• ,
  • - +

Artikel

Tinjauan Singkat Perilaku Prokrastinasi Dalam Maladministrasi
• Kamis, 25/03/2021 • Agus Ferdinand, S.T.
 
Agus Ferdinand, S.T., Asisten Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kalimantan Timur

Menurut jumlah pengaduan pada Ombudsman Republik Indonesia berdasarkan dugaan maladministrasi sejak tahun 2016 hingga tahun 2020 berjalan (per 16 November 2020), maladministrasi penundaan berlarut berada pada posisi pertama yaitu 31%, kemudian diikuti oleh penyimpangan prosedur (20%) dan tidak memberikan pelayanan (15%). Secara khusus berdasarkan pengaduan yang masuk di Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kalimantan Timur sejak tahun 2016 hingga saat ini (per 16 November 2020), penundaan berlarut juga mendominasi jenis maladministrasi yaitu dengan persentase 43%, diikuti oleh penyimpangan prosedur (23%), serta tidak memberikan pelayanan (14%). Data-data tersebut cukup jelas menunjukkan bahwa penundaan berlarut adalah permasalahan yang mendominasi penyebab terhambatnya penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia, khususnya di Kalimantan Timur.

 Untuk sekadar diketahui, pengertian maladministrasi sendiri menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintah yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.

Perilaku penundaan berlarut jika terus menerus berulang pada penyelenggaraan pelayanan publik tentu akan menyebabkan kerugian bagi masyarakat pengguna layanan. Memperhatikan hal tersebut, tidak ada salahnya jika kita mencoba menelisik perilaku ini melalui sudut pandang prokrastinasi.


Mengenal Prokrastinasi

"Penundaan" adalah kata benda yang berakar dari kata "tunda". Sedangkan kata kerja dari "tunda" adalah "menunda". Dalam konteks karier dan pekerjaan, seringkali kita mendengar frasa "menunda pekerjaan" atau "prokratisnasi". Berdasarkan kamus online Cambridge Dictionary, pengertian prokrastinasi atauprocratinate adalah to keep delaying something that must be done, often because it is unpleasant or boring , yaitu  menunda pekerjaan yang seharusnya dikerjakan, karena kurang merasa senang atau bosan. Sedangkan menurut Burka & Yuen (dalam Khairin, 2008) prokrastinasi berasal dari gabungan dua kata bahasa latin yaitu procrastinatus dengan awalan "pro" yang berarti "forward" atau "meneruskan/mendorong" ke depan, dan akhiran cratinus  yang berarti "belonging to tomorrow" atau "milik hari esok".  Jika digabungkan, procrastinus mempunyai arti forward it to tomorrow (meneruskan hari esok) atau dengan kata lain dapat diartikan "saya akan melakukannya nanti". Dari dua pengertian tadi, prokrastinasi dapat dianggap sebagai perilaku menunda pekerjaan yang seharusnya dapat dilakukan saat ini, karena menganggap dapat dikerjakan di waktu selanjutnya.

Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan seseorang bisa memiliki perilaku prokrastinasi? Menurut Ghufron & Risnawati (dalam Khairin, 2008) ada dua faktor penyebab yaitu faktor dari dalam individu (faktor internal) dan dari luar individu (faktor eksternal). Pada faktor internal, hal-hal yang mempengaruhi antara lain kondisi fisik (kesehatan, disabilitas tubuh, dll) dan kondisi psikis (pola kepribadian, kesadaran diri, pengendalian diri, dll). Sedangkan pada faktor eksternal, hal-hal yang mempengaruhi adalah kondisi di luar individu, seperti lingkungan kerja, rekan dan partner, beban tugas, dan faktor-faktor lain.

 

Prokrastinasi Sebagai Bagian Dari Maladministrasi

Dalam lingkup dunia kerja, suatu pekerjaan atau tugas yang dilakukan tidak mungkin selalu berjalan dengan lancar dan tanpa kendala. Ketidaklancaran tadi berpotensi mengakibatkan output  pekerjaan yang tidak sesuai target awal baik dari sisi hasil, biaya, maupun waktu pekerjaan. Output  yang tidak sesuai dengan perencanaan jika dibiarkan terus menerus akan menggerus efisiensi sebuah organisasi atau perusahaan. Lama-kelamaan, biaya akan semakin membengkak, waktu akan semakin molor, dan yang lebih merusak secara jangka panjang adalah hilangnya kepercayaan dari klien/masyarakat yang berharap dari hasil pekerjaan tadi. Apabila organisasi tersebut adalah perusahaan swasta, biasanya akan diikuti penurunan omset/keuntungan yang diperoleh perusahaan. Apabila organisasi tadi adalah instansi/lembaga pemerintahan, dampak yang dapat terjadi adalah penurunan citra serta peningkatan ketidakpercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pelayanan publik yang bersangkutan.

Salah satu perilaku yang sering menyebabkan ketidaklancaran proses pekerjaan adalah prokrastinasi. Mari sejenak membayangkan seorang pegawai di sebuah kantor pemerintahan yang diberi tugas membuat checklist  surat permohonan masuk sebelum diberikan ke atasan untuk disposisi. Dalam sehari rata-rata ada 25 sampai 30 surat yang masuk ke kantor. Namun karena pegawai tadi memiliki kebiasaan suka menunda-nunda, setiap hari dia hanya berhasil meregistrasi surat masuk maksimal sebanyak 10 surat. Dampak dari perilaku pegawai tersebut adalah penumpukan hingga 20 surat setiap harinya. Apabila ditambah dengan manajemen pengarsipan kantor yang buruk, penumpukan tadi akan menghasilkan permasalahan yang serius dikemudian hari. Perilaku pegawai di atas dapat dikategorikan sebagai maladministrasi penundaan berlarut jika melihat definisi dari Hendra Nurtjahjo dkk,  dalam buku saku Memahami Administrasi (2013).


