Revisi UU ASN: Menunggu Lima Tahun Lagi?
Di bukanya seleksi calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) terkadang diwarnai dengan tuntutan pegawai honorer agar bisa ikut diseleksi atau bisa diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Alasannya beragam, misalnya karena pegawai honorer sudah mengabdi lebih dulu atau sudah mengabdi bertahun tahun. Ada juga yang memberi alasan kalau mereka sudah terbiasa, mampu dan telah teruji dalam bekerja dan mengabdi.
Pengabdian itu karena tidak sedikit dari mereka menerima honor atau gaji dibawah standar upah minimum pemerintah. Atas kondisi demikian dirasa cukup beralasan jika pegawai honorer termasuk pegawai tetap non PNS meminta perhatian lebih pemerintah memperbaiki nasib mereka.
Seleksi CPNS 2018
Kita mungkin masih ingat, di tahun 2014, pemerintah pernah mengumumkan kepada publik akan melakukan penghentian sementara atau moratorium penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) saat itu, Yuddy Chrisnandi menegaskan kebijakan itu merupakan instruksi langsung Presiden Joko Widodo. Yuddy menerangkan, moratorium itu akan dilakukan sepanjang pemerintahan Jokowi. Artinya, sepanjang pemerintahan Jokowi-JK tidak ada penerimaan PNS khususnya untuk "Lima tahun ke depan" setelah terpilih.
Selain itu, moratorium memang harus dilakukan untuk mengefektifkan jumlah sekaligus kinerja PNS. Sehingga PNS bekerja maksimal sesuai tugasnya. Pemerintah juga sedang mengkaji, berapa sebenarnya rasio yang tepat jumlah birokrat pegawai negeri yang ada dibandingkan dengan jumlah penduduk (merdeka.com diakses 29/9/18).
Kini, Yuddy Crisnandi tidak lagi menjabat sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB). Terdengar kabar Yuddy telah diangkat oleh Presiden Jokowi pada jabatan baru sebagai Duta Besar. Sedangkan moratorium tersebut tetap berjalan. Lantas bagaimana dengan progres atau perkembangan hasil reformasi birokrasi dan rasio pegawai termasuk membangung efektifitas kinerja PNS selama tidak membuka seleksi CPNS atau hampir 5 tahun kepemimpinan Presiden Jokowi-JK?
Tentu saja jawaban dari pertanyaan tersebut ada pada pemerintah, Presiden cq. Menteri terkait. Hal ini jelas perlu diketahui oleh mitra pemerintah dalam hal ini DPR yang hasilnya bisa disampaikan kepada publik. Sebab, dari pertanyaan pertanyaan tersebut yang menjadi perhatian dan perlu dibuka kepada publik, adalah kenapa di tahun 2018 pemerintah perlu membuka seleksi CPNS khususnya ingin merekrut pegawai baru. Tentu bukan tanpa alasan, namun bagi pegawai honorer, kontrak, pegawai tidak tetap dan pegawai tetap Non-PNS hal ini menjadi tanda tanya, kenapa bukan mereka yang diutamakan untuk diseleksi menjadi PNS.
Terkait tanda tanya tersebut pemerintah beralasan dalam Undang undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), tidak ada satu pasal pun yang dapat dijadikan dasar mengangkat pegawai honorer termasuk pegawai tetap Non PNS untuk menjadi PNS. Hanya yang paling memungkinkan mereka bisa diikutsertakan sebagai ASN dengan perjanjian kerja atau secara normatif disebut Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Peraturan lebih lanjut sedang dipersiapkan oleh pemerintah sehingga jika mereka tidak lulus dalam seleksi CPNS masih bisa diupayakan menjadi P3K.
Revisi UU ASN
Belum lama ini beredar kabar, dikutip dalam situs hukumonline.com (29/09/18), Koalisi Rakyat Pendukung RUU ASN ikut menyuarakan ke pihak DPR. Koalisi Rakyat Pendukung RUU ASN yang terdiri dari Asosiasi DPRD Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia, Komite Nasional Aparatur Sipil Negara (KNASN), Forum Honorer K2 Indonesia (FH K2I) sudah menyampaikan kepada Ketua DPR agar pemerintah segera membahas Revisi UU (RUU) Nomor 5 Tahun 2014/Revisi UU ASN yang selama ini berhenti agar bisa menjadi jalan keluar dalam proses pengangkatan pegawai tersebut.
