Urgensitas Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang Dinamis dalam Menghadapi Wabah Covid-19
Wabah Covid-19 semakin menyebar dan
menelan banyak korban jiwa khususnya di Indonesia. Berbagai cara dilakukan oleh
pemerintah dalam menekan wabah tersebut sehingga memunculkan berbagai kebijakan
baru yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Adapun kebijakan tersebut antara
lain, Work From Home, social distancing, physical distancing sampai
dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta. Betapa gentingnya
wabah Covid-19 karena pengaruhnya pada berbagai aspek kehidupan. Sehingga
pemerintah menerapkan berbagai macam cara untuk menekan wabah tersebut.
Tujuannya agar penyelenggaraan pelayanan publik dapat berjalan seperti sedia
kala. Namun, apabila dipahami lebih mendalam banyak pelayanan publik yang mulai
dibatasi. Pada pelayanan administrasi, misalnya, terutama dalam pembuatan KTP
Elektronik, akta kelahiran, akta kematian, perkawinan dan sebagainya. Padahal
urusan administrasi tetap perlu dilayani bahkan dilakukan secara cepat seiring
dengan dinamisnya manusia. Sehingga jangan sampai karena wabah Covid-19,
pelayanan administrasi tersebut diabaikan. Lalu, sebenarnya apa yang harus
dilakukan penyelenggara pelayanan publik agar dapat menekan wabah Covid-19
tanpa mengabaikan pelayanan publik yang semestinya diperoleh masyarakat?
Polemik Pelayanan Publik di Tengah Wabah Covid-19
Wabah Covid-19 yang menggemparkan dunia termasuk di Indonesia menyebabkan kepanikan dalam segala bidang. Bahkan, bukan hanya masyarakat yang mengalami kepanikan tersebut, akan tetapi penyelenggara pelayanan publik. Dapat diamati bahwa penyelenggara pelayanan publik seperti mengalami shock dalam memberikan pelayanan publik di tengah wabah Covid-19 seperti saat ini. Meskipun protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19 sudah disediakan, work from home sampai pada pembatasan layanan meliputi jam operasi dan jumlah yang dilayani, namun pada kenyataannya tidak semua penyelenggara pelayanan publik melakukan hal tersebut khususnya yang terkait dengan pembatasan layanan publik.
Apabila dipahami lebih mendalam, sebenarnya ada kekhawatiran dan dilema terkait pembatasan layanan publik. Bisa jadi penyelenggara pelayanan publik merasa takut tidak dapat melakukan kewajibannya seperti yang tercantum pada Pasal 15 UU Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Di sisi lain, penyelenggara pelayanan publik juga khawatir pada hak-hak masyarakat seperti yang tercantum dalam Pasal 18 UU Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik yang akan terabaikan khususnya pada jenis pelayanan administratif. Oleh karena itu, diperlukan solusi dalam meminimalisasi kekhawatiran dan dilema tersebut. Adapun solusinya adalah dengan penerapan konsep pemerintahan yang dinamis (dynamic governance).
Konsep Pemerintahan yang Dinamis (Dynamic Governance)
Pada era seperti ini, diperlukan berbagai inovasi pelayanan publik demi pemenuhan kebutuhan masyarakat secara lebih maksimal. Berbagai konsep pun telah ditemukan bahkan dikembangkan, salah satunya konsep tata kelola pemerintahan yang baik atau biasa disebut good governance. Pada dasarnya konsep tersebut hadir untuk menjawab berbagai permasalahan birokrasi yang terkesan berbelit, kaku, lambat, statis sehingga kerap menimbulkan penyimpangan bahkan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hal inilah yang melatarbelakangi kenapa good governance selalu disandingkan dengan reformasi birokrasi.
Selain itu, reformasi birokrasi berpengaruh pula pada pelayanan publik. Seperti artikel penulis sebelumnya yang berjudul"Reformasi Birokrasi, Reformasi Pelayanan Publik" menegaskan bahwa reformasi birokrasi sangat berkaitan dengan pelayanan publik. Adapun tujuannya untuk mewujudkan good governance dan pelayanan publik yang prima bagi masyarakat meliputi transparansi, adil, akuntabel, partisipatif, dan sebagainya (Sedarmayanti, 2010).