Penundaan Berlarut Akibat Faktor Eksternal

Mencoba menemukan penyebab perilaku prokrastinasi dapat menggunakan sudut pandang individu (internal) seperti yang telah dipaparkan pada paragraf sebelumnya. Setelah penyebabnya ditemukan, dapat dilakukan tindakan evaluatif terhadap individu yang bersangkutan seperti pelatihan dan kursus manajemen diri. Apabila diperlukan, tindakan yang bersifat punishment  seperti pemberian surat peringatan, skors, hingga pemberhentian dapat diberlakukan terhadap pegawai yang bersangkutan.

Akan tetapi penyebab terjadinya perilaku prokrastinasi juga dapat berasal dari faktor di luar individu (eksternal). Faktor eksternal pertama adalah beban kerja. Apakah beban kerja yang telah diberikan kepada individu/pegawai sudah sesuai proporsi yang layak dan terukur sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi)? Beban kerja yang terlalu berlebihan akan berujung pada ketidakefektifan kinerja dan stress pada pegawai. Akibatnya, banyak pekerjaan dan tugas menumpuk yang akan teridentifikasikan sebagai penundaan berlarut. Faktor kedua sedikit banyak terkait dengan faktor pertama, yaitu jumlah pegawai yang ditempatkan dalam unit kerja. Apabila analisis yang terukur terhadap organisasi penyelenggara pelayanan menyimpulkan bahwa dibutuhkan 4 orang pegawai untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan dalam target waktu tertentu, jangan sampai penyelenggara hanya menempatkan 2 atau malah 1 orang pegawai untuk pekerjaan yang sama. Apabila hal tersebut dilakukan, penyelenggaraan pelayanan hampir dipastikan tidak akan optimal dan akan menimbulkan ketidakpuasan dari masyarakat.

Faktor ketiga adalah lingkungan fisik tempat kerja. Apakah tempat kerja sudah cukup memenuhi standar baik dari segi ukuran, pencahayaan, pengaturan perabot, penghawaan udara, tata pengarsipan, dan segi-segi fisik lainnya? Memang terdengar sepele, namun penataan ruang dan perabot kerja yang serampangan akan berpengaruh pada kerapihan berkas kerja. Berkas-berkas yang berantakan akan memperbesar peluang untuk terselip/hilang. Tempat kerja yang tidak layak dan tidak nyaman juga sedikit banyak akan menurunkan mood  bekerja bagi pegawai. Ujung-ujungnya adalah potensi terjadinya penundaan berlarut yang semakin besar.

Untuk faktor keempat mungkin bisa dianggap sebagai permasalahan yang klasik. Insentif dapat dikatakan sebagai alasan utama insan pekerja untuk melakukan sebuah pekerjaan. Jenis-jenis insentif yang ditawarkan kepada pegawai pada umumnya adalah gaji, penghargaan/honorarium, akomodasi, hingga jaminan sosial dan kesehatan. Jumlah insentif yang layak diberikan berdasarkan standar dan peraturan yang berlaku. Insentif yang kurang layak dan tidak sesuai dengan beban kerja berpotensi mengurangi integritas dan dedikasi pegawai terhadap kewajiban yang diemban. Mereka akan cenderung bermalas-malasan atau malah mencari pekerjaan sampingan di luar tempat kerja. Efeknya adalah terbengkalainya pekerjaan dan penyelenggaraan pelayanan.


Penutup 

Baik faktor internal maupun eksternal sama-sama dapat mempengaruhi individu untuk berperilaku proskratinasi. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik, jika kecenderungan proskratinasi tiap-tiap individu tidak diantisipasi dengan baik maka dapat meningkatkan potensi terjadinya maladministrasi oleh pelaksana pelayanan, khususnya maladministrasi penundaan berlarut.

Melihat hal tersebut diperlukan sudut pandang yang lebih luas dalam menyikapi fenomena penundaan berlarut dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Organisasi penyelenggara pelayanan selain harus memiliki Standar Operasional dan Prosedur (SOP) Penyelenggaraan Pelayanan, juga harus mampu mengukur kebutuhan organisasi dan beban kerja yang diemban oleh masing-masing pelaksananya. Terlepas dari adanya faktor internal dari karakter dan mental pegawai/pelaksana, jangan sampai ada pelaksana yang mendapatkan beban kerja yang melebihi kapasitas dan tupoksi yang telah disepakati. Kalaupun ada tuntutan penyelesaian pekerjaan yang lebih banyak dan lebih cepat dari yang seharusnya, penyelenggara ada baiknya dapat memberikan sarana, fasilitas, dan insentif yang proporsional bagi pelaksana.

Melalui sudut pandang di atas, maladministrasi penundaan berlarut tidak hanya dapat ditelaah dari sisi individu pegawai dan pelaksana, melainkan juga dari sisi organisasi penyelenggara. Sehingga saran perbaikan terhadap maladministrasi tersebut dapat juga diterapkan secara sistemik.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...