Birokrasi Bersih Melayani
Dalam beberapa tahun belakangan ini, saya sering diundang berdiskusi dan menjadi saksi penandatanganan pencanangan dan komitmen pelaksanaan Zona Integritas (ZI) Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Bersih dan Melayani (WBBM) di instansi pusat dan daerah. Sebab berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2019 sebagai perubahan dari Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di instansi pemerintah, Ombudsman RI dapat menjadi saksi pada saat pencanangan ZI untuk instansi pusat dan instansi daerah selain menjadi Tim Penilai Nasional bersama unsur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Karena itu adalah kewajiban kami untuk selalu bersama seluruh instansi pemerintah membangun birokrasi yang bersih dan melayani serta bebas dari korupsi.
Saat menjadi saksi pencanangan tersebut saya selalu berharap agar penandatangan pencanangan zona integritas ini tidak sekadar seremonial belaka, tetapi harus ada perbaikan nyata pada loket-loket pelayanan seluruh instansi penyelenggara pelayanan. Nilai-nilai kejujuran, loyalitas, komitmen dan niat memperbaiki harus merasuk dalam sanubari seluruh aparatur negara agar hak-hak masyarakat untuk dilayani dengan baik dapat terpenuhi.
Membangun Zona Integritas
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Perpres Stranas PK), terdapat tiga sektor prioritas pencegahan korupsi yaitu, perijinan dan tata niaga, keuangan negara, dan penegakan hukum dan Reformasi Birokrasi.
Salah satu sub aksi pada sektor penegakan hukum dan reformasi birokrasi adalah tentang pembangunan Zona Integritas. Zona Integritas adalah predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan wilayah bebas korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih melayani (WBBM) melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Sedangkan Wilayah Bebas Korupsi adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tata laksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, dan penguatan akuntabilitas kinerja.Â
Dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tata laksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan penguatan kualitas pelayanan publik.
Pembangunan Zona Integritas dianggap sebagai role model reformasi birokrasi dalam penegakan integritas dan pelayanan berkualitas dan menjadi aspek penting dalam hal pencegahan korupsi di pemerintahan. Sementara reformasi birokrasi dalam pengertian yang sederhana adalah upaya memperbaiki birokrasi pemerintahan secara terus-menerus agar menjadi lebih baik. Lebih baik dalam hal bersih dan bebas KKN, pelayanan berkualitas, cepat, murah, aman, pasti dan berkeadilan bagi semua masyarakat serta pemerintahan yang akuntabel, esfisien, efektif dan bersinergi khususnya pada area-area manajemen perubahan(culure set dan mind set), penataan tata laksana, penguatan akuntabilitas kinerja, penataan Sumber Daya Manusia (SDM) dan aparatur, penguatan pengawasan, dan peningkatan kualitas pelayanan publik.Â
Semakin banyak instansi yang membangun integritas birokrasinya melalui pencanangan dan komitmen melaksanakan zona integritas, akan semakin bagus pelayanan kepada masyarakat kita. Selain itu, upaya ini juga bisa mencegah penyimpangan dan dapat melindungi aparatur kita dari tindakan koruptif.
Saya menyadari betul bahwa upaya-upaya preventif dengan menata sistem birokrasi agar lebih transparan dan akuntabel jauh lebih bermanfaat dari pada upaya penindakan yang berujung luka bagi semua pihak. Membanguna ZI melambangkan komitmen unit-unit kerja untuk senantiasa menjadi ikon birokrasi yang melayani, sekaligus bersih dan bebas dari korupsi. Untuk itu, komitmen itu tidak boleh berhenti pada hal-hal yang bersifat seremonial ataupun administratif.
Progres  Pemerintah  Daerah
Hasil Penilaian Reformasi Birokrasi dan Zona Integritas Kementrian PAN RB kepada seluruh pemda maupun hasil penilaian mandiri tahun 2021 menunjukan banyak perbaikan. Hasil penilaian dilakukan dengan merampungkan skor dari dua komponen pendukung indeks reformasi birokrasi yaitu komponen pengungkit berupa indeks arsip, indeks pengadaan barang dan jasa, indeks perencanaan, indeks pengelolaan aset, indeks pengelolaan keuangan, maturitas SPIP, indeks sistem merit, indeks profesionalitas ASN, dan tingkat kepatuhan standar pelayanan publik.