Berdasarkan hal tersebut, perwujudan good governance sangat penting dalam pemenuhan pelayanan publik yang prima.Namun, seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, terdapat kritikan atas konsep good governance. Seperti yang dikemukakan oleh Farazmand (2004) bahwa konsep good governance merupakan konsep yang terbentuk berdasarkan imperialisme dan kolonialisme dari negara maju. Oleh karena itu, muncullah berbagai pemikiran baru dari perkembangan konsep good governance yang lebih menunjukkan kemandirian suatu negara dari praktek-praktek sistem dunia, salah satunya konsep pemerintahan yang dinamis (dynamic governance). Konsep ini bertujuan untuk menata dan mengelola pemerintahan menjadi lebih baik dalam pemenuhan pelayanan publik tentunya. Bahkan, di Indonesia sendiri sudah tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 81/2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Kemudian diwujudkan melalui road map Reformasi Birokrasi pada tahap keempat sesuai dengan RPJMN (2020-2024) yang secara tersurat memiliki arah pada penerapan pemerintahan yang dinamis (dynamic governance).
Konsep pemerintahan yang dinamis merupakan konsep yang menekankan pada kebijakan, institusi dan struktur yang mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang penuh dengan ketidakpastian dan perubahan sehingga tujuan yang hendak dicapai dapat terwujud secara efektif dan efisien (Neo dan Chen, 2007). Kemudian, konsep ini perlu didukung oleh budaya organisasi dan birokrasi yang dinamis, berintegritas, tidak korupsi, dan berdasarkan sistem merit (prestasi kerja). Namun, hal tersebut dapat teratasi dengan pola pikir penyelenggara pelayanan publik yang sejatinya dituntut untuk lebih dinamis. Lebih dinamis disini maksudnya adalah melalui jalur maupun kebijakan yang adaptif. Sehingga dapat terwujud pelayanan publik yang prima dan berkualitas sebagaimana diharapkan oleh seluruh masyarakat.
Pemikiran dan Sikap yang Harus Dimiliki oleh Penyelenggara Pelayanan Publik
Kebijakan yang baik akan melahirkan pelayanan publik yang prima dan berkualitas, begitupun sebaliknya. Adapun kebijakan yang baik tersebut tercipta dari adanya pemikiran untuk mengubah keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. Seperti yang telah dijelaskan bahwa penyelenggara pelayanan publik perlu memikirkan cara terbaik (inovasi). Inovasi dapat diwujudkan dengan kemampuan dalam beradaptasi terhadap kondisi dan perubahan lingkungan. Adapun adaptasi pada penyelenggaraan pelayanan publik dapat diwujudkan melalui cara dan kebijakan yang fleksibel.
Adaptasi melalui cara dimaksudkan agar penyelenggara pelayanan publik memiliki cara untuk pengambilan keputusan yang cepat dan tepat sesuai dengan koridor hukum dalam merespon perubahan lingkungan. Kemudian, didukung pula dengan kebijakan yang adaptif sebagai rujukan inovasi pada penyelenggaraan pelayanan publik seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Karena sejatinya kebijakan yang baik adalah yang mampu memecahkan permasalahan.
