Air Bersih : Sebuah Komitmen Bersama Antara Pemerintah Daerah, PDAM Dan Masyarakat

Air bersih merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat vital. Keberadaannya tidak dapat digantikan oleh sumber daya lain karena berkaitan langsung dengan kelangsungan hidup, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, air bersih juga diakui sebagai hak asasi manusia yang wajib dipenuhi oleh negara melalui berbagai kebijakan dan regulasi.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang berbunyi bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan yang berkualitas, adil, dan berkesinambungan. Air bersih masuk dalam kategori pelayanan publik karena merupakan sesuatu yang diperlukan oleh orang banyak. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, berkewajiban memastikan ketersediaan dan distribusi air bersih melalui badan usaha milik daerah seperti Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) atau melalui kerja sama dengan pihak swasta. Dalam hal ini, perusahaan air minum berperan sebagai Penyedia layanan atau pelaku usaha, sedangkan masyarakat sebagai konsumen atau pelanggan.
Sebagai konsumen, masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan air bersih yang berkualitas, aman, ketersediaan petunjuk informasi dan prosedur pemakaian serta adanya transparansi alur administrasi terkait layanan yang diakses. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menegaskan bahwa setiap konsumen berhak memperoleh kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam menggunakan barang maupun jasa. Selain hak konsumen, di Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga mengatur kewajiban konsumen terhadap perjanjian atau komitmen dengan PDAM.
Dalam penyelenggaraannya, sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 122 tahun 2015 tentang sistem penyediaan air minum, ketersediaan air bersih harus memenuhi tiga prinsip utama, yaitu kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Air yang disalurkan harus aman untuk dikonsumsi sesuai standar kesehatan (kualitas), jumlahnya mencukupi kebutuhan sehari hari (kuantitas), dan didistribusikan secara teratur tanpa gangguan berkepanjangan (kontinuitas). Apabila salah satu prinsip ini tidak terpenuhi, maka masyarakat berpotensi dirugikan sebagai konsumen dan juga sebagai warga negara yang berhak atas pelayanan publik yang layak.
Ombudsman RI sebagai Lembaga yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI yang menegaskan bahwa Ombudsman RI memiliki tugas mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, termasuk layanan penyediaan air bersih dan berwenang menerima laporan masyarakat terkait dugaan maladministrasi, seperti pelayanan yang tidak transparan, diskriminatif, berlarut-larut, atau tidak sesuai dengan standar. Sehingga melalui mekanisme pengawasan ini, masyarakat memiliki tempat untuk memperjuangkan haknya apabila merasa dirugikan sebagai Masyarakat yang menggunakan layanan dari PDAM.
Di Kantor Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan sendiri, Laporan Masyarakat maupun Konsultasi Non Laporan terkait Air bersih, merupakan salah satu subtansi laporan yang paling banyak dilaporkan setiap tahunnya. Terutama keluhan mengenai tidak lancarnya distribusi air di beberapa wilayah di Kalimantan Selatan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti keterbatasan infrastruktur untuk mencakup luasan daerah di Kalimantan Selatan dan kerusakan jaringan pipa air. Kondisi ini tentu menimbulkan ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan air bersih dan dapat dikategorikan sebagai bentuk maladministrasi apabila tidak segera diperbaiki.
PDAM dalam menangani dan menindaklanjuti keluhan masyarakat sebenarnya sudah dilakukan, seperti dibangunnya aplikasi pengaduan ataupun adanya akun media sosial yang bisa diakses oleh masyarakat, perbaikan pada kerusakan pipa air dan pengiriman tangki air terhadap warga yang terdampak saat terjadinya gangguan distribusi air. Namun kurang,nya sosialisasi mengenai informasi tersebut menyebabkan masih banyaknya ketidakpuasan yang dikeluhkan oleh masyarakat, selain itu ada permasalahan yang dikeluhkan tetapi sulit untuk diselesaikan oleh PDAM tanpa ada bantuan dari pemerintah daerah, seperti penambahan atau pembangunan infrastruktur pipa air di daerah dengan kondisi geografis sulit seperti misal daerah dengan kondisi geografis pegunungan maupun perbukitan.
Mengenai peningkatan dan penambahan infrastruktur di wilayah dengan kondisi geografis sulit memang membutuhkan perencanaan yang matang. Merujuk pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 27 Tahun 2016 dijelaskan bahwa diperlukan beberapa hal yang dipersiapkan. Pada tahapan awal dimulai dari perencanaan teknis melalui studi kelayakan, termasuk analisis kebutuhan air bersih, kondisi geografis wilayah (dataran rendah, rawa, atau perbukitan), serta proyeksi jumlah penduduk. Dari sisi infrastruktur, pembangunan pipa air bersih memerlukan sumber air baku, instalasi pengolahan air (IPA), reservoir atau tandon, serta jaringan pipa transmisi dan distribusi. Pada wilayah berbukit, PDAM juga perlu menyiapkan sistem pompa dan pengatur tekanan agar mesin dapat menjangkau semua rumah masyarakat secara merata. Selain faktor teknis, dukungan legal dan administratif juga diperlukan . PDAM memerlukan izin pengambilan air baku, kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW), serta kerja sama dengan masyarakat dan instansi terkait, terutama jika jaringan pipa melewati tanah milik pribadi atau fasilitas umum.
Selain itu dari segi anggaran, pembangunan pipa air bersih juga membutuhkan biaya besar yang dapat bersumber dari APBD, APBN, pinjaman, maupun kerja sama dengan pihak swasta. Setelah pembangunan selesai, PDAM juga harus menyiapkan operasional dan pemeliharaan, termasuk tenaga teknis, operator, dan sistem pengaduan pelanggan.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa sangat diperlukan dukungan dan peran serta dari pemerintah dan dari masyarakat untuk peningkatan kualitas pelayanan dari PDAM.
Oleh karena itu, Agar layanan penyediaan air bersih lebih baik, terdapat beberapa saran perbaikan yang bisa dilakukan. Pertama diperlukan kolaborasi antara PDAM dan pemerintah daerah untuk mewujudkan layanan air bersih yang lebih baik, seperti komitmen peningkatan dan penambahan infrastruktur dengan kegiatan monitoring evaluasi yang dilakukan secara berkala dengan berdasarkan Jumlah penduduk dan Proyeksi pertumbuhan Masyarakat. Monitoring evaluasi juga perlu dilaksanakan apabila ditemukan banyaknya keluhan terkait layanan air bersih disuatu daerah dan kinerja dari pengelola PDAM. Kedua, pemerintah daerah harus memastikan adanya standar pelayanan minimal yang jelas, transparan, dan mudah diakses oleh masyarakat. Ketiga, mekanisme penanganan pengaduan masyarakat harus dibuat lebih cepat, efektif, dan responsif agar keluhan masyarakat dapat segera ditindaklanjuti. Terakhir, masyarakat juga perlu berperan aktif dalam menggunakan air secara bijak, serta melaporkan apabila terdapat indikasi pelayanan yang tidak sesuai standar.
Oleh: Elnisa Chitria
Asisten Ombudsman








