Sumbangan Sekolah Rasa Pungutan
Makassar - Setiap orang tua berharap agar anaknya menjadi manusia yang bemartabat dan bermanfaat, karena itu mereka membekali anak -anak mereka dengan pengetahuan, baik yang bersumber dari pendidikan formal maupun informal, mulai dari lingkungan keluarga, hingga masyarakat.
Pada pendidikan formal, tentunya orang tua selalu berupaya untuk menyekolahkan anak - anak mereka pada sekolah yang memiliki kualitas yang baik, termasuk kualitas guru maupun tenaga kependidikan lainnya.
Adalah SD Negeri M , berada di sentral kota Makassar. Sekolah ternama yang cukup berkualitas, dan menjadi salah satu destinasi favorit bagi para orang tua untuk mendaftarkan anak mereka ,sehingga terkadang sangat ramai pada saat momen Penerimaan Peserta Didik Baru. Pada Tahun Ajaran 2018 / 2019, SDN tersebut tahun ini memiliki peserta didik sebanyak kurang lebih 400 siswa (i).
Siswa (i) di sekolah tersebut dapat dikatakan berprestasi dan penuh kreasi, terlihat dari penghargaan - penghargaan yang diterima serta hasil karya mereka yang dipajang di sekolah. Namun, ada gurat kekekecewaan pada orang tua siswa, tatkala mereka merasa bahwa anak - anak mereka diwajibkan untuk memberikan infak, guna renovasi musholla sekolah.
Hal itu kemudian membuat orang tua siswa menyampaikan laporan/ pengaduan di Kantor Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sulawesi Selatan, pada bulan Desember 2018. Dalam laporan tersebut bahwa setiap peserta didik diminta berinfak sebesar Rp. 1.000 (seribu) rupiah pada setiap hari Senin sampai Kamis, Rp. 5.000 (lima ribu rupiah) pada hari Jumat, Rp. 20.000 (dua puluh ribu rupiah) per bulan.
Mencermati laporan / pengaduan tersebut, Ombudsman kemudian melakukan pemeriksaan dengan meminta penjelasan dari Terlapor, yakni Kepala Sekolah, serta salinan dokumen terkait. Dari hasil pemeriksaan, terungkap bahwa infak dimaksud bertujuan untuk melakukan perbaikan atau renovasi musholla.
Adanya infak yang diwajibkan tersebut jelas bertentangan dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku, sebab terdapat unsur pungutan didalamnya dengan meminta sejumlah uang dan ditetapkan pembayarannya hingga waktu tertentu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan No 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan Dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Dasar, bahwa Pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar.
Sebagai Lembaga Negara yang melakukan pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik, dan bertugas dalam menerima laporan/ pengaduan terkait dengan dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, maka melalui Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP), Ombudsman kemudian memberikan tindakan korektif, dengan meminta kepada Kepala Sekolah sebagai Penanggungjawab untuk menghentikan segala bentuk permintaan imbalan/pungutan baik yang berbentuk materil maupun inmateril kepada setiap peserta didik pada SD tersebut.
Atas penyampaian tindakan korektif tersebut, Kepala Sekolah menyatakan sanggup dan bersedia untuk menghentikan pungutan dimaksud.
Beberapa hari kemudian, Pelapor pun menghubungi Ombudsman RI perwakilan Sulsel menyampaikan informasi bahwa pihak sekolah telah menghentikan pungutan (infak) dimaksud, yang kemudian berterima kasih dan meminta kepada Ombudsman untuk menutup laporan/ pengaduannya.
"Pendidikan yang baik menciptakan prestasi dan menumbuhkan kreasi mencegah degradasi". (ORI-Sulsel)