Komponen hasil mencakup nilai SAKIP, opini BPK, kualitas pelayanan publik (indeks pelayanan publik oleh kemenpan RB), pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (indeks persepsi anti korupsi KPK) dan kinerja organisasi. Khusus Pemerintah Provinsi NTT menunjukan banyak perbaikan jika dilihat dari pelaksanaan misi ke-5 Gubernur berupa mewujudkan Reformasi Birokrasi Pemerintahan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Mari kita lihat data berikut ini. Pertama, tahun 2020, Indeks Reformasi Birokrasi Pemerintah Provinsi NTT berada pada skor 60,74 poin dengan kategori B atau meningkat beberapa poin dari indeks tahun 2017 skor 60,32 dengan kategori B. Kedua, evaluasi atas implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) oleh inspektorat provinsi terhadap perencanaan kinerja, perjanjian kinerja dan penerapan anggaran berbasisi kinerja dan pencapaian kinerja menunjukan terus mengalami perbaikan. Hasil evaluasi SAKIP perangkat daerah tahun 2020 yang dilaksanakan tahun 2021 diperoleh nilai rata-rata sebesar 82.00 (A= memuaskan) atau meningkat 9,46 poin dari tahun sebelumnya sebesar 72,54 (BB=sangat baik).
Ketiga, Indeks Inovasi Daerah atauInnovative Government Award (IGA) yang diumumkan 17 September 2021 lalu menempatkan NTT dalam urutan ke-3 tingkat provinsi dengan skor 86,44 dan mendapat rangking 16 dari 548 provinsi/kabupaten/kota se-Indonesia. Rangking ini menunjukan ASN NTT telah menciptakan banyak inovasi dalam pelaksanaan pelayanan publik di daerah dalam rangka meningkatkan daya saing.
Keempat, Hasil Survei Ombudsman RI atas Kepatuhan Pemerintah Provinsi NTT terhadap Standar Pelayanan Publik tahun 2017 menunjukan skor total 90,28 dengan tingkat kepatuhan tinggi. Sayangnya angka ini mengalami penurunan saat survei tahun 2021 menuju skor 62,86 dengan tingkat kepatuhan sedang. Adapun penurunan skor penilaian yang menjadi sebab menurunnya zonasi kepatuhan standar pelayanan publik ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, sebagian besar penyelenggara pelayanan pemerintah daerah belum memiliki informasi pelayanan secara elektronik (website), sebagian besar penyelenggara pelayanan belum memiliki sarana dan pelayanan bagi yang berkebutuhan Khusus/difabel, sebagian besar penyelenggara pelayanan belum memiliki mekanisme prosedur pengelolaan pengaduan dan pejabat pengelola pengaduan dan sebagian penyelenggara pelayanan belum memiliki sarana pengukuran kepuasan masyarakat.
Kelima, seluruh perangkat daerah (39 PD) sudah melakukan kegiatan pencanangan zona intergritas namun belum semua perangkat daerah melanjutkannya dengan pelaksanaan komitmen zona integritas. Keenam, hasil opini BPK RI beberapa tahun terakhir adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Beberapa Alternatif Solusi
Terhadap berbagai permasalahan pelaksanaan reformasi birokrasi tersebut, berikut ini beberapa alternatif solusi yang ditawarkan guna peningkatan skor indeks reformasi birokrasi di NTT. Pertama, agar gencar melakukan konsolidasi internal antara biro organisasi/bagian organisasi tata laksana Setda yang membawahi tugas pokok fungsi reformasi birokrasi dan pelayanan publik dengan perangkat daerah guna memenuhi seluruh data dukung Indeks Reformasi Birokrasi.
Kedua, agar menjadikan progress pencapaian dua komponen pendukung reformasi birokrasi baik komponen pengungkit maupun komponen hasil sebagai indikator kinerja perangkat daerah dan menjadi dasar pemberian reward and punishment.  Jika skor pada semua komponen pendukung terus mengalami peningkatan maka dambaan masyarakat akan pelayanan pemerintah yang cepat, mudah, murah, transparan dan akuntabel semakin dekat dengan harapan masyarakat.
Darius Beda Daton (Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi NTT)Â Â Â