dengan berbagai sorotan di sosial media yang menunjukkan adanya kesan yang menggambarkan mahasiswa yang terpilih program IISMA menghambur-hamburkan biaya yang diberikan oleh negara.
Meskipun dalam program IISMA salah satu yang diharapkan adalah dapat mengenalkan budaya Indonesia dan adanya peningkatan kerja sama pendidikan. Namun, ternyata masih belum optimal dan menunjukkan ketimpangan dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Kesenjangan akses pendidikan masih terjadi terutama pada daerah kota dan perdesaan. Data BPS pada tahun 2023 menunjukkan, bahwa pada daerah perdesaan masih didominasi oleh lulusan sekolah dasar dengan persentase sebesar 31,13%.
Selain itu, timpangnya fasilitas dan ketersediaan kualitas SDM, terutama pangajar masih menjadi permasalahan yang belum mendapatkan penyelesaian secara komprehensif. Padahal anggaran pendidikan pada tahun 2023 saja mencapai Rp608,3 triliun, dengan berbagai alokasi salah satunya untuk transfer ke daerah (TKD) mencapai Rp302,7 triliun. Hal ini dimaksudkan untuk merevitalisasi sarana sekitar 11.994 sekolah dan merevitalisasi prasarana 7.409 sekolah, selain itu Rp175 triliun untuk gaji tenaga pendidik daerah, serta untuk aloksi lainnya.
Aspek lainnya dalam dunia pendidikan, kualitas tenaga pendidik dan pengajar yang masih belum layak. Hal ini berbanding lurus dengan hasil pengawasan Ombudsman RI, dimana substansi pendidikan menjadi substansi yang paling sering dilaporkan dan dikonsultasikan di Ombudsman RI. Pendidikan sebagai pelayanan publik dasar harus mampu memberikan dampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Bahwa program pendidikan seharusnya secara universal dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Ke depannya program pendidikan tinggi, seperti IISMA perlu diperhatikan apakah sasaran dari program tersebut sudah sesuai, serta perlu adanya komitmen pemerintah dalam melaksanakan reformasi pendidikan dalam negeri. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan program beasiswa dan target pemerataan pendidikan dapat berbanding lurus.
Penulis:
Chiquita Puspa Annisa Dewi (Magang Ombudsman RI), didampingi oleh Kartika Purwaningtyas (Asisten Ombudsman RI)