• ,
  • - +

Artikel

Work From Home, Pelayanan Publik Masa Covid-19
ARTIKEL • Kamis, 23/04/2020 • Darius Beda Daton
 
Darius Beda Daton - Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi NTT. (foto istimewa)

Layanan publik era Covid-19 berubah total, khususnya cara aparatur negara melayani warga. Karena virus corona, maka sejak 17 Maret 2020 seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di pusat dan daerah termasuk Pemerintah Provinsi NTT dan seluruh kabupaten/kota bekerja dari rumah atau lebih dikenal dengan sebutan Work From Home (WFH). Semua instansi penyelenggara pelayanan mengeluarkan edaran yang pada intinya mengatur penyesuaian sistem kerja, pembatasan kegiatan bepergian ke luar daerah, kegiatan mudik dan cuti di lingkungan kerja masing-masing.

Layanan publik di semua penyelenggara layanan praktis terganggu. Kebutuhan mendesak layanan publik warga seperti pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), surat-surat tanah, perizinan usaha dan lain-lain otomastis terganggu. Pasalnya semua instansi mengeluarkan aturan internal untuk diantaranya: Pertama, seluruh ASN hanya bisa bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH) total. Dengan demikian tidak ada pelayanan secara langsung di loket instansi itu; Kedua, Work From Home (WFH) dengan sistem piket yang mengkombinasikan layanan langsung dan layanan dalam jaringan atau online. Cara kedua inilah yang paling banyak diterapkan penyelenggara pelayanan di NTT.

Jelas kedua cara bekerja era Covid-19 ini mau tidak mau mengubah cara aparatur melayani masyarakat dari pelayanan langsung tatap muka ke pelayanan dalam jaringan atau virtual. Tentu saja kedua jenis layanan ini mengandalkan jaringan internet yang handal. Mesti ada pengeluaran tambahan membeli pulsa dan paket data bagi yang ingin mendapat layanan penyelenggara. Ini suatu hal yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Kondisi ini akan terus diperpanjang hingga batas waktu yang belum pasti diketahui.

Sebagai pengawas pelayanan publik, Ombudsman ingin memastikan dan terus berpesan agar seluruh ASN selaku penyelenggara pelayanan publik terus menjaga pelayanan agar tidak terganggu meski bekerja dari rumah. Walaupun demikian, realitas membuktikan banyak gangguan pelayanan akibat situasi ini.

Sesuatu hal yang wajar terjadi tetapi harus bisa diupayakan agar pelayanan kepada masyarakat tidak ditutup total. Banyak keluhan warga yang kami terima setiap hari menunjukan betapa belum optimalnya kebijakan bekerja dari rumah. Data laporan masyarakat yang diterima kantor Ombudsman RI Perwakilan NTT menunjukan bahwa, dalam bulan Maret terdapat sebanyak 68 (enam puluh delapan) laporan masyarakat dan pada April hingga tanggal 21 April mencapai 45 (empat puluh lima) laporan masyarakat. Jumlah laporan ini sebenarnya menurun dibanding bulan-bulan sebelumnya.

Tetapi keluhan ini dominan terkait penundaan pelayanan di sejumlah instansi seperti Kantor BPN/ATR, Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil terkait layanan rekaman KTP, cetak, pindah penduduk, serta layanan kesehatan di rumah sakit dan puskesmas. Kondisi ini terjadi juga secara Nasional, berdasarkan sumber dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang dikutip Harian Kompas Senin (13/04) menunjukkan bahwa, keluhan paling banyak terkait tidak tertanganinya pelayanan administrasi kependudukan. Dari total 348 laporan yang diterima, hampir setengahnya atau sebanyak 153 laporan mengenai hal tersebut, lalu diikuti layanan kelistrikan, perpajakan, perizinan, keimigrasian serta minyak dan gas.

Pembatasan pelayanan di sejumlah instansi tersebut menjadi penyebab tertundanya berbagai jenis layanan. Badan Pertanahan Nasional misalnya, telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menteri ATR/Kepala BPN Nomor: 3/SE-100.TU.03/III/2020 yang menginstruksikan agar layananan pertanahan yang mengharuskan dilaksanakan di lapangan dengan berinteraksi dengan pemohon dan masyarakat dapat ditiadakan hingga keadaan membaik. Hal yang bisa dikerjakan dari rumah atau kantor adalah cetak sertifikat, scan warkah dan lain-lain. Sementara kegiatan pengukuran rutin, PTSL, redistribusi tanah, reforma agraria dan proda semuanya tertunda.

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil pun melakukan pembatasan pelayanan. Pelayanan administrasi kependudukan masih tetap berjalan bagi mereka yang urgen seperti yang berkaitan dengan pelayanan BPJS Kesehatan, sekolah, mengikuti seleksi TNI/Polri dan seleksi lainnya. Jika tidak urgen diminta mengajukan permohonan pelayanan secara online melalui WA, FB dan website.  Demikian juga dengan pelayanan pajak kendaraan bermotor di Kantor Samsat Bersama. Pengguna layanan bisa mengajukan permohonan pelayanan secara online dari rumah melalui nomor hunting layanan yang disebarluaskan ke publik.

Seluruh layanan dengan metode tatap muka terus dikurangi. Ombudsman RI selaku pengawas pelayanan juga mengubah cara mengawasi penyelenggara layanan. Jika biasanya Ombudsman rajin mengunjungi loket layanan untuk memonitor langsung pelayanan, kini semuanya terhenti. Bahkan Ombudsman membatasi kunjungan ke kantor untuk sekedar konsultasi ataupun melapor langsung, dan mengarahkan masyarakat untuk melapor virtual/daring melalui kanal-kanal yang Ombudsman sediakan untuk memudahkan masyarakat dalam melapor. Ini merupakan suatu keadaan yang sangat tidak nyaman namun terpaksa dilakukan, dalam rangka menyesuaikan diri dengan situasi pandemi Covid-19 yang mewabah saat ini.

Kita semua menyadari bahwa tidak semua daerah memiliki infrastruktur dan kualitas jaringan internet yang baik. Tetapi inilah tantangannya, jangan dijadikan hambatan. Dalam kondisi seperti ini, ASN dipaksa kreatif dalam menyelesaikan permasalahan dengan tidak menurunkan semangat dalam melayani masyarakat.

Agar pelayanan publik administratif kepada warga tetap berjalan, Ombudsman RI menyampaikan beberapa saran, antara lain: Pertama, penyelenggaraan pelayanan yang urgen agar tetap berjalan normal dengan memperhatikan protokol pencegahan covid 19 berupa pengaturan jarak tempat duduk di loket, tempat cuci tangan dan wajib menggunakan masker bagi pengguna layanan dan penyelenggara layanan. Lalu yang Kedua, penyelenggara pelayanan agar menganggarkan atau memberikan biaya komunikasi bagi yang bekerja dari rumah dalam bentuk pulsa telepon atau paket data internet kepada ASN untuk menunjang penyelenggaraan operasional kantor dan atau pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. (ori-ntt, dbd)





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...