• ,
  • - +

Artikel

Transformasi Pelayanan Publik di Era Covid-19
• Rabu, 29/04/2020 • Muhammad Furqan Aulia, S.E
 
Muhammad Furqan Aulia, S.E (Calon Asisten Ombudsman RI Perwakilan Aceh)

Di penghujung tahun 2019, dunia dikejutkan dengan kemunculan virus corona atau yang sekarang dikenal dengan nama resmi Covid-19 (Corona Virus Diseases 2019). Virus ini pertama kali terdeteksi di Wuhan, salah satu kota industri yang ada di China. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sendiri juga telah menetapkan bahwa Covid-19 telah menjadi pandemi dunia. Menurut data WHO (Jumat, 16 Oktober 2020) jumlah orang yang terinfeksi positif Covid-19 di seluruh dunia mencapai 36.619.674 orang dengan 1.093.522 orang meninggal dunia. Di Indonesia sendiri pasien positif yang terinfeksi Covid-19 mencapai 353.461 orang. Melihat kondisi dan situasi meluasnya penyebaran virus Covid-19 yang tidak lagi menyebar antar negara tetapi sudah menjadi transmisi lokal, banyak negara menerapkan kebijakan ekstrim untuk menghambat penyebaran virus ini mulai social distancing atau physical distancing hingga lockdown. Pemerintah Indonesia juga telah menerapkan berbagai kebijakan mulai social distancing dengan mengkampanyekan gerakan digital #dirumahaja hingga kebijakan tegas berupa pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Coronavirus Diseases 2019. Dengan adanya penerapan kebijakan pembatasan sosial di berbagai daerah di Indonesia maka hal ini akan mempengaruhi rutinitas kehidupan masyarakat seperti keharusan untuk belajar di rumah, bekerja di rumah (work frome home), dan beribadah di rumah. Konsekuensi dari pembatasan sosial ini akan berdampak pada kinerja lembaga pemerintahan dan swasta baik di pusat maupun di daerah termasuk dalam hal pelayanan publik. Sejumlah lembaga melakukan penyesuaian kebijakan untuk survive dalam menjaga kinerjanya terutama memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Hal ini tidak pernah terbayangkan sebelumnya bagi pemangku kepentingan (stakeholder) untuk beradaptasi di era Covid-19. Metamorfosa Pelayanan Publik Mau tidak mau setiap lembaga atau instansi dipaksa untuk melakukan inovasi dalam memberikan pelayanan kepada pihak lain. Bila sebelumnya interaksi lebih sering dalam bentuk tatap muka maka dalam satu bulan terakhir ini publik lebih akrab dengan penggunaan jejaring digital melalui aplikasi yang menyediakan layanan pertemuan digital. Dalam konteks penyelenggaraan pelayanan publik setidaknya ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang meliputi; standar pelayanan, maklumat pelayanan sistem informasi, sarana dan prasarana, biaya/tarif pelayanan, pengelolaan pengaduan, dan penilaian kinerja. Untuk itu diperlukan inovasi kebijakan dengan tetap tidak mengabaikan aspek-aspek dalam pelayanan publik.

Keadaaan pandemi global ini secara motorik telah mengubah tata cara yang berperspektif disruptif dalam urusan pelayanan publik. Mengubah pola yang sebelumnya masih manual dan minim teknologi menjadi mekanisme yang serba digital. Perubahan pola ini juga memberikan efek positif dalam pelayanan publik seperti adanya efisiensi biaya, waktu, dan tenaga, adanya transparansi informasi, dan adanya penghematan keuangan negara.

Wabah Covid-19 telah menjadikan sektor pelayanan publik bermetamorfosa menjadi adaptif dan digital. Metamorfosa pelayanan publik ini menjadi pelajaran penting kedepannya untuk terus berinovasi secara konkret dan nyata yang tidak hanya menonjolkan sisi teknisnya semata. Dukungan aparatur birokrasi yang handal dan melek teknologi sangat diperlukan untuk mewujudkan pelayanan publik dengan e-goverment yang lebih baik.

