Prioritas Pelayanan Publik di Tahun 2020 (Pengelolaan Air, Sanitasi dan Limbah)
Salah satu masalah serius yang sering diabaikan oleh setiap kabupaten dan perkotaan di Indonesia adalah tentang pengelolaan air, sanitasi, dan limbah. Padahal program Sustainable Development Goals (Sdgs) memberikan target kepada negara-negara dunia termasuk Indonesia bahwa di tahun 2030 nanti, akses terhadap sanitasi dan kebersihan harus memadai dan merata bagi semua penduduk.
Akan tetapi pada kenyataannya, saat ini banyak negara yang khawatir atau resah dengan perubahan alam/iklim, budaya, dan tata kelola negara dan warganya. Hal ini disebabkan karena pada masa ini banyak terjadi bencana alam yang dipicu oleh kerusakan struktur ozon di langit, polusi udara, kekeringan, kerusakan hutan, kelangkaan air bersih, tidak termanage-nya sanitasi, terutama masalah pembuangan limbah, baik rumah tangga maupun pabrik perusahaan. Hal ini pun didukung dengan temuan bahwa lingkungan yang mengalami pencemaran baik air, tanah, udara dapat membuat gangguan ketidaknyamanan, terutama kesehatan
Contohnya saja limbah udara atau polusi yang disebabkan oleh asap kendaraan bermotor atau rokok, yang tanpa disadari apabila terus terhirup akan mengakibatkan gangguan paru-paru dan gagal jantung. Pada limbah sampah, limbah tersebut berpotensi memicu beberapa jenis kanker. Pada limbah dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah akan beresiko mengundang berbagai penyakit seperti hepatitis, kolera dan Blue Baby. Sedangkan dari limbah pencemaran air dan sungai akan menimbulkan penyakit diare, infeksi, bahkan bagi ibu hamil akan kena resiko bayi lahir cacat.
Oleh karenanya, sangat benar bahwa pembangunan air minum, pengelolaan limbah/sampah, dan sanitasi sangat erat kaitannya dengan ikhtiar untuk meningkatkan kualitas kesehatan rakyat. Selain itu program-program ini dapat mencegahstunting, menghapus kemiskinan, meningkatkan produktivitas dan kualitas SDM, serta membangun ekonomi yang menyejahterakan dan berkelanjutan. Adapun hal-hal itu adalah syarat peradaban pelayanan publik yang baik di suatu negara.
Untuk itulah di abad 21 ini salah satu program pelayanan publik yang harus segera diprioritaskan oleh negara adalah penyelenggaraan pelayanan publik di bidang pengelolaan air sanitasi dan limbah.
Penulis mengambil contoh pengelolaan PD PAL Kota Banjarmasin yang merupakan salah satu perusahaan daerah yang terbaik melakukan pengelolaan limbah di Indonesia. Faktanya cakupan layanan PD PAL dari data pada Desember 2019 hanya berkisar 5.09% dari jumlah total penduduk Banjarmasin (data BPS 2018 penduduk Kota Banjarmasin sebesar 700.869 Jiwa).
Padahal kota yang berjuluk seribu sungai ini memiliki potensi timbunan sampah sebesar 483,89 ton/ hari atau 176.619,23 ton/ tahun, sedangkan potensi produksi tinja 207 ton/hari atau 75.694 ton/tahun. Dalam kebutuhan air bersih (mandi, masak dll ) 99.543 m3/hari. Bisa kita bayangkan antara potensi produksi tahunan yang ada hanya disadari oleh 5% jumlah warganya saja.
Dari diskusi penulis dengan jajaran PD PAL Banjarmasin terungkap bahwa selain terbatasnya edukasi kepada publik atau warga, yang utama adalah ketidakseriusan pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif untuk mendukung secara maksimal misi mulia dari pengelolaan air, sanitasi dan limbah kota ini. Mulai dari anggaran, partisipasi menyosialisasikan peduli sanitasi serta dukungan kebijakan, masih jauh api dari panggang
Akhirnya pemahaman dan dukungan publik akan program ini masih sangat minim. Bahkan sampai ada masyarakat yang melakukan penolakan saat difasilitasi gratis oleh PD PAL untuk layanan sanitasi. Selain penulis mendengar hal yang miris bahwa para wakil rakyat tidak pernah berkunjung ke PD PAL Banjarmasin padahal suasana kantornya sangat asri, bagus dan layak menjadi contoh perkantoran perkotaan. Selain itu cara mereka menjalankan core bisnis yang jauh dari kesan "pengelola limbah tinja" yang bau, kotor dan jorok pun tidak ada pada suasana kantor PD PAL Banjarmasin.
Sudah seharusnya pemerintah, baik dari pusat hingga daerah terkhusus Kota Banjarmasin sadar bahwa target Sdgs merupakan keniscayaan yang harus dipenuhi sebelum kota ini dipenuhi limbah dan sampah, sebelum warganya kehilangan air bersih dan sehat, sebelum masyarakatnya menjadi sakit dan akhirnya sengsara akibat tata kelola air, limbah dan sanitasi yang buruk. Untuk itu perlu ada langkah konkrit seperti perlindungan dan restorasi ekosistem sumber daya air, meningkatkan kualitas air, menghilangkan pembuangan, dan meminimalkan pelepasan material dan bahan kimia berbahaya, membangun program desa, membangun KotaOpen Defecation Free (ODF) Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS), pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), dan membangun infrastruktur air limbah dengan sistem terpusat skala kota, kawasan dan komunal, bahkan bila perlu membuat pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
Dari itu banyaknya hal di atas, yang menjadi pendorong utama adalah dukungan dan langkah nyata dari pemerintah dan partisipasi publik yang baik. Bukan hanya janji politik yang manis di dengar tapi jauh dari kenyataan dan harapan.