Aktivasi dan Problem Responsivitas Pengelolaan Website Pemerintah Daerah
Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan kembali melakukan survei atau kajian singkat (KIP4) mengenai Aktivasi Pengelolaan Nomor Kontak dan Website Pemerintah Daerah (pemda) di Kalimantan Selatan. Tujuan survei ini untuk memastikan apakah website Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan telah dikelola dengan benar? Apakah informasi yang disajikan mengenai produk layanan sudah tersedia? Dan apakah nomor telepon yang tertera di website Pemerintah Daerah se-Kalimantan Selatan aktif dan dapat menerima layanan informasi dan pengaduan?
Metode survei ini terbilang sederhana, Keasistenan Pencegahan Maladministrasi membentuk tim survei dengan membagi jadwal ketat untuk melakukan tes respons kepada seluruh nomor kontak pemerintah daerah yang tercantum dalam website masing-masing. Apabila terhubung maka petugas menanyakan tiga poin penting. Pertama, apakah nomor yang tersambung adalah nomor resmi pemda? Kedua, apakah nomor tersebut bisa digunakan untuk konsultasi atau menyampaikan aduan pelayanan publik? Dan ketiga, apakah petugas yang mengangkat nomor tersebut adalah petugas resmi?
Waktu yang dilakukan oleh Tim Ombudsman dimulai dari bulan Februari hingga Agustus 2022, dan didapatkan sebanyak 50 sampel website milik pemerintah daerah dari perwakilan pemda di 13 kabupaten/kota dan juga provinsi di kalimantan Selatan. Selain itu juga diambil dari sejumlah OPD atau SKPD.
Dari survei tersebut Ombudsman menemukan sejumlah temuan, diantaranya 40 website tidak terkelola dengan baik. Fakta menarik lainnya dari 50 sampel website tersebut, sebanyak 40 nomor kontak yang dicantumkan tidak aktif, atau tidak bisa dihubungi dalam periode 3-7 kali percobaan dihubungi oleh petugas Ombudsman, lima diantaranya tidak aktif atau tidak bisa tersambung. Sedangkan sebanyak lima nomor kontak yang tertera dapat dihubungi namun petugas yang menerima tidak memahami tugas sebagai penerima kontak apalagi mengenai informasi mengelola pengaduan.
Hasil temuan ini dapat disimpulkan sementara, bahwa nomor kontak yag ada di sejumlah website milik pemerintah daerah hanya dipajang saja, sebagian besar nomor-nomor tersebut sudah lama tidak aktif dan tidak dilakukan pengawasan/evaluasi. Akhirnya dari sisi responsif masih sangat tidak respons. Boleh jadi bagi sebagian pihak, survei sederhana ini memiiki bobot biasa tetapi bagi Ombudsman survei ini menjadi penting dilakukan, karena selama ini Ombudsman mendengungkan satu prinsip pelayanan publik di era reformasi yakni responsivitas.
Salah satu kelemahan dari penyelenggaraan pelayanan publik dewasa ini adalah sikap layanan dan responsivitas. Sudah tidak terhitung laporan yang masuk ke Ombudsman dimulai dari pintu pertama, yakni respons. Akibat tidak ada respons dari penyelenggara pelayanan publik, maka masalah mulai muncul. Di sinilah aspek pertama dan utama dalam melihat pandangan awal pelayanan publik kita, yakni sikap layanan dan responsivitas. Sebab respons adalah indikator dalam pelayanan publik untuk melihat sejauh mana daya tanggap, daya skill, daya respons penyelenggara pelayanan publik, terhadap kebutuhan masyarakat yang membutuhkan pelayanan.
Bahkan secara langsung respons juga menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, lebih khusus juga indikator menilai sejauh mana komitmen dan kuatnya kehadiran negara untuk publik. Bukan hanya menambah "sampah" digital di ruang publik.
Di sisi lain. Responsivitas pemerintah juga merupakan cara yang efisien untuk mengatur urusan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, memberi input terbaik, serta mampu menerjemahkan akses tersebut menjadi solusi dan aksi nyata bagi kepentingan publik.
Dari potret survei ini setidaknya masih banyak hal yang harus dibenahi oleh pemerintah daerah berkaitan produk informasi yang sudah mereka buat, apalagi menggunakan uang rakyat, bukan hanya menjadi lipstik program teknologi saja. Tetapi seharusnya benar-benar untuk maslahat dan kebermanfaatan masyarakat.
Ombudsman dalam sarannya meminta Pemda melakukan perbaikan tata kelola informasi di website yang sudah dibuat, menunjuk petugas call center yang profesional dan tidak mengabaikan pelayanan informasi yang telah menjadi tanggung jawab pemerintah. Agar masyarakat mendapatkan akses yang tepat, cepat dan respons yang semestinya.
Ombudsman juga menyarankan agar pengelola website juga dibekali surat tugas, panduan kerja yang jelas, evaluasi dan tanggungjawab, serta data akses dan tindak lanjut. Tak lupa melaporkan secara berkala tugas dan tanggung jawab yang sudah diamanahkan.
Catatan terakhir, Pemda harus komitmen dengan respons pelayanan publik, sebab dengan respons yang baik, penyelengaraan tata kelola pelayanan publik akan berjalan dinamis, Namun sebaliknya, apabila terabaikan, maka jangan salahkan publik akan menjadi apatis, mereka akan terus mengeluh dan menyalahkan pemerintah, karena tidak memberikan keadilan dan drastis menurunkan kepercayaan publik atas harapan perbaikan pelayanan publik.
Muhammad Firhansyah, Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Selatan