Hambatan dan Tantangan

Realita yang ada di lapangan tidak semua lembaga atau instansi siap untuk berinovasi tanpa mengesampingkan kualitas dari pelayanan publik. Banyak kendala yang dihadapi oleh lembaga terutama yang memiliki banyak cabang di daerah seperti infrastruktur yang masih terbatas dan masyarakat yang masih tidak melek akan teknologi. Walaupun terasa sulit untuk diterapkan di seluruh wilayah Indonesia, namun pelayanan publik yang berbasis digital harus segera diaplikasikan untuk kenyamanan masyarakat di era Covid-19 ini.

Penerapan pelayanan publik yang berbasis digital seharusnya diaplikasikan sedini mungkin. Pemanfaatan teknologi digital dengan didukung infrastruktur dan sumber daya manusia yang handal dirasa dapat menjembatani akses pelayanan publik ditengah pandemi. Ketersediaan infrastruktur menjadi hal penting mengingat tidak semua daerah tersedia fasilitas teknologi yang mumpuni. Di kota metropolitan seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Makassar dan lain sebagainya publik dimudahkan dengan tersedianya fasilitas yang memadai. Hal ini berbanding terbalik dengan daerah-daerah yang ada di pelosok Indonesia terutama daerah administratif kepulauan dimana ketersediaan fasilitas yang masih minim, bahkan untuk mengakses jaringan internet masih terasa sulit. Oleh sebab itu pemerintah harus memastikan dan mendukung ketersediaan fasilitas berbasis digital di berbagai daerah di Indonesia yang harus dibarengi dengan SDM yang unggul agar sinergi dalam pengaplikasian teknologi.

Selain itu, kendala yang dihadapi dalam menerapkan pelayanan publik berbasis digital adalah masih adanya masyarakat yang tidak melek akan internet. Menurut data survei APJII (Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia) dan Polling Indonesia pada 2019, sebanyak 171,17 juta jiwa atau 64,8 persen dari 264,16 juta penduduk Indonesia yang telah dikatakan melek internet. Artinya, masih ada 35,2 persen atau sekitar 92,99 juta jiwa masyarakat Indonesia yang masih tidak melek internet. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan melek teknologi digital di era Covid-19 ini maka diperlukan sosialisasi serta edukasi dari pemerintah dan para stakeholder kepada masyarakat. 

Menuju Society 5.0
Sejak tahun 2008 Pemerintah Indonesia telah menggalakkan revolusi industri 4.0 yang ditetapkan langsung oleh Presiden Jokowi menjadi agenda nasional dengan tema "Making Indonesia 4.0". Industri 4.0 sendiri dapat diartikan sebagai mengoptimalkan penggunaan teknologi digital pada semua lini kegiatan publik (Internet of Thing). Di sisi lain ketika Covid-19 mewabah di Indonesia sejak pertengahan maret lalu, publik Indonesia seolah dipaksa untuk beralih dari industri 4.0 ke society 5.0. Pada dasarnya, inti dari industri 4.0 dan society 5.0 tidak jauh berbeda. Jika industri 4.0 memudahkan untuk mengakses juga membagikan informasi di internet, maka society 5.0 menjadikan teknologi menyatu dengan manusia itu sendiri. Internet bukan hanya sebagai informasi melainkan telah menjadi roda kehidupan publik.

Saat ini keberadaan internet menjadi sangat penting sebagai salah satu inovasi akses pelayanan publik disaat dunia sedang dilanda Covid-19. Selain untuk pekerjaaan, publik juga memanfaatkan internet sebagai sarana interaksi sosial jarak jauh. Terlebih saat ini internet mudah diakses melalui smartphone yang bisa dibawa ke manapun. Konsep lain dari society 5.0 adalah menjadikan akses internet sebagai media untuk memindahkan apa yang ada di dunia maya ke dunia nyata. Memang terdengar paradoks di mana sebuah wabah pandemi dapat mengubah lini kehidupan manusia. Penerapan society 5.0 menjadi salah satu kunci keberhasilan transformasi pelayanan publik di era Covid-19.


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...