Trotoar dan Hak Pejalan Kaki Yang Terabaikan
Beberapa waktu lalu penulis mewakili Ombudsman Kalsel mendatangi sekretariat Perkumpulan Penyandang Disabiitas Indonesia (PPDI) Kota Banjarmasin, dari hasil dialog dengan teman-teman PPDI banyak sekali keluhan mereka atas pelayanan publik yang ada di Kota Banjarmasin baik mengenai fasilitas kantor layanan pemerintah, bidang pekerjaan bagi difabel, sampai pada fasilitas publik di ruang publik. Salah satu hal yang dikeluhkan adalah Trotoar.
Di sejumlah titik jalan di kota Banjarmasin, seperti di jalan Lambung Mangkurat, Jalan A Yani ataupun Jalan Belitung , keberadaan trotoar masih dinilai belum akses secara baik terhadap disabilitas. Selain dirasa masih ada jalur yang curam, terhalang toko dan pohon, sampai minimnya fasilitas seperti peta kota, petunjuk arah, jembatan penyeberangan .bahkan CCTV. Kondisi trotoar yang demikian dirasa jauh dari kata layak bagi pejalan kaki .
Selain hak Pejalan kaki. Sesungguhnya pemanfaatan trotoar juga berdampak pada pola hidup masyarakat. Seperti kesehatan bagi pejalan kaki, mengurangi intensitas kemacetan dan mengurangi moda transportasi yang kian padat.
Jangankan untuk kelompok disabilitas, untuk pejalan kaki yang umum saja masih merasakan keluhan yang sama. Sejumlah trotoar di jalan-jalan kota masih belum memberikan rasa aman dan nyaman bagi publik atau pejalan kaki, trotoar kerap digunakan untuk area parkir mobil dan sepeda motor, sampai digunakan juga oleh pedagang kaki lima untuk berjualan, belum lagi dikarekan macet pengendara mobil dan motor dengan bebas menaiki trotoar yang seharusnya khusus menjadi hak pejalan kaki .
Potret diatas hanyalah sebagian kecil dari problem fasilitas publik yang belum ramah terhadap publik. Trotoar mestinya adalah hak Pedestrian (Pejalan Kaki). Akan tetapi, karena lalai, dan abai dalam pelaksanaannya. Maka fungsi trotoar menjadi tak jelas arah, Padahal trotoar menjadi bagian penting dalam memenuhi hak warga dan termasuk memperlancar arus lalu lintas.
Memang problem pemanfaatan trotoar sesuai fungsi, bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata. Tapi, juga perlu adanya partisipasi warga selaku pengguna. Trotoar akan berfungsi, bersih, dan terawat dengan baik apabila sudah muncul kebiasaan atau budaya yang positifdari pengguna .
Akan tetapi, pemerintah seharusnya memiliki perencanaan yang matang dan pengawasan yang intens. Serta tegas atas pelanggaran yang terjadi saat trotoar di "alih fungsikan". Seperti lahan parkir, tempat mangkal PKL, atau berkumpulnya pemulung dan gepeng.
Pemerintah juga hausnya melibatkan partisipasi masyarakat pengguna termasuk perkumpula disabilitas. Bukan malah membangun trotoar tanpa ada keterlibatan semua pihak yang berkompeten. Akhirnya saat selesai malah tidak dapat termanfaatkan
Sebenarnya sudah banyak aturan yang melindungi hak hak pejalan kaki. Seperti : UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan
Salah satu substansi yang mengatur dapat kita lihat pada Pasal 106 ayat (2) UU 22/2009, yangmana pengemudi kendaraan bermotor wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki.dan hal ini perkuat oleh PP 34 Tahun 2006, Pasal 34 ayat (4) bahwa trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki.
Dari aturan di atas maka para pelanggar fungsi trotoar pun juga bisa mendapatkan sangsi karena melanggar ketertiban dari fungsi trotoar sesungguhnya.
Selain itu. Wajib ada sosialisasi kepada publik akan pentingnya fungsi trotoar. pemerintah hendaknya membuat perencanaan yang matang dan mengambil tindakan tegas apabila ada yang melanggar atau menyalahgunakan fungsi trotoar
Di tingkat warga sebaiknya juga berani memperjuangkan hak hak pelayanan publiknya di ruang publik termasuk hak pejalan kaki. Sebab, Karena belum adanya kesadaran, pemahaman dan keberanian maka fungsi trotoar menjadi tak bermakna dan membuat wajah pelayanan publik kita tidak indah dan jauh dari kesan ramah.
Semoga trotoar dapat menjadi salah satu indikator seberapa pedulinya pemerintah akan ruang publik dan sejauhmana warga dihargai dalam menjalankan nadi kehidupannya atau mendapatkan hak layanan public terbaik di tengah problem perkotaan yang semakin berat. (MF)