• ,
  • - +

Artikel

Yuk Kenali Bentuk-Bentuk Maladministrasi
ARTIKEL • Kamis, 18/02/2021 • Agung Nugraha
 
Agung Nugraha, Asisten Ombudsman Perwakilan Bangka Belitung

Masih terdengar asing bagi sebagian masyarakat terhadap kata maladministrasi. Tentu hal ini tidak begitu mengejutkan, kata maladministrasi masih kalah populer dengan kata korupsi. Padahal ia merupakan ancaman bangsa untuk mencapai kesejahteraan sosial yang hingga hari ini masih membelenggu pada penyelenggaraan pelayanan publik.

Bahkan kita tidak menyadari sedang berhadapan dengan maladministrasi karena masih minim pemahaman masyarakat tentang maladministrasi dan kita membiarkan begitu saja. Untuk menyiasati hal ini, maka diperlukan penanaman tentang pengetahuan terkait maladministrasi itu sendiri agar menumbuhkan peran warga negara yang proaktif sebagai bagian pengawas penyelenggaraan pelayanan publik.

Dalam tulisan Irmandani (2018:4) menjelaskan kata maladministrasi berasal dari bahasa latin yang terdiri dari kata malmahum yang berarti buruk atau jelek dan administrare yang berarti layanan. Maka arti kata maladministrasi adalah pelayanan yang buruk atau jelek. Penggunaan kata maladministrasi pada umumnya berkaitan dengan layanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat.

Dalam konteks masyarakat demokrasi, maladministrasi mencerminkan kegagalan suatu pemerintahan dalam memenuhi hak-hak sipil. Maksudnya tidak adanya peningkatan dan perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik yang diharapkan oleh warga negaranya. Berkaca pada jumlah pengaduan Ombudsman RI tahun 2020 hanya berjumlah 14.044 aduan, ini masih dalam kategori yang kecil.

Pada dasarnya maladministrasi merupakan bagian dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Akan tetapi Ombudsman RI memiliki kriteria menjelaskan bentuk-bentuk maladministrasi. Maka dari itu penting sekali bagi masyarakat untuk mengenali bentuk-bentuk maladministrasi sehingga bisa memahami maladministrasi yang terjadi pada dirinya ketika mendapatkan pelayanan publik. Terdapat sepuluh bentuk maladministrasi menurut Ombudsman RI berdasarkan Peraturan Ombudsman RI Nomor 48 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Ombudsman Nomor 26 tahun 2017 tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaaan dan Penyelesaian Laporan, sebagai berikut;

1. Penundaan berlarut merupakan kalimat terjemahan dari undue delay. Ciri-cirinya adalah pelaksana layanan memberikan pelayanan dengan mengulur-ulur waktu penyelesaian administrasi atau masalah tanpa adanya suatu keterangan yang jelas.

2. Tidak memberikan pelayanan, ciri-cirinya pelaksana layanan tidak mengerjakan permohonan atau permintaan layanan padahal masyarakat sudah melengkapi semua persyaratan yang diperlukan. Sudah semestinya kewajiban petugas pelayanan publik memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

3. Tidak kompeten, ciri-cirinya adalah pelaksana layanan publik memiliki kualifikasi yang tidak sesuai dengan tugas dan fungsi pelayanan publik atau menugaskan petugas yang tidak sesuai kompetensi untuk melaksanakan tugas atas perintah atasan secara langsung.

4. Penyalahgunaan wewenang, ciri-cirinya pelaksana layanan dengan sewenang-wenang melanggar peraturan dalam memberikan layanan yang terhubung pada kepentingan pribadi atau kelompok lainnya dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

5. Permintaan imbalan, ciri-cirinya petugas meminta uang atau barang kepada masyarakat agar mendapatkan pelayanan yang baik, atau petugas menjalin kesepakatan dengan masyarakat apabila mereka terdata dalam suatu program pemerintah mereka berhak menerima fee (bonus). Selain itu, pelaksana pelayanan publik yang melakukan korupsi sehingga berdampak pada kualitas pelayanan juga termasuk permintaan imbalan.

6. Penyimpangan prosedur, ciri-cirinya pelaksana layanan tidak mematuhi standar operasional prosedur dalam memberikan pelayana publik yang memberikan keuntungan bagi dirinya maupun orang lain.

7. Bertindak tidak patut, ciri-cirinya pelaksana layanan bertindak secara tidak wajar, tidak sopan dan tidak pantas. Selain itu, kekerasan verbal dapat dikatakan perbuatan tidak patut, seperti memberikan kalimat umpatan kepada pengguna layanan.

8. Berpihak, ciri-cirinya pelaksana layanan membuat keputusan atau tindakan dengan menguntungkan pihak lain sehingga berujung pada pelanggaran standar operasional prosedur yang ditentukan.

9. Konflik kepentingan, ciri-cirinya pelaksana layanan tidak dapat bekerja secara professional karena memiliki kepentingan pribadi sehingga pelayanan diberikan tidak objektif dan tepat.

10. Diskriminasi, ciri-cirinya pelaksana pelayanan tidak memberika pelayanan secara sebagian atau keseluruuhan kepada masyarakat karena perbedaan suku, agama, ras, jenis kelamin, penyakit, dan sebagainya.

Berdasarkan penjelasan di atas, diharapkan masyarakat yang merasa korban maladministrasi dapat menyampaikan aduannya kepada Ombudsman RI. Ombudsman RI akan menindaklanjuti setiap aduan masyarakat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Masyarakat memiliki hak untuk menyampaikan pengaduan kepada Ombudsman RI sebagaimana diatur dalam Pasal 18 huruf g dan h Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Kepada masyarkat yang jadi korban maladministrasi? Ngelapor dong!





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...