• ,
  • - +

Artikel

Aksesibilitas Perempuan dalam Pelayanan Publik
• Rabu, 07/12/2022 •
 
Ita Wijayanti, Asisten Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Selatan

Dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 menyebutkan bahwa pelayanan publik berasaskan kesamaan hak dan persamaan perlakukan/tidak diskriminatif, artinya layanan publik tidak boleh membeda-bedakan pengakses layanan. Termasuk tidak membedakan layanan berdasarkan gender antara perempuan dan laki-laki. Keduanya, memiliki hak yang sama untuk dapat kemudahan mengakses layanan publik. Apabila asas ini dilanggar, potensi maladministrasi akan sangat mungkin terjadi, seperti diskiriminasi, konflik kepentingan dan keberpihakan.

Terlahir sebagai perempuan tentu memiliki keistimewaan dalam perlakuan termasuk dalam akses layanan publik, sehingga dalam Undang-Undang Pelayanan Publik pun mengakomodir perempuan sebagai pengguna layanan khusus. Tidak banyak yang mengetahui bahwa masyarakat tertentu yang harus diberikan perlakuan khusus tidak hanya kaum disabilitas, namun juga lansia, ibu hamil/menyusui, anak-anak, korban bencana alam dan korban bencana sosial. Hal ini disebutkan jelas pada pasal 29 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009.

Perempuan adalah bagian dari masyarakat yang berhak untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya pelayanan publik, termasuk ikut serta dalam penyusunan standar operasional prosedur pelayanan publik, khususnya yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan perempuan dalam pelayanan publik. Contohnya, melakukan pengawasan standar layanan terhadap fasilitas ruang laktasi yang ada di titik-titik pelayanan publik, mengawasi pemenuhan fasilitas ruang tunggu dan meja layanan prioritas bagi perempuan hamil, dan fasilitas ruang bermain untuk anak-anak.

Ombudsman, sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik memiliki dua tugas dan fungsi. Salah satu tugas dalam fungsi pencegahan maladministrasi adalah melakukan pencegahan maladministrasi dalam bentuk pelaksanaan kajian. Pada bulan Januari tahun 2022, Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan telah melakukan kajian terhadap pemenuhan standar pelayanan publik pada lima kecamatan yang ada di Kota Banjarmasin. Salah satu fokus kajian adalah pemenuhan sarana dan prasarana terhadap pengguna layanan khusus termasuk perempuan dan anak pada Kantor Kecamatan Banjarmasin Utara, Kecamatan Banjarmasin Timur, Kecamatan Banjarmasin Selatan, Kecamatan Banjarmasin Barat, dan Kecamatan Banjarmasin Tengah.

Dari lima lokasi yang disurvei, Ombudsman Kalimantan Selatan sampai pada simpulan bahwa belum ada ruang laktasi yang layak untuk ibu menyusui. Hampir semua ruang laktasi dijadikan gudang penumpukan barang (dokumen kantor, tempat penyimpanan kursi, tempat penyimpanan alat kebersihan, dan tempat penyimpanan bantuan sosial), ditemukan pula ruang laktasi yang hanya berupa tempelan tulisan, namun sebenarnya bukan ruang laktasi, melainkan ruang kerja. Mungkin hal ini dilakukan hanya untuk menggugurkan kewajiban dalam melaksanakan Undang-Undang Pelayanan Publik. Bahkan dalam kajian ini, ditemukan pula ruang laktasi yang dindingnya seluruhnya menggunakan kaca. Belum lagi bicara soal akses menuju ruang laktasi yang sulit, tidak terpublikasi dengan jelas dan tidak terbuka untuk publik yang keluar masuk ruang layanan. sehingga wajar saja jika pada akhirnya ruang laktasi menjadi tidak berfungsi.

Selain layanan bagi perempuan yang sedang menyusui, perlu juga diperhatikan soal layanan ruang tunggu dan meja layanan bagi ibu hamil. Sekarang ini, pada fasilitas transportasi publik banyak menyediakan kursi prioritas termasuk bagi ibu hamil. Namun pada praktiknya, tidak sedikit yang tidak mau mengalah, bahkan duduk di kursi prioritas sambil pura-pura tidur. Bagaimana dengan kursi prioritas dan meja layanan yang disediakan oleh pemerintah dalam kantor-kantor layanan publik?

Dari hasil penelitian Ombudsman Kalimantan Selatan, masih banyak kesalahpahaman dalam mengartikan layanan khusus untuk pengguna layanan. Misal, kantor penyedia layanan publik hanya menyediakan meja layanan yang memprioritaskan difabel dan/atau lansia saja. Padahal dalam penjelasan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik sudah menyebutkan secara jelas bahwa masyarakat tertentu merupakan kelompok rentan antara lain penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil, anak-anak, korban bencana alam, dan korban bencana sosial. Sehingga penting untuk diperjelas siapa saja yang berhak untuk mendapatkan layanan prioritas.

Bicara soal ruang bermain anak, dalam penelitian ini, ditemukan bahwa semua kantor kecamatan yang ada di Kota Banjarmasin memiliki ruang bermain anak. Hanya saja ada yang penempatannya di dalam ruangan, namun ada pula yang penempatannya di luar ruangan (outdoor) dekat area parkir dan tidak dilengkapi dengan CCTV atau petugas jaga. Untuk area bermain dengan penempatan di luar ruang layanan pelayanan tentu perlu memperhatikan sisi keamanan anak ketika orang tua sedang berurusan di dalam ruangan layanan. meninggalkan anak yang bermain pada ruang bermain yang disediakan di luar ruangan tentu menjadi kekhawatiran.

Atas hasil kajian ini, Ombdusman Kalimantan Selatan segera menyampaikan saran perbaikan kepada Wali Kota Banjarmasin dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan publik yang ramah terhadap masyarakat tertentu termasuk peremuan. Pertama, agar Wali kota mendorong pembenahan terhadap pemenuhan standar pelayanan publik bagi masyarakat tertentu, termasuk ruang laktasi, meja dan kursi prioritas dan ruang bermain anak pada lima kecamatan di Kota Banjarmasin. Kedua, agar Wali Kota Banjarmasin terus melakukan kolaborasi untuk mewujudkan visi pelayanan publik yang ramah terhadap masyarakat tertentu. Ketiga, agar melakukan peningkatan kualitas pengelolaan pengaduan baik dari segi sarana dan prasarana serta kompetensi SDM. Berdasarkan saran yang telah disampaikan, Ombudsman Kalimantan Selatan akan melakukan pengawasan intensif serta evaluasi terhadap pergerakan perbaikan layanan publik di kecamatan.


Ita Wijayanti, Asisten Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Selatan





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...