Tenaga Kerja Sebagai Major Equipment Dalam Fase Bonus Demografi
Pembangunan Nasional yang dilakukan secara bertahap dan terencana pada hakikatnya adalah pembangunan manusia yang seutuhnya. Hal ini memiliki makna bahwa pembangunan tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah, seperti pangan, sandang dan papan, ataupun kepuasan batiniah yang berupa pendidikan, rasa aman, rasa berkeadilan, namun itu semua merupakan suatu keselarasan dan keseimbangan antara keduanya.
Manusia yang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kelompok tenaga kerja memiliki peranan yang sangat penting menuju pada kesuksesan pembangunan nasional. Semakin berkualitas dan inovatifnya tenaga kerja yang ada, maka akan berbanding lurus dengan percepatan pembangunan.
Berbicara tenaga kerja dalam konteks sejarah dan definisi tentu telah hampir dipahami oleh seluruh elemen masyarakat, dan ini juga tidak terlepas dari Hari Buruh Internasional (May Day) yang kita peringati tanggal 1 Mei setiap tahunnya.
Sekitar abad ke-19, perjuangan akan alat produksi, kesesuaian jam kerja sampai pada tingkat upah yang layak telah dimulai. Dan sampai dengan saat ini, perjuangan akan hak para pekerja juga terus dilakukan.
Â
Tenaga Kerja dan Amanat Undang-Undang
Ketenagakerjaan merupakan salah satu amanat Undang-Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Di dalam peraturan perundang-undangan ini, dijelaskan pula mengenai beberapa aspek penting menyangkut tenaga kerja, yaitu aspek perencanaan yang merupakan proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis yang dijadikan sebagai dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan, dan aspek pelatihan kerja yang merupakan keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja, produktifitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang kualifikasi jabatan atau pekerjaan.Â
Â
Bonus Demografi , Tenaga Kerja dan Ancaman Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Bonus demografi merupakan suatu keadaan di mana penduduk yang masuk ke dalam usia produktif (15-64 tahun) jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan penduduk usia tidak produktif. Hal ini juga terjadi hanya satu kali di setiap negara. Terdapat beberapa negara yang telah mengalami fase bonus demografi dan memiliki tingkat keberhasilan dalam memanfaatkan celah kesempatan, seperti Korea Selatan dan Jepang. Namun ada pula negara yang mengalami kegagalan, seperti Brazil dan Afrika Selatan.
Menurut data Badan Pusat Statistik dari hasil sensus penduduk (SP2020) pada September 2020, mencatat jumlah penduduk Indonesia ± 270,20 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,25 %, atau bertambah ± 33 juta jiwa dari tahun 2010. Dilihat secara persentase dan jumlah serta tingkat laju pertumbuhan penduduk, Indonesia saat ini mengalami fase bonus demografi dengan jumlah penduduk usia 15-64 tahun sudah mencapai 70,7% atau ± 190 juta jiwa dari total penduduk Indonesia, hal ini menunjukkan peningkatan jumlah penduduk usia produktif berkembang pesat.Â
Bonus demografi memiliki manfaat yang sangat signifikan, dikarenakan melimpahnya jumlah penduduk usia produktif, tentu dapat mengubah tingkat perekonomian pada suatu negara, dari developing country menjadi developed country. Untuk menuju pada keuntungan atau manfaat dari bonus demografi, dapat dimulai dengan melakukan peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik, seperti pada sektor pendidikan dan kesehatan yang akan berdampak signifikan terhadap peningkatan kualitas tenaga kerja. Tenaga kerja yang diimbangi dengan kualifikasi pendidikan dan tingkat kesehatan yang baik, tentu akan meningkatkan produktifitas dalam pekerjaan.
Selain memiliki manfaat, bonus demografi juga memiliki risiko yang tinggi apabila tidak dapat dikelola dengan baik, terutama dalam pengelolaan tenaga kerja. Salah satu risikonya adalah meningkatnya jumlah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah Angkatan kerja. Menurut data Badan Pusat Statistik pada agustus 2020, jumlah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia sebesar 7,07 %, meningkat 1,84 % dibandingkan tahun 2019. Sedangkan pada agustus 2020, jumlah angkatan kerja sebanyak 138,22 juta jiwa.
Ini merupakan salah satu tantangan pemerintah ke depan dalam menghadapi fase bonus demografi untuk mengatasi Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Dikhawatirkan apabila tidak segera di atasi, maka bonus demografi akan menimbulkan efek negatif terhadap pembangunan negara, dengan banyaknya usia produktif yang menganggur.
Usia produktif yang menganggur tentu menjadi permasalahan besar, selain pada menurunnya daya beli masyarakat yang mengakibatkan menurunnya permintaan dan penawaran agregat, dampak sosial politik juga sangat terpengaruh, seperti meningkatnya angka kriminalitas, baik berupa kejahatan pencurian, perampokan, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, maupun kegiatan ekonomi ilegal lainnya. Biaya ekonomi yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah sosial ini sangat besar dan sulit diukur tingkat efisiensi dan efektifitasnya.
