• ,
  • - +

Artikel

Sumbang Saran bagi Calon Gubernur NTT Mengenai Standar Pelayanan Publik
ARTIKEL • Jum'at, 23/02/2018 • Darius Beda Daton
 

POS KUPANG.COM -- Seorang calon Gubernur NTT dengan lantang berorasi di atas panggung deklarasi dan kampanye bahwa jika dia terpilih menjadi gubernur, dirinya akan membangun pelayanan publik yang berkualitas di provinsi ini.

Ia lantas berjanji membenahi pelayanan publik agar lebih baik dari gubernur sebelumnya. Janji-janji seperti ini sering kita dengar bila mengikuti kegiatan deklarasi dan mungkin pada saat kampanye para calon gubernur.

Pelayanan publik kerap menjadi tema sentral para calon gubernur untuk mempengaruhi pemilih.

Seberapa pentingkah tema pelayanan publik itu? Ini bukanlah tanpa alasan. Dalam berbagai literatur ilmu pemerintahan dan ilmu administrasi negara disebutkan bahwa pemerintah pada hakekatnya hadir untuk mengemban tiga fungsi utama yaitu tugas pelayanan masyarakat (publik service), tugas pembangunan (development) dan tugas pemberdayaan masyarakat (empowerment).

Setelah melalui perjuangan panjang sejak 2002, bangsa ini akhirnya memiliki produk hukum undang-undang yang mengatur secara khusus tentang pelayanan publik yaitu UU No 25 Tahun 2009.

Ada banyak hal yang diatur di sana antara lain hak dan kewajiban pemberi dan penerima layanan.

Ditegaskan bahwa masyarakat berhak mengadukan penyelenggaraan pelayanan publik kepada penyelenggara, ombudsman dan DPRD bilamana penyelenggara tidak melaksanakan kewajiban atau melanggar larangan, atau bilamana pelayanan yang diberikan tidak sesuai standar yang diberikan. Atas pengaduan tersebut, penyelenggara wajib menindaklanjuti hasil pengelolaan pengaduan.

Pelayanan Publik di NTT

Saya mengawali tulisan tentang problema pelayanan publik di NTT ini dengan mengungkap kuantitas dan substansi komplain masyarakat terhadap organisasi perangkat daerah (dinas/badan/unit) di lingkup provinsi/kabupaten/kota terkait pelayanan umum yang dilaporkan kepada Kantor Ombudsman RI Perwakilan NTT di Kupang, tempat saya mengabdi saat ini.

Sebagai lembaga negara yang ditugaskan mengawasi kinerja aparatur negara terkait pelaksanaan pemberian pelayanan umum (UU Nomor 37 Tahun 2008), Ombudsman RI Perwakilan NTT sejak tahun 2005 telah menerima lebih dari 3.000 laporan masyarakat dari provinsi/kabupaten/kota.

Angka ini belum ditambah komplain masyarakat kepada lembaga konsumen semisal YLKI, rubrik publik service sejumlah media cetak dan elektronik dan LSM-LSM yang konsen menangani keluhan masyarakat di berbagai bidang.

Jumlahnya mungkin mencapai angka ribuan juga. Banyaknya laporan tersebut dapat dibaca sebagai dampak dari buruknya pelayanan yang mereka terima ketika berurusan dengan instansi pemerintah.

Buruknya pelayanan tersebut juga dapat kita rasakan saat berurusan dengan dinas/badan/unit yang membawahi bidang tugas pelayanan langsung kepada masyarakat.

Mengurus KTP, kartu keluarga, akta kelahiran, surat tanah dan sebagainya butuh waktu lama, syarat dan prosedur yang tidak jelas, biaya tambahan yang tidak dapat ditunjukan rujukan aturan pembayarannya, dan berbagai persoalan lain yang membuat pusing para penerima layanan publik.

Berikut ini saya paparkan beberapa substansi permasalahan pelayanan pada penyelenggara.

Pertama, penyelenggara pelayanan kita belum memiliki Standar Pelayanan (SP). SP adalah tolok ukur pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur.

Komponen SP antara lain memuat dasar hukum, persyaratan, sistem mekanisme dan prosedur, jangka waktu penyelesaian, biaya/tarif, produk pelayanan, sarpras/fasilitas, kompetensi pelaksana, pengawas internal, penanganan pengaduan, jumlah pelaksana, jaminan pelayanan dan keamanan serta evaluasi kinerja pelaksana.