Permintaan itu ditanggapi oleh Ketua DPR Bambang Soesatyo agar pemerintah segera membahas Revisi UU ASN. Bila pembahasan Revisi UU ASN bisa rampung dan disahkan menjadi UU, maka hal itu bisa menjadi dasar hukum melakukan proses pengangkatan para pegawai honorer, kontrak, pegawai tidak tetap, dan pegawai tetap Non-PNS menjadi PNS. Aturan ini seperti termuat dalam Pasal 131 A Revisi UU ASN yang mengatur mekanisme pengangkatan tenaga honorer, kontrak, pegawai tidak tetap, dan pegawai tetap Non-PNS oleh pemerintah.
Isi yang termuat dalam Pasal 131 A tersebut sebagai berikut:
1. Tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non PNS dan tenaga kontrak yang bekerja terus-menerus dan diangkat berdasarkan surat keputusan yang dikeluarkan sampai dengan tanggal 15 Januari 2014, wajib diangkat menjadi PNS secara langsung dengan memperhatikan batasan usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90.
2. Pengangkatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada seleksi administrasi berupa verifikasi dan validasi data surat keputusan pengangkatan.
3. Pengangkatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memprioritaskan mereka yang memiliki masa kerja paling lama dan bekerja pada bidang fungsional, administratif, pelayanan publik antara lain pada bidang pendidikan, kesehatan, penelitian dan pertanian.
4. Pengangkatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan masa kerja, gaji, ijazah pendidikan terakhir, dan tunjangan yang diperoleh sebelumnya.
5. Tenaga honorer, Pegawai titak tetap, pegawai tetap non-PNS, dan tenaga kontrak diangkat menjadi PNS oleh pemerintah pusat.
6. Dalam hal tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS, dan tenaga kontrak, tidak bersedia diangkat menjadi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus membuat surat pernyataan ketidaksediaan untuk diangkat sebagai PNS.
Selain itu, pemerintah juga telah disarankan agar mengkaji kembali kebijakan pengangkatan PNS baru melalui seleksi CPNS. Pemerintah diminta mendahulukan pengangkatan pegawai honorer, kontrak, pegawai tidak tetap dan pegawai tetap Non-PNS menjadi PNS ketimbang membuka seleksi CPNS bagi pegawai baru.
Ibarat kapal telah berlayar, kecil kemungkinan jika pemerintah akan mengkaji kembali pengangkatan PNS baru dalam seleksi CPNS 2018. Dengan kata lain, penerimaan PNS baru tersebut akan terus berjalan karena pendaftarannya telah dibuka. Untuk itu penting diketahui diawal mengenai progres pemerintah di atas terhadap penghentian sementara atau moratorium penerimaan CPNS selama ini.
Progres tersebut dapat dijadikan bahan rujukan mengenai skala prioritas pengangkatan pegawai dari tenaga honorer, kontrak, pegawai tidak tetap dan pegawai tetap Non-PNS untuk menjadi PNS. Selain karena kebutuhan khusus dapat merekrut pegawai baru dari jalur umum dengan membuka seleksi CPNS.
Untuk mengkaji kembali seperti yang dikatakan Ketua DPR tersebut, mungkin kebijakan mengurangi jumlah penerimaan yang ada atau menambah jumlah penerimaan di masing-masing formasi pada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah menjadi jalan tengah untuk mengangkat mereka sebagai PNS.
Dari pertimbangan dan kebutuhan khusus tersebut dua arus penerimaan PNS di tahun 2018 perlu diakomodir. Baik untuk tenaga honorer, kontrak, pegawai tidak tetap dan pegawai tetap Non-PNS maupun untuk pegawai baru. Waktu penerimaannya pun jika tidak cukup bisa diperpanjang hingga tahun 2019 atau sampai pada tindaklanjut mengikuti hasil pengesahan Revisi UU ASN karena disitulah pentingnya Revisi bagi mereka.
Kini, semuanya sedang menanti kapan revisi itu dibahas dan disahkan oleh Pemerintah bersama DPR, apakah besok, lusa atau harus menunggu lima tahun lagi? Ayo kerja kerja kerja, beri kepastian kepada mereka.
Bandar Lampung, Oktober 2018
Penulis, Ahmad Saleh David Faranto Nomor (HP. 081369779279)
Asisten Ombudsman R.I Kantor Perwakilan Provinsi Lampung