Terdapat contoh negara yang gagal dalam mengkapitalisasi peluang bonus demografi, seperti Brazil yang mengalami resesi ekonomi dikarenakan gagal mempersiapkan diri sejak awal periode bonus demografi, sehingga pemerintah lebih banyak mengalokasikan sumber daya untuk kebutuhan jaring pengaman sosial. Biaya sosial yang tinggi, mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan neraca keuangan negara.
Contoh negara lain yang dianggap gagal menghadapi fase bonus demografi adalah Afrika Selatan, permasalahan utama adalah tingginya tingkat pengangguran dikarenakan pertumbuhan angkatan kerja tidak diimbingi dengan pertumbuhan kesempatan kerja. Permasalahan mendasar tidak terserapnya tenaga kerja adalah adanya skill mismatch antara apa yang dibutuhkan oleh dunia kerja dengan yang ditawarkan oleh pekerja. Mismatch disebabkan karena kualitas pendidikan yang kurang baik dan tidak sesuai dengan kebutuhan pasar.
Â
Peran Pemerintah & Tenaga Kerja sebagai Major Equipment
Salah satu fungsi pemerintah dalam ketenagakerjaan adalah sebagai fungsi pembinaan dan pengawasan. Pembinaan dan pengawasan dalam pengelolaan ketenagakerjaan tidak hanya meliputi hilir, tetapi juga pada sisi hulu. Sisi hulu yang dimaksud adalah mulai melihat atau melakukan forecasting  terhadap isu-isu kebutuhan pasar tenaga kerja kedepan, terutama dalam menghadapi fase bonus demorafi.
Ada 4 (empat) rumusan yang mungkin dapat dilakukan pemerintah kedepannya, yakni mapping (pemetaan), diversifikasi (penganekaragaman), spesialisasi (pengkhususan), dan employment (kesempatan kerja).
Mapping atau pemetaan yang dilakukan dalam hal ini adalah Pemerintah harus mulai melakukan pendataan secara komperhensif terhadap ketersediaan jumlah tenaga kerja, baik yang ahli, terampil sampai pada yang non terampil. Tujuan hal ini adalah sebagai pemetaan permasalahan awal terkait distribusi (penempatan) tenaga kerja yang sesuai klasifikasi jabatan dan pekerjaan serta sebagai dasar atau acuan untuk mengadakakan pelatihan demi pemenuhan kebutuhan kesempatan kerja.
Diversifikasi atau penganekaragaman yang dilakukan dalam hal ini adalah, Pemerintah harus mulai melakukan penganekaragaman tenaga kerja, bekerja sama dengan sektor pendidikan sebagai hulu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada agustus 2019, jumlah pengangguran lulusan universitas mencapai 5,67 %. Salah satu penyebabnya adalah ketidaksesuaian kualifikasi pendidikan dengan kebutuhan tenaga kerja. Tentu ini menjadi sebuah permasalahan apabila tidak segera diatasi, terutama dalam menghadapi fase bonus demografi.
Solusi jangka pendek yang dapat dilakukakan adalah melakukan koordinasi dengan pelaksana sektor pendidikan untuk mempersiapkan tenaga kerja yang ahli dan terampil yang memiliki berbagai macam keahlian tertentu. Sejauh ini, hampir seluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia, cenderung memilih bidang keilmuan umum, seperti mencetak para sarjana muda ekonomi dan sosial politik, sehingga terjadi penumpukan pada satu sektor lapangan pekerjaan.
Melihat relevansi di masa yang akan datang dan menyesuaikan kebutuhan pasar, sebagai contoh dalam bidang ekonomi, kita dapat melakukan diversifikasi dengan membuka jurusan keilmuan khusus entrepreneurship dan digital marketing demi menciptakan kesempatan kerja yang mandiri.
Diversifikasi lain yang juga dapat dilakukan adalah pada sektor informasi dan teknologi yang sekarang sangat dibutuhkan pasar, salah satunya dengan membuka dan memperbanyak porsi jurusan advertising, coding, dan desain grafis.
Upaya lain yang dapat dilakukan adalah memberikan beasiswa seluas-luasnya bagi putra-putri kita untuk mengambil berbagai macam jurusan keahlian lainnya, seperti linguistik, engineering, robotic, nuklir dan/atau transportasi, sehingga pada nantinya, kita telah siap beradaptasi dengan kebutuhan pasar yang menuntut adanya keahlian pada bidang-bidang tertentu.
