• ,
  • - +

Artikel

Revitalisasi Konsep 'No Wrong Door Policy' Dalam Pengelolaan Pengaduan Masyarakat
ARTIKEL • Rabu, 30/10/2019 • Zayanti Mandasari
 

Revitalisasi Konsep 'No Wrong Door Policy'

Dalam Pengelolaan Pengaduan Masyarakat

 

Pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Setidaknya begitulah bunyi Pasal 1 Ayat (1) UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UU Pelayanan Publik). Ketentuan tersebut bukan tanpa alasan, hadirnya ketentuan tersebut tidak terlepas dari adanya kewajiban negara untuk melayani setiap warga negara dan penduduk khususnya dalam memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat UUD NRI 1945.

Dalam implementasinya, pelayanan publik bagi masyarakat masih mengalami berbagai permasalahan, misalnya KTP yang tidak kunjung selesai, pendataan/pembagian bantuan pada penerima manfaat keluarga sejahtera tidak sesuai sasaran, pasien BPJS yang tidak mendapatkan kamar rawat inap di rumah sakit, hingga peristiwa pasien di tolak oleh rumah sakit. Menjadi sekelumit permasalahan yang hampir terus berulang di sektor pelayanan publik. Oleh karena itu, masyarakat membutuhkan sarana untuk menyampaikan pengaduan terkait hal tersebut.

Dalam merespon permasalahan di atas, pemerintah menyediakan Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat atau yang lebih dikenal dengan LAPOR merupakan bagian dari Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional. LAPOR merupakan amanat UU Pelayanan Publik, PermenpanRB No. 24/2014 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Secara Nasional, dan Perpres No. 76/2013 Tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik. Tujuan digagasnya LAPOR tak lain untuk membuka peluang seluas-luasnya kepada masyarakat Indonesia dalam menyampaikan keluh kesahnya terhadap penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia.

LAPOR bertujuan untuk mendorongno wrong door policy, yang menjamin hak masyarakat agar pengaduan dari manapun dan jenis apapun disalurkan kepada penyelenggara pelayanan publik yang berwenang (penyelenggara), karena tak jarang sebelum adanya aplikasi LAPOR tersebut masyarakat mengadu kepada instansi yang tidak tepat, sehingga pengaduan masyarakat tersebut tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Kehadiran LAPOR sangat dirasakan manfaatnya bagi waga khususnys kota Banjarmasin dan disambut antusias warga, hal ini terbukti di tahun 2018 laporan masuk ke aplikasi LAPOR sebanyak 449 laporan.

Selain sisi positif kehadiran LAPOR, dalam implementasinya masih terjadi kesalahan bahkan respon yang tidak tepat, bahkan cenderung terlalu normatif kepada masyarakat yang mengajukan laporan. Misalnya yang terjadi pada salah seorang warga kota Banjarmasin yang telah menyampaikan pengaduan melalui aplikasi LAPOR, namun belum mendapatkan respon dari pengaduannya, sehingga melaporkan melalui kanal pengaduan laiinya yang disediakan negara. Contoh lain misalnya, masyarakat menyampaikan pengaduan terhadap salah satu Kementerian melalui aplikasi Lapor, namun responya terlalu normatif, dan cenderung tidak menyelesaikan masalah, sifatnya terkesan sebatas memaparkan aturan saja. Padahal di satu sisi masyarakat juga membutuhkan edukasi terhadap mekanisme pengelolaan pengaduan masyarakat melalui aplikasi tersebut.

KonsepNo Wrong Door Policy Dalam Pengelolaan Pengaduan Masyarakat

Secara konseptualno wrong door policy dimaksudkan untuk memberikan kebijakan dengan tepat, khususnya dalam menangani pengaduan masyarakat,no wrong door policy merupakan implementasi dari Pasal 36 Ayat (1), (2) dan (3) UU Pelayanan Publik, bahwa Penyelenggara pelayanan publik (penyelenggara) berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan. Selain itu, penyelenggara berkewajiban mengelola pengaduan yang berasal dari penerima pelayanan, rekomendasi Ombudsman, DPR, DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota. Penyelenggara juga mempunyai kewajiban untuk menindaklanjuti hasil pengelolaan pengaduan, serta penyelenggara berkewajiban mengumumkan nama dan alamat penanggung jawab pengelola pengaduan serta sarana pengaduan yang disediakan. Hal ini semata-mata untuk menjamin dan emmberikan kepastian bahwa pengaduan masyarakat akan diterima oleh petugas khusus, dan segera ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku pada sutu instansi penyelenggara.

Konsep no wrong door policy juga diakomodir dalam Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik juga mengatur mengenai Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N), yang merupakan bagian dari sistem informasi pelayanan publik secara nasional yang dapat merealisasikan kebijakanno wrong door policy dalam menjamin hak masyarakat untuk menyampaikan pengaduan atas kinerja pelayanan publik. Terbentuknya SP4N tersebut, juga diharapkan dapat menjawab tantangan koordinasi dan sinkronisasi pengelolaan pengaduan di berbagai institusi di Indonesia, yang tidak hanya menyediakan sarana pengaduan, tetapi termasuk pengelolaan pengaduan serta tindakan korektif atas penanganan dan penyelesaian pengaduan.