Selain itu, penyelenggara pelayanan publik pada dasarnya harus memiliki pola pikir ke depan (thinking ahead). Dalam artian mampu "meramalkan" dan mengidentifikasi lingkungan untuk merencanakan dan melaksanakan kebijakan. Selanjutnya, mampu untuk mengkaji ulang (thinking again) resiko (kelebihan dan kekurangan) atas kebijakan tersebut sehingga dapat memperbaiki dan merespon kebutuhan masyarakat sesuai dengan kondisi yang ada. Kemudian, berfikir terbuka sebagai bagian dari thinking across yang mana dapat mengembangkan suatu inovasi melalui penggunaan teknologi, ide-ide baru, perbaikan sistem, dan kebijakan yang fleksibel. Berdasarkan hal tersebut, penyelenggara pelayanan publik juga memerlukan sistem dan sumber daya manusia yang dapat mendukung sesuai dengan kapasitasnya. Sehingga fungsi dari reformasi birokrasi yaitu sistem merit dapat dilakukan.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat dipahami bahwa terdapat beberapa faktor pendukung dari penerapan konsep pemerintahan yang dinamis. Pertama, diperlukan komitmen yang kuat dari pemimpin dalam hal ini penyelenggara pelayanan publik. Komitmen tersebut merujuk pada upaya mewujudkan inovasi untuk memberikan pelayanan publik yang berkualitas ditengah kondisi lingkungan yang tidak menentu seperti saat ini. Kedua, berfungsinya lembaga pengawas secara optimal. Dalam hal ini, Ombudsman Republik Indonesia sebagai lembaga pengawas pelayanan publik memiliki peran dalam mengawal inovasi yang dibuat oleh penyelenggara pelayanan publik. Selanjutnya, memberikan masukan positif sehingga dapat terwujud harmonisasi yang akan membawa pelayanan publik menjadi lebih berkualitas. Ketiga, pengisian jabatan sesuai dengan kapasitasnya (sistem merit). Hal ini dimaksudkan agar eksekusi dari pelayanan publik dapat berjalan dengan efektif dan efisien karena digerakkan oleh sumber daya manusia yang berkompeten di bidangnya. Keempat, kesamaan visi, misi, dan pemahaman antara pemimpin dengan para bawahannya. Karena pada dasarnya kekompakan dalam organisasi diperlukan agar produk layanan yang dihasilkan menjadi berkualitas.
Penerapan Konsep Pemerintahan yang Dinamis Di Tengah Wabah Covid-19
Terdapat beberapa contoh penyelenggara pelayanan publik yang secara tersirat telah menerapkan konsep pemerintahan yang dinamis di tengah wabah Covid-19. Adapun penyelenggaraan pelayanan publik yang telah menerapkan konsep tersebut, seperti di Kabupaten Gowa dan Kota Tangerang. Di Kabupaten Gowa, jenis pelayanan publik administratif yang kerap didatangi oleh masyarakat, yaitu Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) dalam pelayanannya tidak dilakukan secara tatap muka ditengah wabah Covid-19. Bahkan, disediakan narahubung atau call center per kecamatan, pengurusan BPJS, perbankan, maupun layanan penerbitan e-KTP bagi masyarakat Kabupaten Gowa.
Adapun di Kota Tangerang, pelayanan publik tatap muka pada Disdukcapil Kota Tangerang sudah dibatasi dan diganti sementara dengan pelayanan yang bersifat online. Adapun narahubung pelayanan online tersebut dibagi per jenis pelayanan yang ada di Disdukcapil Kota Tangerang, seperti pada pelayanan akta kelahiran dan perubahan nama, akta kematian dan pengesahan anak, akta perkawinan dan perceraian, layanan kartu keluarga, layanan perekaman e-KTP, layanan pindah datang, layanan legalisir, layanan sinkronisasi data, layanan usul cetak e-KTP, sampai pada layanan SKTT dan KTP WNA. Sehingga pelayanan publik tetap dilakukan untuk merespon kebutuhan masyarakat di Kota Tangerang meskipun di tengah wabah Covid-19.
Berdasarkan hal
tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan pemerintahan yang dinamis bukanlah
hal yang mustahil untuk dilakukan. Terlebih, dalam merespon kondisi yang tidak
menentu seperti saat ini akibat wabah Covid-19. Penyelenggara pelayanan publik
memang seharusnya memiliki komitmen dan kebijakan yang luwes serta fleksibel
sehingga tercipta inovasi pelayanan publik dengan memanfaatkan tren media
sosial dan kecanggihan teknologi seperti era saat ini. Selain itu, penempatan
sumber daya manusia yang tepat sesuai dengan kapasitasnya yang dapat
mengeksekusi rencana dengan baik. Sehingga transfer pemahaman antara pemimpin
dengan yang dipimpin dapat berjalan optimal dan terwujud sinergitas serta
kekompakan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Dengan begitu pelayanan
publik tidak terabaikan dan tetap berjalan secara efektif dan efisien.