Saat ini, hanya sebagian kecil penyelenggara pelayanan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota telah menyusun, menetapkan dan menerapkan Standar Pelayanan Publik sebagaimana amanat UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Data survei kepatuhan standar pelayanan publik yang dilakukan Kantor Ombudsman NTT tahun 2016-2017 menunjukan, hanya sebagian kecil penyelenggara pelayanan di NTT yang menyusun dan menetapkan Standar Pelayanan.

Faktor ketiadaan standar pelayanan ini menimbulkan dampak ikutan antara lain; a. Aparatur kita di NTT belum sepenuhnya responsif.

Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai dari petugas front office sampai penanggung jawab. b. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan terkait satu dengan yang lainnya kurang koordinasi. Akibatnya sering terjadi tumpang tindih dan pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dan instansi pelayanan terkait lainnya.

c. Terlalu birokratis. Pelayanan khususnya perizinan umumnya melalui beberapa pintu sehingga penyelesaian pelayanan menjadi sangat lama. Panjangnya meja birokrasi ini dimanfaatkan oknum aparat atau para calo meminta pungutan tambahan (pungli) sehingga biaya pelayanan menjadi mahal.

d. kelembagaan. Kelemahan utama kelembagaan birokrasi pemda terletak pada disain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat yang efisien dan optimal tetapi hirarkis sehingga terbelit-belit.

Rumitnya birokrasi menjadi salah satu sebab enggannya pelaku bisnis berinvestasi di daerah ini. Hasilnya, NTT menjadi daerah dengan urutan kesekian dari daftar daerah tujuan investasi/bisnis bagi pengusaha.

Kedua, penyelenggara pelayanan kita belum memiliki Unit Pengelolaan Pengaduan Internal (UP3) yang mengatur syarat dan kepada siapa warga menyampaikan komplain jika menerima pelayanan yang tidak sesuai SP.

Akibatnya aparatur kita kurang mau mendengar keluhan/aspirasi masyarakat sehingga pelayanan apa adanya, tanpa perbaikan dari waktu ke waktu.

Solusi yang Ditawarkan

Kredibilitas pemerintah daerah saat ini sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan pelayanan public di daerahnya. Dengan demikian pemerintah daerah yang mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan akan terus mendapat dukungan dari masyarakat.

Beberapa alternatif pemecahan masalah yang sekiranya dapat digunakan untuk memperbaiki pelayanan publik di NTT adalah pertama; penetapan standar pelayanan bagi seluruh penyelenggara pelayanan (dinas/badan/unit/BUMD).

Penetapan standar pelayanan tersebut antara lain melalui identifikasi jenis pelayanan, syarat pelayanan, prosedur pelayanan, sarana dan prasarana pelayanan, waktu dan biaya pelayanan.

Kedua, pembentukan unit pengelolaan pengaduan internal pada masing-masing penyelenggara pelayanan atau satu desk pengaduan per kabupaten/kota yang penanggung jawabnya diserahkan secara khusus pada organisasi perangkat daerah tertentu.

Pengaduan masyarakat merupakan sumber informasi yang sangat penting bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk memperbaiki kesalahan yang mungkin terjadi, sekaligus secara konsisten menjaga dan meningkatkan pelayanan yang dihasilkan agar selalu sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Karena itu perlu didesain sistem pengolahan pengaduan yang secara efektif dan efisien dalam mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan di waktu yang akan datang.

Ketiga, melakukan Survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) atau metode lain guna mengetahui tingkat kepuasan penerima layanan. Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu melakukan penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diterima dari pemda.

Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan penerima layanan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas pelayanan yang diharapkan.

Keempat, kabinet pemerintahan gubernur harus memiliki tekad yang konkrit untuk memberantas serta mencegah maladministrasi dan perilaku koruptif (political will).

Misalnya membuat pakta integritas dan ditandatangani bersama seluruh pimpinan organisasi perangkat daerah beserta konsekuensi yang timbul jika terjadi pelanggaran terhadap pakta integritas itu.

Kelima, membangun jaringan dengan media massa guna melakukan kontrol sosial dan sosialisasi hasil pembangunan. *


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...