Asta Cita Kepala Negara, Ombudsman RI Mengiringnya

I. ASTA CITA
Minggu 20 Oktober 2024, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia menggelar Sidang Paripurna dengan agenda tunggal pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Setelah resmi dilantik, pemerintahan Prabowo-Gibran mengumumkan susunan kabinet yang diberi nama Kabinet Merah Putih. Kabinet ini mengusung visi besar "Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045", yang dijabarkan melalui 8 (delapan) misi utama yang disebut Asta Cita, 17 (tujuh belas) Program Prioritas dan 8 (delapan) Program Hasil Terbaik Cepat.
Tentu terhadap visi besar tersebut semua komponen harus menyukseskan, namun kata menyukseskan bukan berarti mengiyakan seluruh jalannya kegiatan tersebut, memberikan masukan, kritik maupun saran agar dalam tahap pelaksanaanya tetap dibutuhkan agar menjadi baik dan dirasakan seluruh manfaatnya untuk rakyat Indonesia.
Asta Cita merupakan landasan kebijakan strategis yang mencakup berbagai aspek penting dalam pembangunan nasional. misi ini terdiri dari memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia, memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru, s.d memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam, dan budaya, serta peningkatan toleransi antarumat beragama untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Sedangkan terkait dengan 17 (tujuh belas) program prioritas hal itu terdiri dari mencapai swasembada pangan, energi dan air, penyempurnaan sistem penerimaan negara, reformasi politik, hukum dan birokrasi s.d penguatan pendidikan, sains dan teknologi dan lain sebagainya. Untuk 8 (delapan) Program hasil terbaik cepat antara lain makan bergizi gratis (MBG), menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan gratis (CKG) kepada setiap warga negara yang berulang tahun, mencetak dan meningkatkan produktivitas lahan pertanian dengan lumbung pangan (Food Estate), membangun sekolah-sekolah unggul dan renovasi sekolah-sekolah, s.d mendirikan badan penerimaan negara dan meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto (PDB) ke 23%.
Tentunya, agar semua program ini dapat berjalan dengan optimal, diperlukan pemahaman yang mendalam terhadap filosopi program, sinergi dari berbagai pihak, s.d penyampaian informasi yang utuh dan menyeluruh mengenai program sehingga rakyat terinformasi atas berita yang valid. Hal terpenting selanjutnya juga seperti pepatah lama mengatakan, "Not what the vision is, but what the vision does", keberhasilan Asta Cita tidak hanya bergantung pada rumusan visi dan misi, tetapi juga pada upaya nyata dalam mewujudkannya. Namun, dalam perjalanan menuju program besar ini, peran berbagai stakeholder diperlukan, termasuk didalamnya Ombudsman RI.
II. Ombudsman RI
Ombudsman pertama kali didirikan di kota Stockholm, Swedia, berjalannya waktu menyebar ke hampir seluruh negara di dunia. Di Indonesia, pembentukan Ombudsman menjadi bagian dari tuntutan era reformasi untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, transparan, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sebagai respons atas tuntutan tersebut, pemerintah membentuk lembaga pengawasan masyarakat yang berasaskan Pancasila dan bersifat mandiri, serta berwenang melakukan klarifikasi, monitoring atau pemeriksaan atas laporan masyarakat mengenai penyelenggaraan negara khususnya pelaksanaan oleh aparatur pemerintahan termasuk lembaga peradilan terutama dalam memberikan pelayanan kepada Masyarakat melalui Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang Pembentukan Komisi Ombudsman Nasional pada 10 Maret 2000. Kemudian kedudukan Ombudsman RI semakin diperkuat dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Dengan adanya undang-undang ini, Komisi Ombudsman Nasional bertransformasi menjadi Ombudsman RI. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik juga disahkan untuk memperkuat peran dan kedudukan Ombudsman RI dalam mengawasi pelayanan publik di Indonesia
Sebagai Lembaga Negara, Ombudsman RI memiliki kewenangan untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Hukum Milik Negara (BHMN), serta badan atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik dengan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Ombudsman juga bersifat mandiri, tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara lainnya dan dalam menjalankan tugas serta wewenangnya bebas dari intervensi pihak manapun. Independensi ini bertujuan untuk menjaga netralitas agar Ombudsman dapat menjalankan tugasnya secara objektif. Secara singkat, hadirnya Ombudsman RI guna melindungi masyarakat dalam memperoleh hak-haknya ketika mengakses layanan publik.
Lebih lanjut, secara kongkrit Ombudsman memiliki tugas untuk menerima serta menindaklanjuti laporan dari masyarakat terkait keluhan terhadap pelayanan publik dan tugas lainnya adalah melakukan pencegahan maladministrasi. Dalam konteks pencegahan maladministrasi, sesuai Peraturan Ombudsman RI Nomor 41 Tahun 2019, salah satu instrumen yang dapat digunakan oleh Ombudsman adalah kajian yang diatur dalam Pasal 24, yang mencakup Kajian Cepat dan Tinjauan Sistemik. Dengan demikian, Ombudsman tidak hanya berperan sebagai tempat pengaduan masyarakat tetapi juga sebagai lembaga yang melakukan kajian untuk mencegah potensi maladministrasi yang terus berulang sebagaimana ketentuan Pasal 8 Ayat 2 UU 37/2008, hasil kajian tersebut disampaikan kepada Presiden, Kepala Daerah, atau pemimpin penyelenggara negara lainnya guna memperbaiki dan menyempurnakan organisasi serta prosedur pelayanan publik. Selain itu, Ombudsman juga dapat memberikan rekomendasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden, serta kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau Kepala Daerah terkait perubahan undang-undang dan peraturan perundang-undangan dalam rangka mencegah maladministrasi.
