• ,
  • - +

Artikel

Rapor Merah Pemerintah Daerah
• Selasa, 15/01/2019 • Darius Beda Daton
 

Lembaga negara pengawas pelayanan publik, Ombudsman RI pada akhir tahun 2018 kembali menyerahkan predikat Survei Kepatuhan standar pelayanan bagi instansi pemerintah penyelenggara pelayanan publik. Pada Senin (10/12 2018) lalu, bertempat  di Studio Utama TVRI Jakarta diserahkan hasil survei yang dilakukan terhadap 9 kementerian, 4 lembaga, 16 provinsi, 49 kota dan 199 kabupaten. Kepatuhan terhadap Standar Pelayanan Publik (SP)  ini diharapkan menjadi acuan utama bagi penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia.

Kepatuhan Standar Pelayanan Publik

Undang-undang Nomor 37 tahun 2008 mengamanatkan kepada Ombudsman RI agar berkomitmen bekerja secara maksimal  mendorong pemerintah agar selalu hadir  dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya. Dalam rangka melakukan fungsi pengawasan tersebut, ombudsman melakukan penilaian tingkat kepatuhan di kementrian, lembaga dan pemerintah daerah terhadap standar pelayanan publik.  Hal ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 yang menuntut pemerintah pemerintah pusat dan daerah  untuk mematuhi undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik.  Penilaian kepatuhan bertujuan mengingatkan kewajiban penyelenggara negara agar memberikan layanan terbaik kepada masyarakat berbasis standar pelayanan. penilaian ini memaparkan hasil-hasil penilaian tingkat kepatuhan kementrian, lembaga dan pemerintah daerah  menggunakan variabel dan indikator berbasis pada kewajiban  penyelenggara pelayanan publik  dalam memenuhi komponen standar pelayanan  sesuai Pasal 15 dan bab V Undang-undang Pelayanan Publik.  Hasil penilaian diklasifikasikan dengan menggunakantraffic light system zona merah untuk tingkat kepatuhan rendah (nilai 0-50), zona kuning untuk tingkat kepatuhan sedang (nilai 51-80) dan zona hijau untuk tingkat kepatuhan tinggi (nilai 81-100).

Dalam penilaian kepatuhan ini, ombudsman memposisikan diri  sebagai masyarakat pengguna layanan yang ingin mengetahui hak-haknya dalam pelayanan publik. Misalnya ada atau tidaknya persyaratan pelayanan,  kepastian waktu dan biaya, prosedur dan alur pelayanan, sarana pengaduan, pelayanan yang ramah dan nyaman dan lain-lain. Ombudsman belum sampai pada penilaian bagaimana ketentuan terkait standar pelayanan itu disusun dan ditetapkan namun fokus pada atribut standar pelayanan yang wajib disediakan pada setiap unit pelayanan publik. Atribut dimaksud berupa; standing banner, brosur, booklet, pamflet, media elektronik dan sebagainya. Penilaian hanya berfokus pada atribut standar  yang sudah terpasang dan terlihat di ruang pelayanan, hal mana memudahkan masyarakat luas untuk mengakses standar pelayanan. Bahkan terdapat sanski yang tercantum dalam pasal 54 undang-undang pelayanan publik  bagi penyelenggara pelayanan yang tidak memenuhi kewajiban  dalam menyediakan standar pelayanan publik yang layak mulai dari sanksi pembebeasan dari jabatan, sampai dengan sanksi pembebeasan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri bagi pelaksana. Pengabaian terhadap standar pelayanan publik berpotensi memburuknya kualitas pelayanan. Hal ini dapat kita perhatikan melalui indikator kasat mata. Dengan tidak terdapatnya maklumat pelayanan  yang dipampang misalnya  maka potensi terhadap kepatian hukum terhadap pelayanan publik akan sangat besar. Untuk standar biaya yang tidak dipasang maka praktek pungli, calo dan suap seakan akan menjadi lumrah di kantor tersebut. Pengabaian terhadap standar pelayanan juga berpotensi menimbulkan maladministrasi  dan perilaku koruptif yang tidak hanya dilakukan aparatur pemerintah secara individual  namun juga secara sistematis melembaga dalam instansi pelayanan publik tersebut. Dalam jangka panjang pengabaian terhadap standar pelayanan publik berpotensi mengakibatkan penurunan kredibilitas peranan pemerintah sebagai fasilitastor, regulator dan katalisator pembangunan.

Pemerintah Daerah di  NTT

Untuk lingkup wilayah Provinsi NTT dilakukan survei terhadap 9 (Sembilan) Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten dan 1 (Satu) Pemda Kota. Dari sepuluh Pemda yang disurvei, sembilan Pemda masuk zona merah dengan tingkat kepatuhan rendah dan hanya 1 Pemda yang masuk zona kuning dengan tingkat kepatuhan sedang yakni Pemda Kabupaten Timor Tengah Utara(TTU) dengan nilai 63,58. Sementara sembilan Pemda lainnya masuk zona merah kepatuhan pelayanan publik yaitu Kabupaten Manggarai Barat dengan score 49,88, Kota Kupang dengan score 49,12, Kabupaten Alor dengan score 48,94, Kabupaten Flores Timur dengan score 47,18, Kabupaten Belu dengan score 45,90, Kabupaten Sumba Timur dengan score 41,62, Kabupaten Sikka dengan score 36,00,  Kabupaten Kupang dengan score 30,00, dan Kabupaten Sumba Barat Daya dengan score 13,50. Untuk lingkup wilayah Provinsi NTT baru dua Pemda yang masuk zona hijau kepatuhan pelayanan publik yakni Pemda Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) tercapai pada tahun 2016 dan Pemda Provinsi NTT tercapai pada tahun 2017.

Saran Perbaikan

Dalam upaya mempercepat kepatuhan pemenuhan standar pelayanan publik  dan meningkatkan efektifitas pelayanan publik, ombudsman memberikan beberapa opsi kebijakan kepada gubernur, bupati dan walikota untuk Pertama: memberikan apresiasi kepada pimpinan unit pelayanan publik yang produk layanannya mendapatkan zona hijau dengan predikat kepatuhan tinggi. Apresiasi atau award sebagai bentuk penghargaan atas segala upaya dan komitmen pimpinan unit memenuhi komponen standar pelayanan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik. Kedua: memberikan teguran dan mendorong implementasi standar pelayanan publik kepada pimpinan unit pelayanan yang produk pelayanannya mendapatkan zona merah  dengan predikat kepatuhan rendah dan zona kuning dengan predikat kepatuhan sedang. Ketiga; menyelenggarakan program secara sistematis dan mandiri untuk mempercepat implementasi standar pelayanan publik  sesuai Undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik.  Keempat; menunjuk pejabat yang kompeten untuk memantau konsistensi peningkatan kepatuhan  dan pemenuhan standar pelayanan publik. Setiap unit pelayanan wajib menyusun, menetapkan dan menerapkan standar pelayanan publik  sesuai udang-undang nomor 25 tahun 2009. Terdapat 14 komponen standar pelayanan yang harus dipenuhi penyelenggara pelayanan publik demi terciptanya kualitas pelayanan publik  untuk kesejahteraan masyarakat.


Loading plugin...



Loading...

Loading...
Loading...
Loading...