Spesialisasi, dalam hal ini Pemerintah harus bergerak cepat,
terutama pada peningkatan tenaga kerja non terampil menjadi terampil, dan/atau
terampil menjadi ahli. Salah satunya adalah memberikan pendidikan dan pelatihan
yang sesuai dengan kebutuhan di masa yang akan datang. Seperti pada sektor
pangan, para putra-putri kita yang masuk ke dalam usia produktif harus
diberikan pemahaman mengenai fungsi sentral bidang pertanian dan perikanan
dalam menunjang ketahanan nasional suata negara. Kita dapat mulai membentuk
para ahli dan/atau terampil dibidang pertanian dan perikanan yang memiliki
spesialisasi khusus, seperti menciptakan dan/atau mengembangkan jenis tanaman
atau tumbuhan baru yang dapat dikonsumsi demi peningkatan kesehatan masyarakat serta
mengemasnya menjadi sebuah barang jadi atau setengah jadi yang berbasis profit
oriented. Pada sektor perikanan, kita dapat menciptakan tenaga ahli
dan/atau terampil seperti, melakukan pengelolaan sumber daya ikan/biota laut,
mulai proses pembenihan, pengembangbiakan sampai pada proses panen, serta
mengemasnya dalam bentuk barang jadi atau setengah jadi yang memiliki nilai
ekonomis tinggi.
Tujuan penguatan pada 2 (dua) sektor ini adalah selain sebagai kebutuhan utama sehari-hari yang tidak lekang oleh waktu, pemenuhan sektor pangan juga akan mendukung ketahanan nasional dikarenakan investasi yang dilakukan merupakan investasi padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Contoh spesialisasi pada sektor lainnya yang dapat menyerap banyak tenaga kerja lokal adalah terkait pengelolaan sampah rumah tangga yang selalu menjadi momok permasalahan pada setiap daerah. Pemerintah dapat memberikan pelatihan secara terpadu dalam pengelolaan sampah rumah tangga kepada para angkatan kerja, sehingga pada nantinya dapat menciptakan tenaga spesialisasi pengelolaan sampah yang memiliki nilai ekonomis di masyarakat dan menciptakan lapangan pekerjaan baru (industri manufaktur).
Employment yang dilakukan dalam hal ini adalah, Pemerintah harus mulai melakukan pembenahan dan fokus terhadap perluasan investasi padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja. Investasi padat karya memiliki beberapa manfaat, terutama dalam fase bonus demografi yang sedang dihadapi Indonesia. Investasi padat karya yang membutuhkan banyak tenaga manusia, tentu akan berimplikasi terhadap penurunan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), sehingga akan meminimalisir ancaman kegagalan bonus demografi.
Sebagai contoh pada sektor pariwisata, kita dapat melakukan pelatihan dan pembinaan pada pelaku pariwisata, terkhusus dalam pengelolaan dan pengemasan souvenir khas daerah. Pada daerah tertentu yang memiliki pariwisata alam, selain menjual keindahan alam, kita juga dapat mengambil nilai ekonomis lain dengan pemberdayaan masyarakat lokal. Masyarakat lokal diberikan pelatihan dalam mengemas hasil alam yang ada, dari barang mentah menjadi barang setengah jadi dan/atau barang jadi sehingga memiliki nilai tambah. Peran pemerintah dalam hal ini adalah melakukan pembinaan dan pendampingan, terutama pada pengemasan brand mark sampai pada bagaimana proses penawaran dan penjualan produk. Dibutuhkan konsistensi dan kerjasama seluruh pihak dalam mendukung proses tersebut.
Memiliki tenaga kerja yang ahli dan/atau terampil dalam segala bidang tentu akan memberikan multiplierfeffect pada sektor ekonomi. Mewujudkan tenaga kerja sebagai major equipment dalam roda perekonomian tentu menjadi tugas kita bersama. Major equipment yang dimaksud dalam hal ini adalah lebih kepada peningkatan kompetensi, kualifikasi dan daya saing para tenaga kerja di Indonesia dalam menghadapi fase bonus demografi, sehingga akan menjadi alat utama dalam kesuksesan menuju kesejahteraan dan pembangunan nasional.
Permasalahan yang selalu terjadi berkaitan dengan tenaga kerja adalah pada hilir, seperti jaminan sosial, kesesuaian tingkat upah dan pemenuhan hak-hak lainnya. Namun ada baiknya, Pemerintah mulai melakukan pembenahan pada hulu permasalahan, terutama bagaimana menyambut fase bonus demografi dengan mempersiapkan tenaga kerja yang dapat beradaptasi pada kebutuhan pasar kedepan. Sehingga kita dapat mengambil pelajaran dari beberapa negara yang gagal dalam menghadapi fase bonus demografi, terutama dalam ketidaksiapan menyesuaikan kompetensi dan kualifikasi yang dibutuhkan pasar.
Sebagai penutup, kita harus benar-benar mempersiapkan diri menghadapi fase bonus demografi dengan kerjasama, kemauan, serta kepercayaan akan kemampuan diri untuk mencapai kemakmuran menyeluruh.
Mengutip kata-kata Bung Karno, "Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka."Â
Samarinda, 16 Mei 2021
Â
Pranala :
https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/01/21/1854/hasil-sensus-penduduk-2020.html
https://www.bps.go.id/indicator/6/543/1/tingkat-pengangguran-terbuka-menurut-provinsi.html
https://news.detik.com/kolom/d-4859980/demografi-yang-belum-menjadi-bonus