Maksud darino wrong door policy tadi tidak terlepas dengan mekanisme yang ada dalam aplikasi LAPOR, bahwa setiap aduan yang masuk/diterima nantinya akan diteruskan ke setiap SOPD teknis yang dikeluhkan. Karena di setiap instansi telah ditunjuk satu petugas khusus penghubung yang menindaklanjuti laporan masuk. Setiap daerah yang telah terkoneksi LAPOR, menyediakan tiga jenis alternatif pengaduan, berupa situswww.lapor.go.id, SMS ke 1708 dengan format nama daerah (spasi) isi aduan, atau melalui aplikasimobile berbasis android. Semua laporan akan masuk ke server akan terkoneksi dengan Ombudsman, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Kantor Staf Presiden. Sehingga jika ada laporan yang tidak ditindaklanjuti akan terpantau secara otomatis. Ini merupakan suatu sistem yang sangat bagus dan mengusung keterbukaan dalam penanganan pengaduan masyarakat. Hal ini juga akan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintahnya, karena pengaduan yang disampaikannya telah di respon dan ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.

Revitalisasi KonsepNo Wrong Door Policy Dalam Pengelolaan Pengaduan Masyarakat

'Pelanggan' tetap pengakses pelayanan publik adalah masyarakat, agar pelayanan publik semakin berkualitas, maka dibutuhkan revitalisasi dari konsep  no wrong door policy, agar pengaduan masyarakat benar-benar ditundaklanjuti sesuai dengan kewenangan penyelenggara yang dilaporkan. Sebagaimana Pasal 40 Ayat (1) UU Pelayanan Publik, juga menegaskan bahwa masyarakat berhak mengadukan penyelenggaraan pelayanan publik kepada penyelenggara. Jika dilihat lebih lanjut,no wrong door policy  masuk dalam program yang digaungkan oleh Jokowi, bahwa salah satu bentuk dari revolusi mental digagasnya program gerakan Indonesia tertib, dimana salah satunya difokuskan pada peningkatan perilaku tertib pengelolaan pengaduan.Selain itu, gerakan Indonesia melayani juga berfokus pada penyempurnaan standar pelayanan dan sistem pelayanan yang inovatif (e-goverment), serta peningkatan perilaku pelayanan publik yang cepat, tansparan, akuntabel, dan responsif. Sehingga pengaduan yang masuk bukan hanya menjadi arsip belaka pada instansi penyelenggara.

  Hadirnyano wrong door policy melalui LAPOR, sebenarnya membawa beberapa implikasi sepertipertama: mendorong masyarakat untuk sadar lapor., dalam hal masyarakat mendapatkan layanan tidak memuaskan atau tidak sesuai dengan SOP yang telah ditentukan.Kedua, sikap sadar lapor tersebut akan menumbuhkan sikap kritis. Dampaknya masyarakat tidak lagi acuh tak acuh atas kondisi pelayanan publik tentunya hal ini sangat baik bagi perkembangan pemerintahan.Ketiga, menghilangkan stigma negatif 'mengadu', karena selama ini sikap mengadu dirasa tabu oleh sebagian masyarakat, karena mengadu dianggap negarif dan akan berdampak negatif.

Oleh karena itu, merevitalisasi konsepno wrong door policy sangat dibutuhkan.Dengancara mengelola penanganan pengaduan yang sesuai dengan harapan masyarakat dan tentunya tidak bertentangan dengan ketentuan perauran perundang-undangan, juga tidak melupakan edukasi kepada msyarakat, bagi penyelenggara dalam menyampaikan jawaban pengaduan masyarakat. Idelanya penerapan konsepno wrong door policy harus dimaknai sebagai kesempatan baik bagi penyelenggara untuk mendekatkan diri kepada masyarakat dengan cara merespon dengan baik pengaduan yang telah disampaikan masyarakat, alangkah lebih jika respon yang diberikan menyelesaikan masalah yang dikeluhkan oleh masyarakat agar LAPOR tak sekedar menggugurkan kewajiban menyediakan sarana pengaduan bagi masyarakat. Tentu saja dengan pengelolaan yang baik dan tepat akan berdampak bagi kemajuan suatu pemerintahan, sehingga tercipta Pemerintah yang tak berjarak dengan masyarakatnya. Sehingga hasil akhir kebijakan berupa akibat atau dampak (langsung) yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat, sebagai konsekuensi logis dari adanya tindakan pemerintah, dalam bidang  pengelolaan pelayanan publik yang berdampak pada masyarakat.

Revitalisasi konsepno wrong door policy sangat dibutuhkan dalam pengelolaan pengaduan masyarakat, hal ini untuk menjamin hak msyarakat dalam menyampaikan dan mendapat tindaklanjut pengaduan.  Konsepno wrong door policydapat dilakukan dengan  mengelola penanganan pengaduan yang sesuai dengan harapan masyarakat dan tentunya tidak bertentangan dengan ketentuan perauran perundang-undangan, juga tidak melupakan edukasi kepada msyarakat, bagi penyelenggara dalam menyampaikan jawaban pengaduan masyarakat. Idelanya penerapan konsepno wrong door policy  harus dimaknai sebagai kesempatan baik bagi penyelenggara untuk mendekatkan diri kepada masyarakat dengan cara merespon dengan baik pengaduan yang telah disampaikan masyarakat, dengan respon yang cepat dan baik tentunya akan sangat berdampak bagi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahnya.





Loading...

Loading...
Loading...
Loading...