Propartif yang Efektif

Ombudsman, satu kata yang mungkin bagi sebagian orang masih asing, namun ada juga masyarakat yang telah mengenal lembaga ini. Bagi masyarakat yang tidak asing terhadap Ombudsman pasti pernah mengalami pelayanan publik yang kurang baik, namun berani melapor demi perbaikan layanan yang lebih baik lagi. Bahkan, masyarakat yang melapor tersebut memiliki harapan lebih untuk laporannya ditemukan maladministrasi sehingga pihak yang dilaporkan dapat diberikan sanksi atau istilah populernya adalah rekomendasi. Namun, apakah hasil pemeriksaan Ombudsman harus selalu merujuk pada pemberian sanksi?
Pola Pemeriksaan Ombudsman
Ombudsman hadir dalam menjawab permasalahan akan layanan publik yang diterima oleh masyarakat. Kemudian, ditunjang dengan lahirnya UU Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik sebagai dasar hukum penjamin hak-hak masyarakat sebagai penerima layanan. Ombudsman dan pelayanan publik tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Sehingga masyarakat sangat membutuhkan Ombudsman dalam menjawab kegelisahan dan permasalahannya pada pelayanan publik.
Adapun mekanisme laporan masyarakat yang masuk ke Ombudsman sejatinya akan masuk ke tahap pemeriksaan ketika laporan tersebut sudah memenuhi syarat formal dan materiil. Ketika laporan masuk ke tahap pemeriksaan, maka akan dilakukan beberapa cara penyelesaian. Berdasarkan Pasal 13 Ayat (1) dan Ayat (5) Peraturan Ombudsman Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Ombudsman Nomor 26 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan, dan Penyelesaian Laporan, bahwa pada tahap pemeriksaan dilakukan pemeriksaan dokumen, namun bukan hanya itu pemeriksaan juga dilakukan dengan permintaan penjelasan/klarifikasi, pemanggilan, pemeriksaan lapangan, konsiliasi, bahkan menghentikan pemeriksaan. Adapun kharakter yang dibangun oleh Ombudsman dalam melakukan pemeriksaan tersebut seringnya melalui komunikasi dan pendekatan persuasif. Hal ini pada dasarnya sangat sesuai dengan budaya Indonesia yang mengutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat.
Setelah dilakukan pemeriksaan barulah Ombudsman dapat menyimpulkan secara pasti apakah laporan masyarakat tersebut ditemukan maladministrasi, ditemukan maladministrasi namun mendapatkan penyelesaian, maupun tidak ditemukan maladministrasi. Menarik ketika membahas laporan yang hasilnya ditemukan maladministrasi. Bagi sebagian besar masyarakat yang kenal dengan Ombudsman menganggap rekomendasi ini menjadi suatu hal yang urgen untuk menindak penyelenggara pelayanan publik. Padahal, tidaklah demikian.
Perlu dipahami bahwa rekomendasi merupakan hasil akhir ketika penyelenggara tidak dapat diajak 'kompromi' dan tidak mematuhi kesepakatan yang telah terjalin. Oleh karena itu, Ombudsman jarang sekali mengeluarkan rekomendasi. Karena sejatinya manusia yang diterapkan hukuman atau kekerasan (legally binding) hanya disukai oleh manusia dengan peradaban rendah. Jadi, inilah alasan mengapa sebisa mungkin hasil Ombudsman tidak sampai ke tahap rekomendasi. Hal tersebut karena morally binding merupakan cara menempatkan manusia pada martabat yang mulia. Seperti yang dikemukakan oleh Sunaryati Hartono (2005) bahwa melalui cara halus dapat "memaksa" manusia dengan kesadaran moralnya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu tanpa harus diancam dengan sanksi hukum. Oleh karena itu, Ombudsman bukan lembaga pemberi sanksi (magistrature of sanction), melainkan sebagai lembaga yang memberikan pengaruh kepada penyelenggara pelayanan publik (magistrature of influence).
Pemeriksaan Berbasis Propartif
Ombudsman memiliki gaya tersendiri dalam melakukan pemeriksaan terhadap laporan masyarakat. Berbeda dengan lembaga hukum yang menekankan pada sanksi terhadap putusannya, namun Ombudsman lebih kepada pemeriksaan dengan pendekatan persuasif. Adapun metode pemeriksaan yang mulai diterapkan oleh Ombudsman adalah Propartif (Progresif dan Partisipatif). Lalu, apa yang dimaksud dengan Propartif tersebut? Â
Metode propartif adalah metode penanganan laporan masyarakat yang diaplikasikan demi penyelesaian konflik dan mendapatkan solusi dengan pendekatan informal. Pendekatan informal ditujukan untuk mengubah perilaku penyelenggara pelayanan publik agar tidak bersikap apatis terhadap pengaduan sehingga berempati untuk penyelesaiannya. Pendekatan propartif juga memberikan rasa adil. Bukan hanya menitikberatkan kepada penyelenggara pelayanan publik, tetapi juga masyarakat. Metode propartif juga bertujuan untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pelayanan publik. Sehingga penyelesaian terhadap laporan masyarakat dapat bersifat informal, efektif, dan berkeadilan melalui pelibatan antara penyelenggara dengan masyarakat sebagai penerima secara bersama-sama. Hal tersebut dimaksudkan agar maladministrasi tidak berulang kembali di kemudian hari. Bahkan, gaya pemeriksaan tersebut merupakan ciri khas yang hanya dimiliki oleh Ombudsman. Sehingga pemeriksaan berbasis propartif janganlah dianggap remeh dan sangat relevan untuk diterapkan di masa peradaban manusia yang lebih maju ini.