• ,
  • - +

Artikel

Temui Ombudsman Bali, Komite Penyandang Disabilitas Sampaikan Harapan Kaum Disabel
• Senin, 05/04/2021 • Dhuha Fatkhul Mubarok
 
Kepala ORI Bali bersama Rombongan Komite Penyandang Disabilitas

Bali - Komite Daerah Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Bali menemui Kepala Ombudsman Republik Indonesia guna menyampaikan harapan penyandang disabel di Bali yang dipandang belum sepenuhnya terpenuhi pada Senin (05/04).

Salah satu poin yang disampaikan Made Mudari selaku Bidang Pendidikan pada Komite terkait kebijakan sekolah inklusi yang sudah bergulir di Bali sejak tahun 2014 silam yang ternyata sejauh ini belum maksimal dilaksanakan. Masih ada keengganan dari sekolah umum untuk menerima siswa penyandang disabel disamping faktor internal keluarga yang merasa khawatir untuk menyekolahkan anaknya di sekolah umum. "Kendala ini masih kami temui di lapangan. Memang perlu edukasi yang terus menerus disampaikan baik kepada orangtua mapun kepada sekolah. Kepada anak penyandang disabel juga perlu ada assesment tersendiri untuk menilai kemauan dan kemampuan anak tersebut," papar Mudari.

Padahal, lanjut Mudari, sektor pendidikan ini merupakan sektor yang tidak boleh ada perbedaan antara penyandang disabel dengan bukan penyandang disabilitas. Pemerintah memang sudah cukup banyak memfasilitasi dengan pendirian Sekolah Luar Biasa (SLB) disamping yang berbasis masyarakat. Namun, hal ini belum cukup jika belum ada kesadaran di kalangan orangtua sendiri. "Untuk itu kami mohon kepada Ombudsman Perwakilan Bali untuk ikut mendorong pemerintah menjamin hak-hak pendidikan bagi penyandang disabilitas di Bali ini, karena mereka itu tidak boleh dibedakan dengan yang normal," harap Mudari.

Keluhan di sektor lain juga disampaikan oleh salah satu anggota Komite yang mewakili Majelis Desa Adat. Pihaknya mengungkapkan ternyata masih ada Desa Adat yang melarang penyandang disabil untuk masuk di kawasan tertentu atau mengikuti kegiatan tertentu. Sementara, sektor budaya dan agama termasuk dari sebelas sektor persamaan yang harus disetarakan. "Meskipun tidak banyak, tapi kami juga pernah menjumpai kasus seperti ini. Ya, kami berharap dengan adanya kerja sama dengan Ombudsman tidak terjadi lagi kasus-kasus seperti itu," ujarnya.

Ketua Komite, I Nengah Letra menegaskan secara umum pemerintah memang sudah berusaha untuk memenuhi hak-hak penyandang disabilitas, semisal dengan adanya kuota khusus dalam penerimaan CPNS kemudian menyediakan sarana dan fasilitas khusus pagi disabilitas di kantor-kantor. "Oleh karenanya, salah satu tugas Komite ini adalah melakukan pengawasan apakah hak-hak dasar itu sudah dipenuhi oleh pemerintah. Jika belum kami memiliki hak untuk menerbitkan rekomendasi," tegas Nengah Letra.

Menanggapi paparan tersebut, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Bali, Umar Ibnu Alkhatab, menyatakan sangat menyambut baik dan mengepresiasi apa keberadaan Komite Penyandang Disabilitas ini meskipun umurnya masih sangat muda. "Dengan demikian, sebenarnya kita memiliki kesamaan fungsi di bidang pengawasan. Oleh karenanya Ombudsman berharap Komite ini bekerja lebih aktif. Silakan berbagi informasi dengan Ombudsman. Jika ada pengaduan, Komite silakan menyampaikannya kepada kami. Demikian juga sebaliknya, jika Ombudsman menerima pengaduan juga akan disampaikan ke Komite untuk diselesaikan," papar Umar.

Di awal pertemuan Umar juga menyampaikan komitmen Ombudsman Bali untuk mendorong terpenuhinya hak-hak penyandang disabilitas dalam mendapatkan pelayanan publik yang prima oleh pemerintah. Hampir setiap tahun, kata Umar, Ombudsman selalu melaksanakan Survei Kepatuhan atas Undang-Undang Pelayanan Publik. Dalam dalam indikator survei tersebut, pemenuhan layanan khusus bagi disabelitas seperti ram, toilet khusus, loket khusus, antrian khusus dan lain-lain menjadi indikator penting yang cukup tinggi nilainya," ungkap Umar.

Hasilnya, lanjut Umar, saat ini bisa dilihat di semua kantor pemerintah baik tingkat provinsi maupun kabupaten / kota indikator itu sudah terpenuhi, meskipun ada yang belum maksimal karena persoalan anggaran. "Ke depan, kami ingin Komite juga memberikan saran-saran resmi kepada pemerintah untuk memenuhi hak-hak apa yang kurang. Tentunya akan lebih kuat dengan sinergi bersama Ombudsman.," kata Umar.

Di Bali, Komite Daerah Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas ini baru terbentuk tahun 2020 lalu melalui Peraturan Daerah No 9 Tahun 2015 dan Peraturan Gubernur tahun 2017. Artinya, seperti disampaikaikan, jika merujuk pada regulasinya, pembentukan ini cukup terlambat. "Namun kami bersyukur Komite ini dapat terbentuk, karena di Indonesia baru dua provinsi yang memiliki, yakni Bali dan Daerah Istimewaa Yogyakarta," ungkapnya.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...