Refleksi Pelayanan Publik Di Provinsi Lampung Tahun 2019

Pada pertengahan Januari 2020, Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung telah menyampaikan kepada publik melalui konferensi pers terkait Kinerja 2019. Salah satunya tentang proses pemeriksaan laporan yang dilakukan oleh Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung. Dari data yang dirilis oleh Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung, pada tahun 2019 Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung menerima 171 laporan. Dari jumlah tersebut, hanya 110 laporan yang masuk ke ranah pemeriksaan karena sudah melengkapi persyaratan formil dan materiil.
Dari total 110 laporan yang dilakukan pemeriksaan oleh Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung, pelayanan bidang agraria/pertanahan (19%), pendidikan (14%) dan kepegawaian (14%) menjadi 3 laporan/pengaduan yang paling banyak dilaporkan ke Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung. Hal ini tentunya menjadi menarik untuk dijadikan refleksi bagi penyelenggara pelayanan publik di Provinsi Lampung sehingga dapat memproyeksikan upaya perbaikan dari tindakan korektif dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) yang telah disampaikan oleh Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung.
Pelayanan Agraria/Pertanahan
Pelayanan agraria/pertanahan setiap tahunnya selalu masuk sebagai laporan/pengaduan yang paling banyak dilaporkan ke Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung. Oleh karena itu, pada tahun 2018 Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung melakukan upaya pencegahan dengan melakukan kajian sistemik yang diterbitkan dalamOmbudsman Brief dengan judul "Potensi Maladministrasi Dalam Pelayanan Penyelesaian Sengketa Tanah dan Blokir Tanah Pada Kantor Pertanahan Di Provinsi Lampung". Hasil kajian ini telah disampaikan kepada instansi penyelenggara layanan yaitu Kementerian ATR/BPN RI.
Ada beberapa permasalahan agraria/pertanahan yang masuk ke Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung, salah satunya terkait dengan proses pembayaran ganti kerugian karena pembangunan jalan tol. Namun kebanyakan permasalahan tersebut berakhir tidak ditemukan maladministrasi karena prosedur yang dilakukan oleh Tim Panitia Pembebasan Jalan Tol sudah sesuai dengan prosedur. Ada pula sebagian laporan ditemukan sudah masuk ke pengadilan sehingga Ombudsman tidak dapat melanjutkan proses pemeriksaannya, seperti yang diatur dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b mengatur bahwa Ombudsman menolak Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a dalam hal substansi laporan sedang dan telah menjadi objek pemeriksaan pengadilan, kecuali laporan tersebut mengenai tindakan Maladministrasi dalam proses pemeriksaan di pengadilan.
Pelayanan Pendidikan
Pelayanan pendidikan pada tahun 2019 yang paling menjadi sorotan Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung adalah terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2019/2020 khususnya pada satuan pendidikan menengah atas. Terkait PPDB ini selain permasalahan teknis pada saat proses pendaftaran seperti saat menentukan titik zonasi, juga terkait permasalahan persyaratan administrasi berupa surat keterangan domisili. Namun setelah proses pemeriksaaan dilakukan oleh Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung, temuan Maladminstrasi yang paling mendasar adalah terkait tidak adanya peraturan kepala daerah, dalam hal ini Gubernur Lampung, dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Tingkat SMA/SMK atau sederajat Tahun Ajaran 2019/2020.
Merujuk pada Pasal 3 huruf b Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan serta poin 1 Surat Edaran Bersama Menteri Pendidikan dan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 1 Tahun 2019 Nomor 420/2973/SJ tentang Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru, seharusnya petunjuk teknis pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) ditetapkan dalam Peraturan Kepala Daerah dengan tetap berpedoman pada Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan. Bukan hanya ditetapkan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung.
Selain permasalahan PPDB Tahun Ajaran 2019/2020, Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung telah menyelesaikan permasalahan sumbangan dan pungutan sekolah serta pengelolaan dana Bosda, khususnya di SMK Negeri 5 Bandar Lampung. Hal ini harus menjadi bahan evaluasi agar ke depan permasalahan tersebut tidak kembali terjadi pada sekolah yang lainnya. Dalam proses pemeriksaan Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung terkait permasalahan SMK Negeri 5 Bandar Lampung ternyata bukan hanya menemukan maladministrasi dalam pengelolaan sumbangan dan pungutan sekolah serta dana Bosda tapi juga maladministrasi dalam penetapan Anggota Komite Sekolah yang masih terdapat pendidik dan tenaga kependidikan sebagai Anggota Komite Sekolah sehingga belum sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) huruf a Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
Pelayanan Kepegawaian
Pada penghujung tahun 2019, Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung cukup banyak mendapatkan laporan terkait Seleksi Penerimaan CPNS meskipun tidak semuanya ditemukan maladministrasi. Namun ini menjadi refleksi untuk memberikan saran perbaikan kepada Panselnas dan Panselda khususnya terkait dengan persyaratan administrasi Surat Tanda Register (STR) bagi pelamar dari D4/S1 Kebidanan dan terkait Pelamar Kategori P1/TL yang dianggap Tidak Memenuhi Syarat (TMS) karena perbedaan penafsiran terkait kualifikasi pendidikan.
Selain itu terdapat laporan/pengaduan dengan substansi tentang proses penilaian kinerja pegawai yang seharusnya permasalahan seperti ini dapat diselesaikan melalui pengelolaan pengaduan internal instansi tersebut. Maka Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung sering kali memberikan edukasi kepada masyarakat (pelapor) agar dapat menyampaikan laporan/pengaduan ke internal terlebih dahulu. Hal ini dalam upaya mendorong agar pengawasan internal penyelenggaraan pelayanan publik berjalan sebagaimana amanah Pasal 35 ayat (2) bahwa salah satu pengawas internal penyelenggaraan publik terdiri dari atasan langsung dan pengawas fungsional seperti inspektorat.
Pengelolaan Pengaduan Internal
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik dalam perbaikan pelayanan publik adalah dengan mengoptimalkan proses pengelolaan pengaduan internal. Selama ini pengaduan masih dianggap sebagai "aib" yang harus ditutupi sehingga dalam proses penyelesaiannya penyelenggara pelayanan publik lebih banyak melakukan "potong kompas" yang pada akhirnya proses evaluasi internal tidak berjalan sehingga tidak mendapatkan solusi agar pengaduan/keluhan yang sama tidak terulang pada masa yang akan datang.
Jika kita merujuk pada Pasal 15 huruf a dan Pasal 21 huruf j Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik salah satu kewajiban penyelenggara pelayanan publik adalah menyusun dan menetapkan standar pelayanan yang salah satu komponen dari standar pelayanan tersebut adalah penanganan pengaduan, saran dan masukan. Sayangnya terkait pengelolaan pengaduan internal ini belum berjalan secara optimal. Padahal secara regulasi mulai dari UU, PP bahkan peraturan di internal sudah dimiliki, seperti peraturan internal di lingkungan ATR/BPN RI sudah memiliki peraturan internal dalam pengelolaan pengaduannya yaitu Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Pengaduan di Lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Seharusnya hal ini dapat dioptimalkan sehingga jika pengaduan dapat dikelola dengan baik maka instansi penyelenggara pelayanan publik memiliki daftar inventaris masalah untuk melakukan evaluasi pelayanan secara berkala sebagai upaya perbaikan penyelenggaran pelayanan publik di instansinya.
Bandar Lampung, 31 Januari 2020