• ,
  • - +

Artikel

Ijazah Buat Aisyah
• Senin, 10/01/2022 •
 
Kepala Keasistenan Pencegahan Ombudsman Kalsel Muhammad Firhansyah doc Pribadi

When you focus on someone's disability you'll overlook their abilities, beauty and uniqueness. Once you learn to accept and love them for who they are, you subconsciously learn to love yourself unconditionally."

"Ketika Anda berfokus pada disabilitas seseorang, Anda akan mengabaikan kemampuan, keindahan, dan keunikan mereka. Begitu Anda belajar untuk menerima dan mencintai mereka apa adanya, Anda secara tidak sadar belajar untuk mencintai diri sendiri tanpa syarat."

Yvonne Pierre, Hari Jiwaku Menangis: A Memoir


Bagi kebanyakan orangtua berjuang demi anak kandung atau darah daging sendiri adalah sebuah misi mulia, sebuah kewajiban tanpa menuntuk hak, keikhlasan yang disertai tekad tak kenal lelah. Tapi beda dengan cerita di bawah ini. Sang ayah begitu luar biasa berjuang untuk anak "spesial" yang ia miliki. Baginya Aisyah bukan hanya seorang anak yang berkebutuhan khusus. Tetapi, Aisyah adalah guru dan tempat ia belajar arti sejatinya pendidikan dan makna mendalam tentang perjuangan.

Pak Wan adalah ayah dari seorang anak berumur 17 Tahun bernama Aisyah. Sang anak merupakan pelapor penyandang Daksa (difabel) yang sehari-harinya tak bisa lepas dari kursi rodanya.

Bagi Pak Wan, Aisyah adalah motivator berharga, sekaligus "guru" yang mengajarkan arti sabar dan tanggung jawab untuk berjuang. Sudah ratusan tempat dan usaha ia lakukan demi pemulihan sang anak. Berbagai ikhtiar penyembuhan selalu ia lakukan asalkan bisa memberikan perkembangan bagi anak tercintanya Aisyah. Termasuk dalam hal pendidikan menjadi konsentrasi sang ayah demi anak tersayangnya Aisyah.

Ketika itu di hari disabilitas internasional, Pak Wan dengan Aisyah berkunjung ke Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalsel untuk bersilaturahim dan berdiskusi tentang potret pelayanan publik inklusi dan disabilitas di kalsel.

Diterima oleh Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalsel Hadi Rahman dan Kepala Keasistenan Pemeriksaan Muhammad Firhansyah, Pak Wan lalu membagikan pengalamannya selama ini, mencari pendidikan terbaik bagi anaknya yang menurutnya masih belum tersedia di Kalsel.

Banyak hal pahit yang ia dapatkan saat berjuang untuk kepentingan pendidikan disabilitas khususnya bagi penyandang daksa.

Pak Wan menyampaikan banyak kelompok disabilitas yang beranggapan pemerintah daerah masih belum berkomitmen tinggi apalagi melakukan aksi nyata untuk pendidikan disabilitas di Kalsel.

Salah satu contohnya saja adalah fasilitas pendidikan melalui SLB (sekolah Luar Biasa) masih belum akomodatif terhadap anak berkebutuhan khusus ini. Terlebih masih terbatasnya sarana dan prasarana, tenaga pendidik, dan anggaran yang tak trasnparan mengenai alokasi bagi pendidikan inklusi.

Menurut Pak Wan hak pendidikan untuk penyandang disabilitas padahal sudah diatur berdasarkan UU No 8 Tahun 2016, di mana dinyatakan setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.

Selama ini pengalaman pak Wan mengajak Aisyah berkeliling untuk menemukan sekolah yang cocok di Kalsel belum menemukan "jodoh" yang tepat. Pasalnya kebanyakan penyediaan akomodasi di SLB belum masuk kategori layak padahal tujuan SLB adalah menjamin terselenggaranya atau terfasilitasinya pendidikan untuk peserta didik penyandang disabilitas oleh Pemerintah Daerah.

Hal ini harusnya dilakukan di semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan baik secara inklusif maupun khusus termasuk dalam klasifikasi yang dialami anaknya Aisyah yakni Tuna Daksa.

Pengalaman Pak Wan sebagai Ketua Yayasan Tuna Daksapun menemukan, bahwa institusi pendidikan inklusi terlebih di Kalsel, belum maksimal melakukan pendampingan pencegahan kekerasan terhadap anak disabilitas. Apalagi memberikan pendampingan penguatan pendidikan karakter termasuk terapi yang terjangkau. Masih sangat jauh dari harapan dan kenyataan.

Bahkan pak Wan menuturkan, sampai hari ini pihaknya belum bisa mengambil ijazah Aisyah dikarenakan belum menemukan tempat pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh Aisyah , serta belum bisa menyelesaikan problem yang pernah terjadi beberapa tahun yang lalu dengan sekolah.

Mendengar penjelasan Pak Wan, Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalsel banyak menerima informasi berharga bahwa perlakuan dari pemerintah atas disabilitas di daerah masih setengah hati. Hanya diangkat pada momen hari disabilitas saja atau menjadi bahan "kampanye" semata.

Perlakuan yang diterima oleh komunitas disabilitas masih jauh dari seharusnya. Program yang berjalan saat ini masih terlihat sebagai lipstik politik, belum menjadi aksi nyata untuk membersamai disabilitas dalam setiap pelibatan pelayanan publik di daerah apalagi dalam konten pendidikan.

Akhirnya setelah pertemuan itu, Keasistenan Pemeriksaan Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalsel berinisiatif untuk melakukan koordinasi dan membangun fasilitasi ke tempat-tempat yang menjadi penyelenggaraan pelayanan disabilitas baik SLB, PAUD inklusi sampai pusat terapi dan pendidikan inklusi milik pemerintah Provinsi Kalsel.

Dengan metode Propartif, membangun komunkasi yang baik serta berfokus pada solusi, Tim Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalsel berhasil mendapatkan ijazah Aisyah. Kabar itupun disampaikan kepada Pak Wan selaku orangtua Aisyah , dengan perasaan terharu dan tak percaya Pak Wan datang kembali ke Kantor Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalsel untuk mengambil langsung ijazah yang selama beberapa tahun ini tidak bisa diambil karena alasan problem tertentu.

Bagi pak Wan inisiatif yang dilakukan Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalsel adalah satu jawaban konkrit atas solusi yang ia butuhkan selama ini. Pak Wan dan Aisyah mengucapkan terimakasih yang tak terhingga, baginya Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalsel tanpa banyak prosedur berbelit telah hadir menjadi "penyelamat" pelayanan publik yang hari-hari ini sudah mulai darurat dari sisi kualitas dan integritasnya.

Bagi Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalsel peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa perlu mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan hak asasinya jangan sampai layanan disabilitas atau inklusi hanya hiasan untuk politik pencitraan saja.

Semoga tak terulang lagi cerita Aisyah, seorang siswa yang berjuang bersama ayahnya demi mendapatkan pelayanan pendidikan bagi disabilitas daksa. (MF)


Muhammad Firhansyah


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...