III. Sinergi Asta Cita Presiden dan Ombudsman RI: Indonesia Emas 2045
Dalam konteks pembangunan nasional menuju Indonesia Emas 2045, Asta Cita Presiden dan peran Ombudsman RI dapat saling melengkapi. Asta Cita berfokus pada pencapaian tujuan pembangunan nasional, sedangkan Ombudsman RI memastikan bahwa setiap kebijakan pemerintah dalam hal pelayanan publik dijalankan dengan baik dan tanpa penyimpangan. Kesejahteraan masyarakat tidak hanya bergantung pada kebijakan yang dirancang, tetapi juga pada pelaksanaannya di lapangan. Jika pelayanan publik tidak berjalan dengan baik, maka tujuan Asta Cita sulit tercapai. Oleh karena itu, Ombudsman RI memiliki peran penting sebagai pengawas dan penyeimbang.
Misalnya, pengawasan terhadap delapan program Hasil Terbaik Cepat sebaiknya dapat dilakukan Ombudsman secara terfokus dengan membagi tanggung jawab kepada Kantor Perwakilan Ombudsman berdasarkan wilayah. Saat ini, Ombudsman Republik Indonesia memiliki 34 Kantor Perwakilan yang tersebar di seluruh provinsi. Keberadaan perwakilan ini sangat penting untuk memastikan pengawasan berjalan lebih efektif dan layanan Ombudsman lebih mudah diakses oleh masyarakat di daerah.
Kembali kepada membagi tanggung jawab dapat dimulai dari identifikasi wilayah. Indonesia terdiri dari lima pulau besar, yaitu Papua, Kalimantan, Sumatra, Sulawesi dan Jawa. Setiap Kantor Perwakilan Ombudsman dapat diberikan tanggung jawab khusus untuk mengawasi agar baik jalannya pelayanan melalui 1 (satu) atau 2 (dua) program Pemerintah yang sesuai dengan karakteristik dan kekhasan wilayahnya. Misalnya, Pulau Jawa, sebagai pusat pendidikan dengan kepadatan penduduk yang tinggi, dapat fokus mengawasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk memastikan kesiapan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dalam sarprasnya, atau mitra dari Badan Gizi Nasional dalam medistribusikan makanan, kebersihan makanan, ketepatan waktu penyampaian makanan dan lain sebagainya. Pulau Kalimantan, dengan luas lahan pertanian dan sumber daya alam yang melimpah, dapat bertanggung jawab dalam pengawasan pencetakan lahan pertanian dan pembangunan lumbung pangan desa, daerah, serta nasional (food estate), mulai dari distribusi pupuk, serapan gabah kering sesuai harga yang telah ditetapkan dan lain sebagainya. Pulau Sumatra, yang memiliki banyak kota besar dan kawasan industri, bisa difokuskan pada Pengecekan Kesehatan Gratis, bagaimana pendaftarannya, apakah terjadi antrian yang kacau, apakah ada pungli dan lain sebagainya. Sementara itu, Pulau Sulawesi, yang memiliki banyak wilayah pesisir dan kepulauan, dapat mengawasi pembangunan infrastruktur desa dan kelurahan, serta penyediaan rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah apabila banyak rumah dibangun disana. Papua, yang masih menghadapi tantangan aksesibilitas layanan apapun, dapat ditugaskan mengenai pengecekan perbaikan sekolah-sekolah, dimulai dari data sekolah rusak, proses perbaikannya, dan lain sebagainya. Semua program tersebut dapat diinformasikan melalui SIPP (sistem informasi pelayanan publik) baik online maupun offline yang dapat diakses semua warga negara sebagai bagian dari peran serta masyarakat dan bagian dari standar layanan yang telah ditetapkan UU pelayanan publik.
Selain metode atau strategi yang disebutkan diatas, dapat juga diformulasikan metode lainnya oleh Ombudsman RI, seperti unit kerja Keasistenan di Ombudsman RI yang terdiri dari beberapa Keasistenan Utama mengambil tema kajian menyesuaikan dengan substansinya, atau masing-masing Kantor Perwakilan mengambil tema sesuai karakteristik daerah masing-masing atau metode lainnya yang ditetapkan melalui keputusan pimpinan Ombudsman. Hasil daripada kajian tersebut di akhir tahun/per periode (3 bulan, 4 bulan atau 6 bulan) dapat disampaikan secara terbuka kepada rakyat Indonesia dan kepada Presiden untuk dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan. Mana yang kurang dapat diperbaiki, mana yang stagnan dapat digenjot sehingga terjadi akselerasi, mana yang timpang dapat merata. Sehingga sinergi antara program Asta Cita dan tugas Ombudsman RI ini dapat menciptakan perbaikan-perbaikan terhadap pelayanan publik sehingga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin meningkat dan mendekatkan Indonesia menjadi Indonesia Emas lebih cepat.
IV. Kesimpulan
Setiap Pemimpin tentu memiliki programnya sendiri, termasuk Presiden selaku Kepala Negara. Program ini tentu didasari pada prinsip memakmurkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang diramu oleh para ahli-ahli yang berkompeten. Maka, ketika telah ditetapkan menjadi program negara, maka sifatnya adalah jalankan. Dalam proses aplikasi dilapangan tentu terdapat kekurangan-kekurangan. Maka, Ombudsman dapat mengambil tempat berdasarkan kewenangannya agar kekurangan-kekurangan tersebut dapat diperbaiki. Ombudsman hadir tentu bukan menjadi biang kerok yang merecoki, namun justru melengkapi sehingga kesempurnaan program dapat didekati. Demi rakyat dan demi Negara Indonesia yang kita cintai.
Penulis:
Alya Septiani, Mahasiswi magang, Jurusan Ilmu Administrasi negara, FISIP Unila
Alfero Septiawan, Asisten Ombudsman RI