• ,
  • - +

Artikel

Risywah (Suap) dalam Politik dan Pelayanan Publik
ARTIKEL • Jum'at, 15/05/2020 • Muhammad Firhansyah
 
Kepala Keasistenan Bid PVL Ombudsman RI Kalsel Muhammad Firhansyah (doc Pribadi)

Ryswah atau perbuatan suap, mengutip Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 23 Tahun 2000 disebutkan sebagai "pemberian yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain (pejabat) dengan maksud meluluskan suatu perbuatan yang batil (tidak benar menurut syari'ah) atau membatilkan perbuatan yang hak". Fatwa MUI tersebut dulunya merespon atas maraknya praktek kotor politik praktis saat pemilu terjadi yang biasa disebut dengan istilah "serangan fajar". Fenomena serangan fajar ini ternyata tak pernah lekang hingga sekarang, bahkan bermetamorfosis dengan warna dan bentuk yang beraneka rupa. Bagi-bagi uang, barang, sembako, dan lain-lain menjelang hari pemilu (pencoblosan) biasanya menjadi gaya politisi 'nakal', meskipun sudah ada sangsi pidana dan dimasukan dalam perbuatan dosa atau haram. Namun tak dipungkiri, ryswah atau suap tetap tak bisa dihindarkan demi kekuasaan dan kepentingan.

Praktik suap demi suara atau politik uang ini juga tak hanya terjadi pada sistem perpolitikan pemilu kita. Tetapi secara fakta, suap atau ryswah sudah masuk dalam sendi-sendi birokrasi pemerintahan. Terbukti kasus korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum khususnya KPK yang kian hari kian kronis. Dibentuknya Satgas Saber Pungli pun disebabkan karena pelayanan publik di republik ini masih dinodai dengan praktek suap, pungli, dan biaya tutup mata.

Selain suap dalam politik, ryswah ini juga sudah mendarah daging dalam persoalan pelayanan publik. Setiap tahun ada saja keluhan masyarakat yang masuk untuk melaporkan praktik suap dengan nama pungli. Banyak yang merasa diperlakukan tak manusiawi karena perilaku ini. Diskriminatif dan sengaja tidak dilayani apabila tidak 'memberi' kepada petugas.

Sebagai salah satu lembaga pengawas anti ryswah (dalam bahasa melayu disebut Rasuah), Ombudsman dalam sepak terjangnya sangat menolak perilaku maladministrasi dalam hal suap (ryswah). Biasanya praktik ini terjadi pada proses penyelenggaaan pelayanan publik, misalnya pungli pertanahan, pendidikan, proyek infrastruktur, kesehatan, perizinan, dana bantuan sosial, perpajakan, dll.

Publik atau masyarakat biasanya hanya bisa mendapatkan layanan terbaik apabila sudah memberi 'uang pelicin' saat mengurus administrasi, barang dan jasa publik. Padahal dalam aturannya berbiaya gratis. Di sinilah fokus Ombudsman melakukan pencegahan dan penindakan atas potensi masifnya pungli /riyswah atau maladministrasi ini.

Substansi yang disebut maladministrasi dalam aspek permintaan uang, imbalan dan jasa ini selalu masuk 7 besar dalam kategori maladministrasi di Ombudsman. Menurut data sistem manajemen penyelesaian laporan Ombudsman (diambil dari sumber :https://simpel-v1.ombudsman.go.id/informasistatistik#)  jumlah laporan masuk terkait permintaan imbalan, barang, dan jasa mulai tahun 2016 sebanyak 587 laporan, 2017 sebanyak 617 laporan, 2018 sebanyak 233 laporan dan 2019 sebanyak 236 laporan.

Risywah dalam segmen pungli di republik ini ternyata lebih ganas daripada Covid-19 sebab ia tak hanya merugikan individu saja, tetapi membuat rusak sistem keuangan, pemerintahan bahkan menghilangkan karakter luhur dan jati diri bangsa. Selain itu ia juga mengundang sistem korupsi dan perbuatan kriminal.

Dalam pandangan Agama Islam yakni  Alqurān dan Hadiṡ Allah juga melarang hambanya untuk memakan harta  suap ataurisywah, sebab sama saja memakan harta orang lain dengan batil. Dalam agama terdapat beberapa ancaman bagi orang-orang yang melakukan tindakan suap, bahkan Rasulullah SAW mengancam dengan ancaman laknat bagi para praktisi suap dan masuk klasifikasi dosa besar. Allah pun akan menghinakan  orang yang melakukan praktek suap atau ryswah.

Semoga momentum ramadhan ini bisa mengingatkan kita untuk tidak terjebak dengan praktek ryswah, sebab hanya akan mendzalimi publik luas, membuat kerusakan dan kesengsaraan di masa depan. Saatnya kita menjadi warga negara terhormat tanpa perilaku koruptif dan maladministratif, demi politik dan pelayanan publik republik yang lebih baik.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...