Tren Laporan Masa Pandemi Covid-19 di Ombudsman Babel
Pandemi Covid-19 sejak kemunculannya di Indonesia pada Maret 2020 memberikan dampak yang sangat besar bagi masyarakat. Berbagai bidang terkena imbas akibat pandemi ini tidak terkecuali bidang ketenagakerjaan. Adapun permasalahan ketenagakerjaan tersebut telah banyak dilaporkan oleh masyarakat kepada Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Bangka Belitung pada tahun 2020 bahkan sampai tahun 2021.
Laporan Ketenagakerjaan di Ombudsman Babel Tahun 2020
Berdasarkan data Ombudsman Republik Indonesia khususnya untuk Perwakilan Kepulauan Bangka Belitung tercatat substansi ketenagakerjaan memiliki persentase 5% dan menduduki peringkat sepuluh terbesar. Sedangkan apabila dibandingkan dengan tahun 2019, ketenagakerjaan memiliki presentase sebanyak 0%. Adapun permasalahan yang banyak dikeluhkan Pelapor adalah terkait karyawan yang dirumahkan sampai kepada hak pekerja yang tidak dibayarkan pasca PHK maupun dirumahkan. Berdasarkan hal tersebut, titik berat penyelesaian permasalahan ini adalah pada instansi yang berwenang untuk melakukan upaya dan pelayanan, bisa berupa mediasi atau pertemuan secara lebih transparan, professional, dan bertanggung jawab. Berdasarkan kasus tersebut, mewabahnya pandemi Covid-19 berpengaruh terhadap pekerjaan bahkan perekonomian masyarakat.
Rawan Maladministrasi Bagi Penyelenggara Layanan
Berdasarkan hasil pemeriksaan Ombudsman Babel bahwa banyaknya keluhan masyarakat terkait dengan ketenagakerjaan adalah karena keterbatasan pelayanan oleh instansi penyelenggara layanan. Bahkan, pembatasan layanan tersebut sampai Covid-19 berakhir atau terancam sampai pada waktu yang tidak dapat ditentukan. Hal tersebut dikarenakan upaya mencegah penyebaran Covid-19. Namun, apakah hal tersebut dibenarkan?
Berdasarkan Pasal 11 Peraturan Ombudsman Nomor 26 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan, dan Penyelesaian Laporan bahwa terdapat beberapa bentuk maladministrasi. Adapun terkait dengan hal ini, maladministrasi yang banyak dilaporkan oleh masyarakat adalah penundaan berlarut dan tidak memberikan pelayanan. Penundaan berlarut merupakan perbuatan menunda penyelesaian layanan atau memberikan layanan tidak sesuai dengan baku mutu waktu dari janji layanan. Sedangkan tidak memberikan pelayanan adalah perilaku mengabaikan pelayanan, baik sebagian maupun keseluruhan kepada masyarakat yang berhak menerima layanan tersebut. Seharusnya maladministrasi tersebut dihindari oleh penyelenggara layanan publik meskipun pada masa pandemi.
Kemudian, pada Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik diatur jelas dan menjadi pedoman dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Selain itu, Undang-Undang tersebut memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat sebagai penerima layanan. Selain itu, pada Undang-Undang tersebut diatur pula terkait standar pelayanan (termasuk di dalamnya mengatur tentang jangka waktu penyelesaian) agar penyelenggaraannya dapat berjalan secara berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. Sehingga apabila maladministrasi masih dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik sudah tentu menyalahi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tersebut.
Memahami Hak dan Kewajiban Penyelenggara dan Penerima Layanan
Perlu diketahui terkait hak dan kewajiban penyelenggara maupun masyarakat sebagai penerima layanan. Berdasarkan Pasal 15 huruf e dan f Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 dijelaskan bahwa penyelenggara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik. Selain itu, penyelenggara berkewajiban untuk melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan. Maksudnya adalah setiap pelayanan memiliki standar yang didalamnya mengatur waktu penyelesaian layanan. Oleh sebab itu, penundaan berlarut terlebih tidak memberikan layanan tidaklah dibenarkan.
Adapun hak masyarakat sebagai penerima layanan sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 huruf i adalah mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan. Bahkan pada huruf h diatur bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengadukan penyelenggara yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada Pembina penyelenggara dan ombudsman. Oleh sebab itu, hal ini seharusnya menjadi perhatian penting bagi penyelenggara pelayanan publik untuk mematuhi aturan yang berlaku dan menghindari maladministrasi.
Pelayanan Online Menjadi Solusi Masa Pandemi
Dengan perkembangan zaman dan teknologi yang semakin pesat seperti saat ini bukan mustahil pelayanan dapat dilakukan secara online. Bahkan, pelayanan online tersebut telah lama dicanangkan oleh pemerintah yang disebut sebagai e-government. Secara istilah, e-government adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya maupun yang berkaitan dengan pemerintahan dan bisnis. Kemudian, e-government sudah tentu sangat mendukung terlaksananya asas pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 huruf l Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, yaitu pelayanan dengan asas kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan. Adapun e-government ini telah lama diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003.
Pelayanan secara online penting untuk diterapkan oleh penyelenggara pelayanan publik agar kepastian layanan tetap dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, pelayanan online masa pandemi memiliki banyak manfaat seperti pengurangan biaya, transparansi dan akuntabilitas yang lebih terjamin, dan meningkatkan partisipasi masyarakat. Sehingga kembali lagi kepada permasalahan ketenagakerjaan yang belum efektif menerapkan layanan secara online, diharapkan ke depannya penyelenggara yang berwenang dapat melaksanakannya. Terlebih, pada masa pandemi yang tidak tahu kapan berakhirnya. Semoga hal ini juga dapat menjadi pelajaran bagi instansi penyelenggara pelayanan publik untuk terus meningkatkan kualitas pelayanannya pada masa pandemi khususnya pada sektor ketenagakerjaan. Jangan sampai pandemi Covid-19 masih menjadi alasan untuk tidak memberikan pelayanan pada permasalahan ketenagakerjaan. (MY)