Aplikasi I-PUBERS Dan Tantangan Blank Spot
Pupuk bersubsidi adalah barang publik. Artinya masuk dalam ruang lingkup pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Ruang lingkup pelayanan publik mencakup barang publik, jasa publik dan pelayanan administratif. Dalam konteks kebijakan pupuk bersubsidi, pembinaan atau pendampingan oleh para Penyuluh Pertanian adalah jasa publik, sementara data e-RDKK atau e-Alokasi dan Kartu Tani merupakan bentuk pelayanan administratif. Dengan demikian semua ruang lingkup pelayanan publik terdapat dalam kebijakan pupuk bersubsidi, dan oleh karenanya menjadi objek pengawasan Ombudsman Republik Indonesia (RI). Sesuai amanat UU Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia, Ombudsman RI memiliki tugas dan fungsi dalam pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik.
Apalagi dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mendukung program pupuk bersubsidi tersebut sangat besar. Angkanya tidak kurang dari Rp20 triliun per tahun dalam 10 tahun terakhir (2014-2023), bahkan di tahun 2023 mencapai Rp25,3 triliun. Meskipun besar, Presiden RI pernah menyorot hasilnya yang dinilai belum berdampak signifikan terhadap kenaikan produksi pertanian, sehingga perlu dilakukan evaluasi program secara menyeluruh, termasuk terkait dengan perbaikan data dan digitalisasi penebusan pupuk bersubsidi.
Hal ini sejalan dengan apa yang sudah dikerjakan Ombudsman RI dalam beberapa tahun terakhir yang intens melaksanakan pengawasan program pupuk bersubsidi. Melalui kajian sistemik dalam konteks pencegahan maladministrasi tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi serta Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS) tentang Maladministrasi dalam Pendataan dan Penebusan Pupuk Bersubsidi Menggunakan Kartu Tani, setidaknya ada lima permasalahan utama yang ditemukan dalam kebijakan pupuk bersubsidi.
Kelima permasalahan dimaksud yaitu tujuan kebijakan yang belum jelas, kriteria petani penerima yang belum tepat sasaran. pendataan yang belum menghasilkan data yang akurat dan valid, penyaluran yang kerap bermasalah, serta desain perencanaan anggaran yang tidak merata. Tentu berbagai permasalahan yang ada wajib untuk diselesaikan. Tidak boleh berhenti di level wacana atau di kertas saja, tetapi harus betul-betul mewujud dalam aksi-aksi konkret dari seluruh penyelenggara pelayanan publik (stakeholders) di bidang pertanian, khususnya yang terkait dengan program pupuk bersubsidi. Gagasan besarnya adalah Transformasi Kebijakan Pupuk Bersubsidi yang mengandung komitmen bersama dan upaya-upaya perubahan untuk perbaikan tata kelola pupuk bersubsidi.
Salah satu upaya transformasi yang dilihat sedang diinisiasi adalah penerapan aplikasi i-Pubers. i-Pubers singkatan dari Integrasi Pupuk Bersubsidi, dikembang-kan oleh PT Pupuk Indonesia (Persero). Aplikasi ini mengintegrasikan aplikasi T-Pubers (Tebus Pupuk Bersubsidi) dari Kementerian Pertanian dengan aplikasi Rekan dari PT Pupuk Indonesia. Melalui i-Pubers kios-kios dapat meng-input data penyaluran pupuk bersubsidi secara digital. Secara ringkas, prosesnya adalah petani datang sendiri ke kios dengan membawa kartu identitas (KTP) guna dipindai Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang bersangkutan yang sudah terhubung ke data e-Alokasi. Setelah jumlah transaksi penebusan di-input, petani menandatangani bukti transaksi yang tersimpan secara digital di aplikasi. Terakhir, mengambil foto petani dan produk yang ditebusnya.
Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) dipilih sebagai salah satu daerah yang menjadi percontohan (pilot project) pada fase pertama penerapan i-Pubers sejak akhir bulan Juni 2023. Selain Kalsel, provinsi lainnya yaitu Kepulauan Bangka Belitung dan Riau. Harapannya aplikasi i-Pubers bisa semakin menyederhanakan dan memudahkan proses penebusan pupuk bersubsidi bagi petani maupun kios. Juga untuk mencegah terjadinya penyelewengan atau kecurangan dalam distribusi dan penggunaan pupuk bersubsidi yang idealnya memenuhi unsur 6 Tepat (Jenis, Jumlah, Harga, Tempat, Waktu, Mutu).
Dalam penerapan aplikasi i-Pubers khususnya di Kalsel, belum sepenuhnya berjalan lancar. Ada keluhan yang disampaikan baik petani maupun penyalur (kios) terkait kesulitan dalam memakai aplikasi tersebut serta mekanismenya. Keluhan ini muncul boleh jadi karena aplikasi i-Pubers relatif baru dan masih dalam proses transisi dari aplikasi yang dipakai sebelumnya. Kedua, banyak petani dan penyalur yang tidak bisa atau tidak mengerti teknologi. Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa hal yang urgen dilakukan sekarang adalah sosialisasi secara masif oleh PT Pupuk Indonesia yang bersinergi dengan seluruh Dinas Pertanian di Kalsel, termasuk melibatkan para Penyuluh Pertanian.
Sosialisasi merupakan suatu kewajiban. Sesuai ketentuan dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 bahwa penyelenggaraan pelayanan publik sekurang-kurangnya meliputi pelaksanaan pelayanan, pengelolaan pengaduan masyarakat, pengelolaan informasi, pengawasan internal, penyuluhan kepada masyarakat, serta pelayanan konsultasi. Pengabaian terhadap kewajiban ini berpotensi maladministrasi. Maka, kegiatan penyuluhan dan pelayanan konsultasi dapat diwujudkan dalam bentuk sosialisasi yang mengedepankan aspek manfaat bagi petani dan kios. Ini penting, dalam kerangka menarik perhatian pada awalnya dan kemudian meningkatkan penerimaan serta pemahaman mereka terhadap aplikasi i-Pubers. Sosialisasi tidak hanya berisi paparan tetapi lebih bersifat diskusi, dan perlu dilengkapi dengan brosur atau flyer dan video tutorial atau peragaan cara penggunaan aplikasi. Sebaiknya pula sosialisasi dilaksanakan pada lokasilokasi di seluruh wilayah Kalsel yang dekat dengan domisili petani dan kios.
Tantangan berikutnya adalah menyangkut kendala komunikasi. Kendala ini berupa jaringan internet yang tidak ada atau ada namun tidak stabil (hilang timbul). Salah satu penyebabnya adalah blank spot di suatu wilayah, yaitu suatu kondisi dimana wilayah tersebut tidak tersentuh atau terjangkau sinyal komunikasi. Di Kalsel, faktanya masih banyak wilayah yang tergolong blank spot, setidaknya ada 17 (tujuh belas) wilayah yang tersebar di Kabupaten Kotabaru, Tanah Laut, Barito Kuala dan Hulu Sungai Selatan.
Kendala komunikasi terutama koneksi jaringan internet ini mendesak untuk segera diatasi. Misalnya, dengan mengoptimalkan kios (penyalur) yang koneksinya tidak terganggu atau stabil. Dalam jangka panjang, solusinya tentu membutuhkan keterlibatan banyak pihak, tidak hanya PT Pupuk Indonesia dan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di Kalsel, tetapi juga Kementerian Komunikasi dan Informatika di tingkat Pusat, bahkan tidak menutup kemungkinan pula pihak swasta yang bergerak dalam penyediaan layanan komunikasi. Langkah strategis yang patut diprioritaskan yakni pengadaan jaringan internet atau penguatan sinyal komunikasi di wilayah yang terdata blank spot. Apabila hal ini berhasil dilakukan, maka diyakini akan berdampak positif terhadap penerapan aplikasi i-Pubers khususnya di Kalsel dan Transformasi Kebijakan Pupuk Bersubsidi pada umumnya.