• ,
  • - +

Artikel

Tidak Ada Prosedur Adalah Bentuk Penyimpangan Prosedur
ARTIKEL • Kamis, 28/01/2021 • Kgs Chris Fither
 
Kgs Chris Fither, penulis

    Apa indikator suatu pelayanan publik bisa dikatakan baik? Ini adalah pertanyaan klasik yang terkadang sering kali muncul kalau melihat potret pelayanan publik yang cenderung ala kadarnya. Kalau setiap dari kita menafsirkan dan menentukan indikator pelayanan yang baik, pastinya jawabannya akan beragam. Karena setiap orang tentu memiliki pandangan sendiri terkait bentuk layanan yang diberikan. Lalu, bagaimana bisa pelayanan publik dibilang baik? Berikut pembahasannya.

Standar Pelayanan
    Tanpa adanya standarisasi dalam pelayanan yang diberikan, akan ada ketidakjelasan, kurangnya informasi dan yang paling parah akan membuka celah adanya maladministrasi. Tanpa adanya rambu-rambu layanan yang terstandar banyak pihak yang akan dirugikan dalam layanan publik dan tentunya yang paling dirugikan yaitu masyarakat sebagai pengguna layanan.

    Sesungguhnya standardisasi dalam layanan publik di Indonesia sudah diatur sejak lama. Sejak tahun 2009, UU Pelayanan Publik sudah memberikan aturan yang jelas guna percepatan pelayanan publik yang berkualitas. UU 25/2009 sudah mewajibkan bagi setiap penyelenggara pelayanan publik untuk menyusun dan menerapkan standar pelayanan publik. Namun faktanya, ternyata masih banyak instansi penyelenggara yang tidak menyusun standar pelayanan.

    Setidaknya ada sekitar 14 komponen standar pelayanan publik yang wajib disusun mulai dari dasar hukum, persyaratan, sistem, mekanisme dan prosedur, jangka waktu penyelesaian, biaya/tarif, produk pelayanan, sarana, prasarana, dan/atau fasilitas, kompetensi pelaksana, pengawasan internal, penanganan pengaduan, saran dan masukan, jumlah pelaksana, jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan,  jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya dan risiko keragu-raguan, dan evaluasi kinerja pelaksana. Terlihat banyak, tapi mau tak mau memang harus dipenuhi oleh setiap penyelenggara pelayanan publik.

    Diantara beberapa komponen standar pelayanan diatas, sekurang-kurangnya ada komponen yang dirasa cukup krusial peranannya. Yaitu komponen persyaratan, sistem, mekanisme dan prosedur, jangka waktu penyelesaian, dan biaya/tarif. Komponen standar layanan tersebut seringkali disebut sebagai Standar Operasional Prosedur (SOP).

    Menurut Tjipto Atmoko (2011), Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah suatu pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Jadi, kehadiran SOP sesungguhnya sebagai alat ukur yang baku dalam setiap layanan yang diselenggarakan agar pelayanan yang diberikan sesuai dengan yang ditargetkan.

    Tujuan standar pelayanan selain memberikan pedoman tata laksana layanan, juga sebagai bentuk pencegahan terhadap beberapa penyimpangan yang mungkin saja bisa dilakukan oleh pelaksana pelayanan publik. Dengan menampilkan alur layanan yang jelas mengatur mekanisme, persyaratan, jangka waktu, biaya/tarif saja sudah cukup untuk menghentikan praktek-praktek maladministrasi yang berpotensi terjadi seperti penundaan berlarut, pungli dan penyimpangan prosedur. Karena dengan dapat diaksesnya informasi standar layanan oleh pengguna layanan, pelaksana pelayanan publik akan semakin enggan melakukan setiap penyimpangan.

Penyimpangan Prosedur

    Kewajiban penyelenggara untuk menyusun dan menerapkan standar pelayanan sudah jelas diatur dalam Pasal 20 UU 25/2009. Perlu juga diketahui bahwa, bagi penyelenggara layanan yang dengan sengaja tidak menyusun dan menerapkan standar layanan tersebut akan dikenai sanksi yang sangat tegas berupa pembebasan dari jabatan (lihat Pasal 54 ayat 7 UU 25/2009).

    Dengan adanya pengaturan diatas, semakin menunjukkan bahwa kehadiran standar pelayanan sangat vital. Tapi mengapa masih saja ada beberapa instansi yang justru tidak menyusun dan menerapkan standar layanan. Kemungkinan terbesar tidak adanya standar layanan itu dikarenakan pihak penyelenggara tidak mengetahui tugas dan kewajibannya dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

    Dalam hukum administrasi negara, ketidaktahuan akan adanya aturan tidak dapat dijadikan alasan. Karena sejak diundangkan pada 18 Juli 2009, UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik wajib hukumnya diterapkan di Indonesia. Sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 81 UU 12/2011 tentang Peraturan Perundang-undangan, terdapat Asas Fiksi Hukum yang beranggapan bahwa ketika suatu peraturan perundang-undangan telah diundangkan maka pada saat itu setiap orang dianggap tahu (presumption iures de iure) dan ketentuan tersebut berlaku mengikat sehingga ketidaktahuan seseorang akan hukum tidak dapat membebaskan/memaafkannya dari tuntutan hukum.

    Berdasarkan ketentuan diatas, kalau ada penyelenggara yang ternyata tidak menyusun standar pelayanan maka ia dapat dijatuhkan sanksi administratif karena dikategorikan sebagai maladministrasi berupa penyimpangan prosedur. Penyimpangan prosedur adalah penyelenggaraan pelayanan publik yang tidak sesuai dengan alur/prosedur layanan (Pasal 11 Peraturan Ombudsman 26/2017). Dengan tidak adanya standar layanan, maka penyelenggara dianggap tidak sesuai dengan alur/prosedur layanan (Pasal 20 UU 25/2009).

    Kewajiban penyelenggara dalam menyusun SOP layanan sudah final. Negara sudah mengatur regulasi yang jelas tentang bagaimana itu pelayanan publik yang baik. Dengan memenuhi standar pelayanan publik, penyelenggara telah menunjukkan keseriusannya untuk senantiasa meningkatkan kualitas layanan. Standar pelayanan publik yang baik biasanya akan mencerminkan pelayanan publik yang baik pula. Saat ini seluruh penyelenggara harus bisa memahami seluruh kewajiban yang melekat dalam tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemberi layanan. Tak ada kata terlambat untuk terus bergerak maju guna percepatan penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas. (KCF)





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...