• ,
  • - +

Artikel

Bima, Husen dan Kapasitas Penanganan Pengaduan Publik
• Rabu, 24/05/2023 •
 

Penanganan keluhan Bima, seorang Tiktoter terhadap layanan infrastruktur di Lampung dan keluhan Husen, guru muda Pangandaran mengenai pungli dalam pengurusan Latihan Dasar (Latsar) oleh BKPSDM Kabupaten Pangandaran menandai, rendahnya kapasitas penanganan pengaduan internal (Internal Complaint Handling) pemerintah Lampung dan BKPSDM Kabupaten Pangandaran.

Tidak hanya berkapasitas rendah, namun Gubernur Lampung Arinal Djunaidi dan Kepala BKPSDM Kabupaten Pangandaran Dani Hamdani juga resisten terhadap pengaduan publik. Bukannya menangani pengaduan masyarakat dengan baik, malah justru "menyerang" balik pengadu.

Arinal Djunaidi dan Dani Hamdani menolak partisipasi publik dalam penyelenggaraan pelayanan publik di daerahnya. Sikap mereka antikritik, dan tergolong patologi dalam dunia birokrasi.

Karena patologi semacam itu, Arinal Djunaidi dan Dani Hamdani kehilangan kesempatan secara dini untuk memperbaiki layanan publik dan penyelenggaraan pemerintahannya. Mereka seharusnya merasa diberi saran baik. Akibatnya, mereka harus berhadapan dengan netizen. Karena itu, Arinal Djunaidi mengaku pusing, syok dan harus menanggung malu.

Sementara, Dani Hamdani telah diberhentikan dari jabatannya. Kekayaan dan hartanya juga dikuliti publik. Saya yakin, mereka menyesali responsnya yang buruk terhadap pengaduan/keluhan masyarakat. Mereka sama sekali tidak mengira, risiko tidak menangani pengaduan publik secara baik ternyata sangat berat.

Penanganan Pengaduan Publik

Ada dua model pengaduan layanan publik. Pertama, pengaduan yang bersifat internal. Pengaduan internal diamanatkan dan dijamin oleh UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik.  Pasal 18 menjelaskan bahwa masyarakat berhak melaporkan penyimpangan pelayanan publik dan mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukannya.

Sebagai ketentuan turunan, Pasal 2 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik menjelaskan bahwa penyelenggara layanan wajib menerima, menanggapi, memproses, dan menyelesaikan setiap pengaduan.

Seharusnya, Arinal Djunaidi dan Dani Hamdani menaati amanat peraturan perundangan ini. Seharusnya, keluhan Bima, yang disampaikan oleh media sosial dan pengaduan Husen yang disampaikan langsung melalui Sistem Penanganan Pengaduan Pelayanan Publik (SP4N) www.lapor.go.id, diterima, diproses, dan diselesaikan secara transparan dan akuntabel. 

Kedua, pengaduan eksternal. Pengaduan yang bersifat eksternal dapat disampaikan kepada dua lembaga, yaitu Ombudsman RI dan DPR RI atau DPRD. Dalam kasus Bima dan Husen, tadinya keluhan dan pengaduan masih bersifat internal. 

Pengaduan internal adalah model peringatan dini (early warning system). Sesuai dengan amanat Pasal 36 UU 37/2008 tentang Ombudsman RI, salah satu syarat melapor ke Ombudsman adalah Pelapor harus terlebih dahulu menyampaikan pengaduan kepada terlapor atau atasan terlapor, tetapi pengaduan tersebut tidak mendapat penyelesaian sebagaimana mestinya dari terlapor.

Kesempatan inilah yang tidak digunakan oleh Gubernur Lampung dan Kepala BKPSDM Kabupaten Pangandaran. Beruntung ada media sosial dan viral. Sehingga keluhan Bima dan Husen menggema, direspons dengan cepat oleh Presiden Jokowi selaku atasan Gubernur Lampung, dan Bupati Pangandaran serta Gubernur Jawa Barat selaku atasan BKPSDM Kabupaten Pangandaran.

Dan kini, pengaduan Husen telah menjadi pengaduan ke lembaga eksternal, khususnya Ombudsman. Ombudsman Jawa Barat telah mengaktifkan prinsip stelsel aktif pengawasannya. Melakukan pengawasan, tanpa ada yang melapor, hal tersebut sesuai dengan Pasal 7 huruf d UU 37/2008 tentang Ombudsman RI yang menyebutkan bahwa Ombudsman bertugas melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Hasilnya, patut kita tunggu.

Pesan Presiden

Dalam catatan saya, dua kali Presiden Jokowi berpesan mengenai penanganan pengaduan publik. Pertama, saat peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020, tanggal 8 Februari 2020. Dalam sambutannya presiden berpesan, agar pelayanan publik semakin berkualitas dibutuhkan partisipasi dari masyarakat, baik berupa input, kritikan dan dukungan.

Presiden malah meminta masyarakat untuk lebih aktif lagi menyampaikan pengaduan terkait potensi maladministrasi yang terjadi. Dan atas pengaduan tersebut, penyelenggara pelayanan diminta untuk meningkatkan kinerja perbaikan pelayanan publik.

Presiden juga berpesan bahwa pelayanan publik adalah wajah konkret kehadiran negara dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Negara dianggap hadir jika mampu menyelenggarakan layanan publik yang prima, yang cepat, profesional, dan berkeadilan.

Dalam kesempatan itu, presiden menegaskan perlunya perubahan budaya birokrasi, dari budaya dilayani menjadi budaya melayani. Menurut presiden, penanganan pengaduan publik sangat urgen dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Kedua, dalam kegiatan Penganugerahan Predikat Kepatuhan Tinggi Standar Pelayanan Publik Tahun 2021. Dalam sambutannya, presiden mengatakan tidak ada tempat bagi layanan publik yang tidak responsif, penyelenggara layanan publik harus mengubah cara berpikir, mengubah cara bekerja dan mengubah cara merespons.

Kata presiden, pelayanan yang baik akan meninggalkan kesan yang baik, pelayanan yang buruk juga akan meninggalkan kesan yang buruk. Sikap Gubernur Lampung dan Kepala BKPSDM Kabupaten Pangandaran dalam menangani pengaduan publik, selain tak sesuai amanat peraturan dan perundangan, juga berlawanan dengan semangat dan pesan Presiden Jokowi.

Lebih parah lagi, kejadian itu tentu menurunkan kepercayaan publik pada pemerintah. Dan, semakin membuat publik bertanya-tanya. Apakah untuk mendapatkan keadilan sesuatu harus viral dulu? Viral is justice?


**Tulisan telah dimuat di Harian Singgalang, 9 Mei 2023






Loading...

Loading...
Loading...
Loading...