Birokrasi Cermin Layanan Publik
Reformasi Birokrasi menjadi prioritas dalam membangun Indonesia Maju. Presiden Jokowi selalu menekankan bahwa suatu lembaga harus bekerja semakin lincah, adaptif, inovatif mampu bekerja secara efektif dan efisien dengan pola pikir pemberi layanan yang melayani dengan memberikan kecepatan dalam melayani, ketepatan dalam memberikan pelayanan. Hal ini merupakan salah satu wujud dari reformasi birokrasi. Birokrasi dibeberapa negara lebih maju selalu kita pandang sebuah birokrasi yang lebih efisien, tidak berbelit-belit, orang-orangnya cerdas, lembaganya luwes tidak kaku, publik ingin melaporkan apapun lebih gampang dan layanan publik tersedia dengan baik. Jika sebuah birokrasi layanan berbelit-belit, tidak efisien dan layanan publiknya sulit ditemukan maka hal inilah yang memerlukan reformasi.
Pemerintah memiliki dasar hukum yang kuat dalam melakukan reformasi birokrasi yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Birokrasi 2010-2025. Hal ini mengisyaratkan bahwa Indonesia telah melewati reformasi birokrasi selama dua periode yaitu 2010- 2014. Tujuan dari reformasi birokrasi pada saat itu adanya penguatan birokrasi pemerintah dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme, peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi, serta meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat.
Kemudian dilanjutkan dengan periode kedua yaitu tahun 2015-2019 mengenai bagaimana implementasi hasil-hasil yang sudah dicapai pada lima tahun pertama pada berbagai komponen strategis pemerintah. Sekarang kita memasuki periode ketiga dalam reformasi birokrasi yang bertujuan agar reformasi birokrasi bergerak dinamis, sehingga terjadi perbaikan secara terus menerus sebagai lanjutan dari periode sebelumnya agar terwujud pemerintahan berkelas dunia. Indonesia telah melakukan grand design reformasi birokrasi sampai dengan tahun 2025. Indonesia sedang gencar melakuan reformasi birokrasi dengan tujuan membangun dan mengembangkan kapasitas negara yang menunjukkan kemampuan negara dalam mengimplementasikan serangkaian kebijakan dalam menjalankan pembangunan itu sendiri.
Setiap tahun ada banyak instansi pemerintah yang melaksanakan dan mencanangkan Pembangunan Komitmen Zona Integritas (ZI) yang dilakukan secara terbuka dengan melakukan penandatanganan deklarasi/pernyataan Piagam Pencanangan Pembangunan ZI. Ditandatangani oleh pimpinan instansi dan juga seluruh pegawai. Penandatanganan ini dilakukan secara terbuka agar masyarakat menjadi fungsi kontrol sosial yang terus menerus mengawal dan mengawasi instansi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Hal ini sejalan dengan adanya Peraturan pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara. Dalam aturan ini disampaikan bahwa masyarakat dapat berperan aktif dalam penyelenggaraan negara karena pada hakikatnya masyarakat memiliki hak yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Masyarakat memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan memberikan informasi mengenai penyelenggaraan negara, masyarakat memiliki hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari Penyelenggara Negara, masyarakat memiliki hak untuk menyampaikan saran pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan Penyelenggara Negara. Selanjutnya masyarakat memiliki hak untuk memperoleh perlindungan hukum yang bertujuan untuk mewujudkan Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang dilaksanakan dengan menaati norma hukum, moral, dan sosial yang berlaku dalam masyarakat.
Dalam kenyataannya masyarakat masih belum menjadi fungsi kontrol sosial sepenuhnya karena sebagian masyarakat masih cenderung apatis. Tidak peduli apapun yang terjadi dalam penyelenggaraan negara khususnya dalam penyelenggaraan pelayanan publik meskipun mereka menjadi korban dari pelayanan publik itu sendiri. Dapat kita lihat kembali tidak hanya haknya yang telah dijamin oleh peraturan perundang-undangan, tetapi peran masyarakat juga diperlukan dalam penyusunan standar pelayanan. Sehingga masyarakat tidak hanya menikmati sebuah layanan yang sudah ditetapkan standar pelayanannya. Jauh sebelum itu masyarakat seharusnya sudah ikut berperan aktif dari dimulainya proses penyusunan sampai dengan penetapan standar pelayanan yang mana telah diamanahkan oleh Undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik pada pasal 20 ayat 2 dan Permenpan RB Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman Standar Pelayanan.
Dapat disimpulkan bahwa reformasi birokrasi dapat berhasil apabila masyarakat juga memiliki peran aktif dalam mengawal dan ikut mengawasi penyelenggara negara dalam memberikan pelayanan publik. Pemerintah telah membuat berbagai peraturan agar dapat diselenggarakan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat. Hanya saja dalam implementasinya masih banyak kendala yang dihadapi sehingga perlu sinergi bersama untuk mencapai tujuan birokrasi pemerintah yang profesional, dapat beradaptasi dengan berbagai perkembangan, berintegritas, berkinerja tinggi, bersih dan bebas KKN, mampu melayani publik dengan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara.
Instansi pemerintahan bekerja untuk kepentingan publik, yang mana tahapan berikutnya instansi Pemerintah tersebut melakukan komitmen dalam mewujudkan WBK/WBBM khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Berdasarkan data Ombudsman RI ada sekitar 117 (seratus tujuh belas) instansi Pemerintahan yang melakukan upaya perbaikan dan telah berkomitmen bahwa instansinya telah mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi (WBK).
Reni Yunita Ariany, S.Pd.
Asisten Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Selatan